Sejarah Inggris Jadikan Rohingya sebagai Tentara Bayaran
Rabu, 20 Desember 2023 - 11:59 WIB
JAKARTA - Inggris pernah merekrut etnis Rohingya di Myanmar sebagai tentara bayaran. Itu terjadi di masa lalu, ketika negara Eropa tersebut mulai menjajah wilayah Myanamar.
Inggris mulai menjajah wilayah Myanmar pada abad ke-19. Pada saat itu, Myanmar terdiri dari beberapa kerajaan kecil, termasuk Kerajaan Arakan yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
Inggris ingin menyatukan Myanmar di bawah kekuasaannya, dan untuk itu mereka membutuhkan dukungan dari penduduk setempat.
Inggris melihat etnis Rohingya sebagai potensi kekuatan militer yang dapat membantu mereka dalam melawan "pemberontakan" yang dilakukan oleh kerajaan-kerajaan kecil di Myanmar.
Oleh karena itu, Inggris mulai merekrut etnis Rohingya sebagai tentara bayaran.
Pada tahun 1824, Inggris melancarkan perang melawan Kerajaan Arakan.
Dalam perang tersebut, Inggris berhasil mengalahkan Kerajaan Arakan dan menguasai wilayah Arakan.
Inggris kemudian membentuk pasukan militer khusus yang terdiri dari etnis Rohingya, yang disebut dengan "Arakan Pioneers".
Pasukan Arakan Pioneers berperan penting dalam membantu Inggris dalam melawan "pemberontakan" yang dilakukan oleh kerajaan-kerajaan kecil di Myanmar. Pasukan ini juga membantu Inggris dalam membangun infrastruktur dan ekonomi di wilayah Myanmar.
Namun, setelah Inggris berhasil menguasai Myanmar, mereka mulai membatasi hak-hak etnis Rohingya.
Inggris juga mulai mengabaikan janjinya untuk memberikan wilayah nasional bagi etnis Rohingya. Hal ini menimbulkan kecemburuan dan kebencian dari penduduk Myanmar yang beragama Buddha.
Pada saat Perang Dunia II, Jepang menginvasi Myanmar. Dalam perang tersebut, etnis Rohingya mendukung Jepang. Hal ini semakin memperburuk hubungan antara etnis Rohingya dan penduduk Myanmar yang beragama Buddha.
Setelah Perang Dunia II berakhir, Inggris kembali menguasai Myanmar. Namun, mereka tidak pernah memenuhi janjinya untuk memberikan wilayah nasional bagi etnis Rohingya. Hal ini menyebabkan diskriminasi dan kekerasan terhadap etnis Rohingya terus meningkat.
Pada tahun 1982, pemerintah Myanmar mengeluarkan undang-undang kewarganegaraan yang tidak mengakui etnis Rohingya sebagai warga negara Myanmar. Hal ini menyebabkan etnis Rohingya menjadi stateless, atau tidak memiliki kewarganegaraan.
Pada tahun 2017, pemerintah Myanmar melakukan operasi militer besar-besaran terhadap etnis Rohingya. Operasi militer ini menyebabkan ribuan orang Rohingya tewas dan ratusan ribu orang lainnya mengungsi ke Bangladesh.
Sejarah Inggris menjadikan etnis Rohingya sebagai tentara telah menjadi salah satu akar dari konflik etnis di Myanmar. Hal ini menunjukkan bahwa politik kolonialisme dapat menimbulkan dampak negatif yang berkepanjangan bagi suatu bangsa.
Inggris mulai menjajah wilayah Myanmar pada abad ke-19. Pada saat itu, Myanmar terdiri dari beberapa kerajaan kecil, termasuk Kerajaan Arakan yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
Inggris ingin menyatukan Myanmar di bawah kekuasaannya, dan untuk itu mereka membutuhkan dukungan dari penduduk setempat.
Inggris melihat etnis Rohingya sebagai potensi kekuatan militer yang dapat membantu mereka dalam melawan "pemberontakan" yang dilakukan oleh kerajaan-kerajaan kecil di Myanmar.
Oleh karena itu, Inggris mulai merekrut etnis Rohingya sebagai tentara bayaran.
Pada tahun 1824, Inggris melancarkan perang melawan Kerajaan Arakan.
Dalam perang tersebut, Inggris berhasil mengalahkan Kerajaan Arakan dan menguasai wilayah Arakan.
Inggris kemudian membentuk pasukan militer khusus yang terdiri dari etnis Rohingya, yang disebut dengan "Arakan Pioneers".
Pasukan Arakan Pioneers berperan penting dalam membantu Inggris dalam melawan "pemberontakan" yang dilakukan oleh kerajaan-kerajaan kecil di Myanmar. Pasukan ini juga membantu Inggris dalam membangun infrastruktur dan ekonomi di wilayah Myanmar.
Namun, setelah Inggris berhasil menguasai Myanmar, mereka mulai membatasi hak-hak etnis Rohingya.
Inggris juga mulai mengabaikan janjinya untuk memberikan wilayah nasional bagi etnis Rohingya. Hal ini menimbulkan kecemburuan dan kebencian dari penduduk Myanmar yang beragama Buddha.
Pada saat Perang Dunia II, Jepang menginvasi Myanmar. Dalam perang tersebut, etnis Rohingya mendukung Jepang. Hal ini semakin memperburuk hubungan antara etnis Rohingya dan penduduk Myanmar yang beragama Buddha.
Setelah Perang Dunia II berakhir, Inggris kembali menguasai Myanmar. Namun, mereka tidak pernah memenuhi janjinya untuk memberikan wilayah nasional bagi etnis Rohingya. Hal ini menyebabkan diskriminasi dan kekerasan terhadap etnis Rohingya terus meningkat.
Pada tahun 1982, pemerintah Myanmar mengeluarkan undang-undang kewarganegaraan yang tidak mengakui etnis Rohingya sebagai warga negara Myanmar. Hal ini menyebabkan etnis Rohingya menjadi stateless, atau tidak memiliki kewarganegaraan.
Pada tahun 2017, pemerintah Myanmar melakukan operasi militer besar-besaran terhadap etnis Rohingya. Operasi militer ini menyebabkan ribuan orang Rohingya tewas dan ratusan ribu orang lainnya mengungsi ke Bangladesh.
Sejarah Inggris menjadikan etnis Rohingya sebagai tentara telah menjadi salah satu akar dari konflik etnis di Myanmar. Hal ini menunjukkan bahwa politik kolonialisme dapat menimbulkan dampak negatif yang berkepanjangan bagi suatu bangsa.
(mas)
Lihat Juga :
tulis komentar anda