Rusia Serukan Misi Pemantauan Internasional di Gaza
Senin, 11 Desember 2023 - 12:01 WIB
GAZA - Rusia pada Minggu (10/12/2023) menyerukan misi pemantauan internasional untuk pergi ke Gaza guna menilai situasi kemanusiaan.
Moskow mengatakan Israel tidak dapat menjadikan serangan Hamas pada 7 Oktober sebagai alasan pembenaran untuk menghukum seluruh rakyat Palestina.
Rezim kolonial Israel menginvasi Gaza setelah serangan Hamas yang menurut Israel menewaskan 1.200 orang. Serangan Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 18.000 orang, kata otoritas kesehatan Gaza.
Amerika Serikat (AS) pada Jumat memveto usulan permintaan Dewan Keamanan PBB untuk segera melakukan gencatan senjata kemanusiaan dalam perang antara Israel dan kelompok pejuang Palestina Hamas.
“Kami mengutuk keras serangan teroris terhadap Israel pada 7 Oktober,” ujar Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov kepada Al Jazeera dalam wawancara yang disiarkan pada Minggu di konferensi Forum Doha.
“Pada saat yang sama, kami tidak percaya bahwa peristiwa ini dapat diterima untuk menghukum jutaan rakyat Palestina dengan penembakan tanpa pandang bulu,” papar dia.
Lavrov mengatakan agar ada “jeda kemanusiaan” di Gaza, diperlukan semacam pemantauan di lapangan.
“Kami menyampaikan pesan kepada Sekretaris Jenderal (Antonio Guterres) dan menyarankan agar dia menggunakan wewenangnya untuk mempertimbangkan semacam pemantauan, tetapi sejauh ini tidak berhasil,” ungkap Lavrov.
Presiden Rusia Vladimir Putin telah berulang kali menuduh Amerika Serikat dan Barat mengabaikan perlunya negara Palestina merdeka sesuai perbatasan tahun 1967.
Putin pada Minggu berbicara dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tentang Gaza.
“Hal ini terjadi bukan dalam ruang hampa,” papar Lavrov, merujuk pada blokade selama berpuluh-puluh tahun dan tidak terpenuhinya janji-janji mengenai negara Palestina.
Guterres di PBB sebelumnya mengatakan serangan Hamas tidak terjadi dalam ruang hampa. Israel mengatakan Guterres membenarkan serangan Hamas dengan kata-kata seperti itu. Guterres menolak tuduhan rezim kolonial brutal Israel.
Ketika ditanya dalam wawancara dengan Al Jazeera apakah Rusia bersikap munafik dengan kritiknya mengenai nasib rakyat Palestina ketika Rusia berperang di Ukraina, Lavrov mengatakan baik dia maupun Rusia tidak munafik.
Lavrov mengatakan Barat sedang berusaha menguras tenaga Rusia di Ukraina dengan memasok senjata dan jika perundingan perdamaian ingin dilakukan maka Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy harus membatalkan keputusan presidennya sendiri.
“Terserah pada Ukraina untuk menyadari seberapa dalam mereka berada dalam lubang yang dibuat Amerika,” ungkap Lavrov ketika ditanya apakah perang sedang menemui jalan buntu.
Ketika ditanya Al Jazeera apa peluang diplomasi untuk mewujudkan gencatan senjata atau perdamaian di Ukraina, dia berkata, “Anda harus menelepon Tuan Zelenskiy karena satu setengah tahun yang lalu dia menandatangani dekrit yang melarang negosiasi apa pun dengan Putin."
Lavrov mengatakan, kesepakatan damai antara Ukraina dan Rusia hampir tercapai di Istanbul pada Maret dan April 2022 berdasarkan gagasan netralitas Ukraina.
"Kesepakatan ini dibatalkan, dibatalkan karena Amerika dan Inggris memutuskan jika Putin siap menandatanganinya maka mari kita habiskan tenaganya lagi. Itulah yang mereka lakukan sekarang. Kebuntuan atau tidak ada kebuntuan, itulah faktanya," ungkap Lavrov.
Ketika ditanya dalam wawancara tentang kecelakaan pesawat pada Agustus yang menewaskan bos tentara bayaran Wagner Group Yevgeny Prigozhin, Lavrov mengatakan para penyelidik telah menyelidiki kecelakaan itu.
“Mengenai tentara dari kelompok Wagner... cukup banyak dari mereka yang pergi ke Belarusia dan mulai bertugas di sana,” papar Lavrov. “Yang lainnya bergabung dengan struktur reguler tentara Rusia, dan mereka terus bertugas.”
Moskow mengatakan Israel tidak dapat menjadikan serangan Hamas pada 7 Oktober sebagai alasan pembenaran untuk menghukum seluruh rakyat Palestina.
Rezim kolonial Israel menginvasi Gaza setelah serangan Hamas yang menurut Israel menewaskan 1.200 orang. Serangan Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 18.000 orang, kata otoritas kesehatan Gaza.
Amerika Serikat (AS) pada Jumat memveto usulan permintaan Dewan Keamanan PBB untuk segera melakukan gencatan senjata kemanusiaan dalam perang antara Israel dan kelompok pejuang Palestina Hamas.
“Kami mengutuk keras serangan teroris terhadap Israel pada 7 Oktober,” ujar Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov kepada Al Jazeera dalam wawancara yang disiarkan pada Minggu di konferensi Forum Doha.
“Pada saat yang sama, kami tidak percaya bahwa peristiwa ini dapat diterima untuk menghukum jutaan rakyat Palestina dengan penembakan tanpa pandang bulu,” papar dia.
Lavrov mengatakan agar ada “jeda kemanusiaan” di Gaza, diperlukan semacam pemantauan di lapangan.
“Kami menyampaikan pesan kepada Sekretaris Jenderal (Antonio Guterres) dan menyarankan agar dia menggunakan wewenangnya untuk mempertimbangkan semacam pemantauan, tetapi sejauh ini tidak berhasil,” ungkap Lavrov.
Presiden Rusia Vladimir Putin telah berulang kali menuduh Amerika Serikat dan Barat mengabaikan perlunya negara Palestina merdeka sesuai perbatasan tahun 1967.
Putin pada Minggu berbicara dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tentang Gaza.
“Hal ini terjadi bukan dalam ruang hampa,” papar Lavrov, merujuk pada blokade selama berpuluh-puluh tahun dan tidak terpenuhinya janji-janji mengenai negara Palestina.
Guterres di PBB sebelumnya mengatakan serangan Hamas tidak terjadi dalam ruang hampa. Israel mengatakan Guterres membenarkan serangan Hamas dengan kata-kata seperti itu. Guterres menolak tuduhan rezim kolonial brutal Israel.
Perang Ukraina
Ketika ditanya dalam wawancara dengan Al Jazeera apakah Rusia bersikap munafik dengan kritiknya mengenai nasib rakyat Palestina ketika Rusia berperang di Ukraina, Lavrov mengatakan baik dia maupun Rusia tidak munafik.
Lavrov mengatakan Barat sedang berusaha menguras tenaga Rusia di Ukraina dengan memasok senjata dan jika perundingan perdamaian ingin dilakukan maka Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy harus membatalkan keputusan presidennya sendiri.
“Terserah pada Ukraina untuk menyadari seberapa dalam mereka berada dalam lubang yang dibuat Amerika,” ungkap Lavrov ketika ditanya apakah perang sedang menemui jalan buntu.
Ketika ditanya Al Jazeera apa peluang diplomasi untuk mewujudkan gencatan senjata atau perdamaian di Ukraina, dia berkata, “Anda harus menelepon Tuan Zelenskiy karena satu setengah tahun yang lalu dia menandatangani dekrit yang melarang negosiasi apa pun dengan Putin."
Lavrov mengatakan, kesepakatan damai antara Ukraina dan Rusia hampir tercapai di Istanbul pada Maret dan April 2022 berdasarkan gagasan netralitas Ukraina.
"Kesepakatan ini dibatalkan, dibatalkan karena Amerika dan Inggris memutuskan jika Putin siap menandatanganinya maka mari kita habiskan tenaganya lagi. Itulah yang mereka lakukan sekarang. Kebuntuan atau tidak ada kebuntuan, itulah faktanya," ungkap Lavrov.
Ketika ditanya dalam wawancara tentang kecelakaan pesawat pada Agustus yang menewaskan bos tentara bayaran Wagner Group Yevgeny Prigozhin, Lavrov mengatakan para penyelidik telah menyelidiki kecelakaan itu.
“Mengenai tentara dari kelompok Wagner... cukup banyak dari mereka yang pergi ke Belarusia dan mulai bertugas di sana,” papar Lavrov. “Yang lainnya bergabung dengan struktur reguler tentara Rusia, dan mereka terus bertugas.”
(sya)
tulis komentar anda