Polisi Tembakkan Gas Air Mata pada Ribuan Demonstran di Beirut
Minggu, 09 Agustus 2020 - 06:06 WIB
BEIRUT - Polisi antihuru-hara Lebanon menembakkan gas air mata saat demonstran berupaya menerobos pagar untuk masuk ke gedung parlemen di Beirut pada Sabtu (8/8).
Demonstran mengecam cara pemerintah menangani ledakan yang menghancurkan kota Beirut tersebut.
Sekitar 5.000 orang berkumpur di Lapangan Martir di pusat kota. Beberapa demonstran melemparkan batu ke arah polisi.
“Polisi menembakkan gas air mata saat demonstran berupaya menerobos pagar penghalang jalan menuju gedung parlemen,” ungkap saksi mata jurnalis Reuters.
Demonstran meneriakkan “rakyat ingin turunkan rezim” dan membawa spanduk bertulis “Pergi, kamu semua pembunuh”.
“Kami ingin masa depan dengan martabat, kami tidak ingin darah korban ledakan itu sia-sia,” kata Rose Sirour, salah satu demonstran.
Ledakan pada Selasa (4/8) merupakan yang terbesar dalam sejarah Beirut dan menewaskan 158 orang dan melukai 6.000 orang lainnya. Sebanyak 21 orang masih dilaporkan hilang.
Pemerintah berjanji menangkap mereka yang bertanggung jawab atas kejadian itu. Beberapa warga memprotes pemerintah yang dianggap korup selama beberapa bulan terakhir.
“Kami tidak percaya pada pemerintah kami. Saya ingin Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengambil alih Lebanon,” kata mahasiswa universitas Celine Dibo saat dia membersihkan darah di dinding gedung apartemennya.
Beberapa orang mengaku tidak terkejut saat Presiden Prancis Emmanuel Macron mengunjungi tempat tinggalnya pekan ini sementara para pemimpin Lebanon tidak melakukannya. (Baca Juga: Air India Express Terbelah Dua, Penumpang Menjerit dan Berjatuhan dari Kursi)
“Kami tinggal di ground zero. Saya harap negara lain akan mengambil alih kami. Para pemimpin kami sekumpulan orang korup,” ujar psikolog Maryse Hayek, 48, yang rumah orangtuanya hancur akibat ledakan. (Baca Infografis: Menghadapi Krisis Paling Parah, Lebanon di Ujung Kehancuran)
Partai Kataeb Lebanon menarik tiga anggota parlemennya dari parlemen sebagai bentuk penentangan pada pemerintah. (Lihat Video: Tak Kunjung Dibayar Warga Jatikarya Blokir Tol Cimanggis-Cibitung)
Demonstran mengecam cara pemerintah menangani ledakan yang menghancurkan kota Beirut tersebut.
Sekitar 5.000 orang berkumpur di Lapangan Martir di pusat kota. Beberapa demonstran melemparkan batu ke arah polisi.
“Polisi menembakkan gas air mata saat demonstran berupaya menerobos pagar penghalang jalan menuju gedung parlemen,” ungkap saksi mata jurnalis Reuters.
Demonstran meneriakkan “rakyat ingin turunkan rezim” dan membawa spanduk bertulis “Pergi, kamu semua pembunuh”.
“Kami ingin masa depan dengan martabat, kami tidak ingin darah korban ledakan itu sia-sia,” kata Rose Sirour, salah satu demonstran.
Ledakan pada Selasa (4/8) merupakan yang terbesar dalam sejarah Beirut dan menewaskan 158 orang dan melukai 6.000 orang lainnya. Sebanyak 21 orang masih dilaporkan hilang.
Pemerintah berjanji menangkap mereka yang bertanggung jawab atas kejadian itu. Beberapa warga memprotes pemerintah yang dianggap korup selama beberapa bulan terakhir.
“Kami tidak percaya pada pemerintah kami. Saya ingin Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengambil alih Lebanon,” kata mahasiswa universitas Celine Dibo saat dia membersihkan darah di dinding gedung apartemennya.
Beberapa orang mengaku tidak terkejut saat Presiden Prancis Emmanuel Macron mengunjungi tempat tinggalnya pekan ini sementara para pemimpin Lebanon tidak melakukannya. (Baca Juga: Air India Express Terbelah Dua, Penumpang Menjerit dan Berjatuhan dari Kursi)
“Kami tinggal di ground zero. Saya harap negara lain akan mengambil alih kami. Para pemimpin kami sekumpulan orang korup,” ujar psikolog Maryse Hayek, 48, yang rumah orangtuanya hancur akibat ledakan. (Baca Infografis: Menghadapi Krisis Paling Parah, Lebanon di Ujung Kehancuran)
Partai Kataeb Lebanon menarik tiga anggota parlemennya dari parlemen sebagai bentuk penentangan pada pemerintah. (Lihat Video: Tak Kunjung Dibayar Warga Jatikarya Blokir Tol Cimanggis-Cibitung)
(sya)
tulis komentar anda