Saat Barat Lindungi Zionis, Pemuda Palestina Pilih Melawan Israel dengan Tidak Kabur dari Gaza

Sabtu, 11 November 2023 - 15:08 WIB
Relawan berada di Rafah, perbatasan antara Jalur Gaza dan Mesir. Foto/AP
GAZA - Ketika ribuan warga sipil di kedua sisi perbatasan antara Israel dan Jalur Gaza terus tewas dalam perang, seorang aktivis Palestina yang berbasis di Tepi Barat menjelaskan kepada Sputnik mengapa mereka memandang kehadiran Israel di Gaza dan Tepi Barat sebagai penjajahan.

Aktivis tersebut juga mengenang bagaimana kebijakan Israel mengobarkan kebencian di kalangan warga Palestina yang berkontribusi pada meningkatnya kekerasan baru-baru ini.

Trauma Masa Kecil



Berdasarkan perjanjian perdamaian tahun 1993 yang dikenal sebagai Perjanjian Oslo, Israel setuju memenuhi hak rakyat Palestina menentukan nasib sendiri dengan mengizinkan pemerintahan mandiri Palestina secara terbatas di sebagian Tepi Barat dan Gaza.



Mengenang masa kecilnya, aktivis hak asasi manusia Muhanned Qafesha mengatakan warga Palestina tidak pernah benar-benar merasa lega oleh penjajahan Israel meskipun ada janji menentukan nasib sendiri dan pemerintahan sendiri.

"Saya sudah hidup di bawah pendudukan Israel, agresi Israel dan kebrutalan Israel. Saya telah menyaksikan semua jenis kekerasan Israel. Saya telah melihat semua jenis agresi Israel selama masa kecil saya. Saya tumbuh dengan melihat tank-tank militer menyerang lingkungan di Hebron, di mana Tentara Israel menggerebek rumah-rumah warga Palestina, menyerang warga Palestina, menembaki warga Palestina dan membunuh mereka. Saya telah melihat helikopter Israel dan F-16 membom rumah-rumah penduduk,” kenang Qafesha.

Dia mengatakan, tumbuh dengan pengalaman seperti itu adalah hal yang wajar jika dia ingin menjadi seorang aktivis yang memperjuangkan hak-hak dasar warga Palestina.

"Sebagai orang yang tumbuh dalam situasi seperti ini, hal itu membuat Anda ingin memperjuangkan kebebasan Anda. Merupakan reaksi yang sangat normal untuk melawan. Itu sebabnya saya memutuskan untuk bergabung dengan gerakan bernama Youth Against Settlement, yang merupakan gerakan tanpa kekerasan,” papar dia.

“Saya juga belajar jurnalisme untuk membicarakan penderitaan rakyat Palestina dan menyampaikan pesan rakyat Palestina ke seluruh dunia. Saya ingin semua orang di seluruh dunia tahu apa yang terjadi pada rakyat Palestina. Saya ingin anak-anak kita tidak mengalami trauma yang sama seperti yang dialami warga Palestina alami saat masih anak-anak," tutur Qafesha.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More