Netanyahu: Israel akan Punya Kontrol Keamanan Tanpa Batas di Gaza
Rabu, 08 November 2023 - 07:33 WIB
“Tetapi ini adalah gagasan konseptual yang berasal dari Perjanjian Oslo, di mana Israel bersikeras mempertahankan 'tanggung jawab keamanan secara keseluruhan' di Tepi Barat, yang pada dasarnya berarti Israel mengontrol semua penyeberangan masuk dan keluar Tepi Barat (juga di sisi Yordania), dan tetap mempunyai hak untuk campur tangan kapan pun kebutuhan keamanannya terancam," ujar dia.
Sejak penarikan Israel dari Gaza, Hamas sebagian besar menjalankan wilayah kantong tersebut melalui institusi dan aparat keamanannya sendiri.
Namun, Israel mungkin menolak mengizinkan faksi atau organisasi Palestina mana pun untuk memiliki otonomi sebesar itu di Gaza setelah perang.
“Ide dasarnya di sini adalah bahwa meskipun kepolisian internal akan ditangani oleh orang lain, Israel akan merasa bebas (bahkan terikat) untuk bertindak, juga di Jalur Gaza, kapan pun kepentingan keamanannya dianggap terancam,” ungkap Touval.
Model ini sebagian besar akan mencerminkan situasi yang terjadi saat ini di Tepi Barat yang diduduki, di mana Israel mengizinkan Otoritas Palestina mempertahankan kendali administratif atas warga Palestina, sementara Israel sendiri tetap mempertahankan kendali keamanan penuh.
"Apakah ini berkelanjutan? Jika ada mekanisme kepolisian yang berfungsi sehari-hari, konsep 'tanggung jawab keamanan secara keseluruhan' bisa berhasil," papar Touval, seraya menambahkan hal ini berisiko melemahkan pemerintahan mandiri Palestina di Gaza.
Beberapa pihak sudah meragukan usulan tersebut, termasuk Carl Bildt, salah satu ketua Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa.
Bildt mengatakan usulan Netanyahu sama dengan “pendudukan de facto berkelanjutan di Gaza”.
“Setidaknya Israel sepenuhnya menguasai semua akses, termasuk ruang udara dan laut, dengan beberapa sumber daya intervensi darat. Paling tidak kembali ke situasi sebelum tahun 2005,” papar Bildt di X.
“Apakah ini mungkin? Dan berkelanjutan? Bukankah ini membuka jalan bagi ledakan berikutnya?" ujar dia memperingatkan.
Sejak penarikan Israel dari Gaza, Hamas sebagian besar menjalankan wilayah kantong tersebut melalui institusi dan aparat keamanannya sendiri.
Namun, Israel mungkin menolak mengizinkan faksi atau organisasi Palestina mana pun untuk memiliki otonomi sebesar itu di Gaza setelah perang.
“Ide dasarnya di sini adalah bahwa meskipun kepolisian internal akan ditangani oleh orang lain, Israel akan merasa bebas (bahkan terikat) untuk bertindak, juga di Jalur Gaza, kapan pun kepentingan keamanannya dianggap terancam,” ungkap Touval.
Model ini sebagian besar akan mencerminkan situasi yang terjadi saat ini di Tepi Barat yang diduduki, di mana Israel mengizinkan Otoritas Palestina mempertahankan kendali administratif atas warga Palestina, sementara Israel sendiri tetap mempertahankan kendali keamanan penuh.
"Apakah ini berkelanjutan? Jika ada mekanisme kepolisian yang berfungsi sehari-hari, konsep 'tanggung jawab keamanan secara keseluruhan' bisa berhasil," papar Touval, seraya menambahkan hal ini berisiko melemahkan pemerintahan mandiri Palestina di Gaza.
Beberapa pihak sudah meragukan usulan tersebut, termasuk Carl Bildt, salah satu ketua Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa.
Bildt mengatakan usulan Netanyahu sama dengan “pendudukan de facto berkelanjutan di Gaza”.
“Setidaknya Israel sepenuhnya menguasai semua akses, termasuk ruang udara dan laut, dengan beberapa sumber daya intervensi darat. Paling tidak kembali ke situasi sebelum tahun 2005,” papar Bildt di X.
“Apakah ini mungkin? Dan berkelanjutan? Bukankah ini membuka jalan bagi ledakan berikutnya?" ujar dia memperingatkan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda