Terungkap, 500 Tentara Bayaran AS Tewas dalam Perang Melawan Rusia di Ukraina
Minggu, 05 November 2023 - 01:30 WIB
KYIV - Seorang jurnalis independen Amerika Serikat (AS) mengungkap bahwa lebih dari 500 tentara bayaran Amerika tewas dalam perang melawan Rusia di Ukraina.
Jurnalis Andrew Napolitano menungkap data itu berdasarkan wawancaranya dengan Matthew VanDyke, seorang warga Amerika yang bertugas di Angkatan Bersenjata Ukraina sebagai tentara bayaran.
VanDyke mengaku berada di unit internasional dengan anggota dari beberapa negara lain, termasuk juga beberapa warga Ukraina.
VanDyke mengatakan dia mendengar ada 2.000 orang asing yang bertugas di militer Ukraina, termasuk banyak dari Amerika Latin.
Dia menekankan bahwa warga non-Ukraina bebas meninggalkan dinas militer mereka kapan saja, namun dibayar dengan gaji yang sama dengan tentara Ukraina.
“Tidak ada seorang pun di sini yang melakukannya demi uang,” katanya.
VanDyke mengatakan bahwa cukup banyak orang Amerika yang terbunuh atau terluka dalam perang tersebut, dan memperkirakan “hampir 510 orang”.
Namun, tentara bayaran tersebut mengatakan masih ada petempur baru yang “datang setiap saat.”
Ketika ditanya tentang bagaimana perang berlangsung, VanDyke mengkritik keputusan Kyiv untuk menunda melancarkan serangan balasan, yang merupakan sebuah bencana, namun tampak optimistis mengenai senjata baru yang masuk dari Barat, yang dia yakini berpotensi membalikkan keadaan.
Namun, dia mencatat bahwa senjata berteknologi tinggi saja tidak cukup, seperti yang diketahui Ukraina ketika kendaraan tempur infanteri Bradley dihancurkan oleh ranjau darat Rusia yang usianya sama dengan kendaraan Ukraina yang dua kali lebih tua dari mereka.
“Sekarang terjadi kebuntuan, bahkan militer Ukraina pun mengakuinya. Segalanya tidak berjalan sebaik yang kami harapkan,” katanya.
“Saya pikir pada musim gugur mendatang kita akan tahu, pada dasarnya, bagaimana perang ini akan terjadi,” kata VanDyke, seraya mencatat bahwa akan memerlukan waktu bagi warga Ukraina untuk terbiasa menggunakan senjata baru tersebut.
VanDyke mengatakan dia pergi ke Ukraina untuk melawan pasukan Rusia karena itu adalah tugasnya. ”Untuk menegakkan sistem internasional yang diperjuangkan kakek saya dalam Perang Dunia II, yang banyak orang tewas selama beberapa dekade setelahnya, sistem ini perlu dilestarikan,” katanya.
“Saya bersedia berjuang dan mati untuk melestarikannya,” ujarnya, seperti dikutip Sputnik, Sabtu (4/11/2023).
Napolitano bertanya kepada VanDyke tentang perasaannya saat bertugas bersama orang-orang “neo-Nazi” di Angkatan Bersenjata Ukraina.
Dia tidak menyangkal keberadaan orang-orang seperti itu, namun mengatakan; “Selama mereka menembak ke arah yang benar, saya tidak terlalu peduli. Saya tidak ingin ada hubungannya dengan orang-orang yang mempunyai ideologi seperti itu.”
Jurnalis Andrew Napolitano menungkap data itu berdasarkan wawancaranya dengan Matthew VanDyke, seorang warga Amerika yang bertugas di Angkatan Bersenjata Ukraina sebagai tentara bayaran.
VanDyke mengaku berada di unit internasional dengan anggota dari beberapa negara lain, termasuk juga beberapa warga Ukraina.
VanDyke mengatakan dia mendengar ada 2.000 orang asing yang bertugas di militer Ukraina, termasuk banyak dari Amerika Latin.
Dia menekankan bahwa warga non-Ukraina bebas meninggalkan dinas militer mereka kapan saja, namun dibayar dengan gaji yang sama dengan tentara Ukraina.
“Tidak ada seorang pun di sini yang melakukannya demi uang,” katanya.
VanDyke mengatakan bahwa cukup banyak orang Amerika yang terbunuh atau terluka dalam perang tersebut, dan memperkirakan “hampir 510 orang”.
Namun, tentara bayaran tersebut mengatakan masih ada petempur baru yang “datang setiap saat.”
Ketika ditanya tentang bagaimana perang berlangsung, VanDyke mengkritik keputusan Kyiv untuk menunda melancarkan serangan balasan, yang merupakan sebuah bencana, namun tampak optimistis mengenai senjata baru yang masuk dari Barat, yang dia yakini berpotensi membalikkan keadaan.
Namun, dia mencatat bahwa senjata berteknologi tinggi saja tidak cukup, seperti yang diketahui Ukraina ketika kendaraan tempur infanteri Bradley dihancurkan oleh ranjau darat Rusia yang usianya sama dengan kendaraan Ukraina yang dua kali lebih tua dari mereka.
“Sekarang terjadi kebuntuan, bahkan militer Ukraina pun mengakuinya. Segalanya tidak berjalan sebaik yang kami harapkan,” katanya.
“Saya pikir pada musim gugur mendatang kita akan tahu, pada dasarnya, bagaimana perang ini akan terjadi,” kata VanDyke, seraya mencatat bahwa akan memerlukan waktu bagi warga Ukraina untuk terbiasa menggunakan senjata baru tersebut.
VanDyke mengatakan dia pergi ke Ukraina untuk melawan pasukan Rusia karena itu adalah tugasnya. ”Untuk menegakkan sistem internasional yang diperjuangkan kakek saya dalam Perang Dunia II, yang banyak orang tewas selama beberapa dekade setelahnya, sistem ini perlu dilestarikan,” katanya.
“Saya bersedia berjuang dan mati untuk melestarikannya,” ujarnya, seperti dikutip Sputnik, Sabtu (4/11/2023).
Napolitano bertanya kepada VanDyke tentang perasaannya saat bertugas bersama orang-orang “neo-Nazi” di Angkatan Bersenjata Ukraina.
Dia tidak menyangkal keberadaan orang-orang seperti itu, namun mengatakan; “Selama mereka menembak ke arah yang benar, saya tidak terlalu peduli. Saya tidak ingin ada hubungannya dengan orang-orang yang mempunyai ideologi seperti itu.”
(mas)
tulis komentar anda