Ketegangan AS-China Terkait Dugaan Spionase Huawei Semakin Meningkat

Sabtu, 04 November 2023 - 12:27 WIB
Ketegangan AS-China terkait dugaan spionase Huawei semakin meningkat. Foto/REUTERS
BEIJING - Sebagai bagian dari kisah saling tuding antara Amerika Serikat (AS) dan China terkait masalah teknologi dan keamanan, Beijing menuduh Washington telah meretas server perusahaan telekomunikasi Huawei pada 2009.

Di masa lalu, banyak negara lain menuduh pemerintah China mungkin telah melakukan hal serupa dengan menggunakan produk Huawei untuk tujuan mata-mata. Huawei juga dituduh telah mencuri kekayaan intelektual dari sejumlah perusahaan teknologi asing.

Namun dalam hal ini, ketegangan antara AS dan China merupakan yang paling menarik perhatian global.



Kongres AS telah mulai menerima peringatan mengenai Huawei sejak 2012. Pada 2017-2018, Kongres AS membatasi beberapa lembaga federal untuk menggunakan peralatan raksasa telekomunikasi tersebut.



Pada 2019, perusahaan-perusahaan AS dilarang melakukan bisnis dengan Huawei, dan Komisi Komunikasi Federal (FCC) menetapkan perusahaan tersebut sebagai ancaman keamanan nasional. Huawai telah didakwa mencuri rahasia dagang, konspirasi, pencucian uang, penipuan bank, mengabaikan sanksi AS terhadap Iran, dan menghalangi keadilan.

Di tahun 2020, para produsen semikonduktor asing dilarang mengirimkan produk mereka ke Huawei tanpa lisensi. Dua tahun berselang, penyelidikan FBI menemukan bahwa peralatan Huawei dapat digunakan untuk mengganggu komunikasi militer AS, termasuk yang terkait dengan persenjataan nuklir.

Kini, Presiden AS Joe Biden telah memberlakukan larangan baru. Tahun ini, Biden telah menandatangani undang-undang yang melarang produsen China memperoleh chip atau peralatan pembuatan chip yang dibuat dengan suku cadang AS di mana pun di dunia.

Mengutip dari Asian Lite, Sabtu (4/11/2023), sejumlah perusahaan telekomunikasi global juga menuduh Huawei telah lama mencuri rahasia dagang. Pada 2003, Cisco mengajukan gugatan dengan tuduhan bahwa kode sumbernya muncul di produk Huawei. Pada 2017, juri AS memutuskan Huawei bersalah karena mencuri kekayaan intelektual dari T-Mobile.

Salah satu penyedia teknologi seluler generasi kelima (5G) terkemuka di dunia, Huawei didirikan pada 1987 dan berbasis di Shenzhen, China. Perusahaan tersebut mengeklaim sebagai perusahaan swasta yang dimiliki oleh jajaran karyawan, namun struktur kepemilikan tepatnya tidak diketahui.

Banyak negara khawatir pemerintah China akan melakukan kontrol besar-besaran terhadap perusahaan swasta di negaranya, termasuk Huawei. Hal ini umumnya dilakukan melalui regulasi ketat dan investasi yang didukung negara.

Selain itu, perusahaan diharuskan mendirikan cabang Partai Komunis China (PKC) di dalamnya. Tidak mengherankan jika para eksekutif di banyak perusahaan besar China menjadi anggota partai tersebut, termasuk salah satu pendiri Alibaba; Jack Ma, dan pendiri Huawei; Ren.

Pada 1996, pemerintah China mulai memperlakukan Huawei sebagai "juara nasional”. Label ini umumnya diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang mencapai tujuan strategis negara.

Huawei melaporkan pendapatan sebesar USD138 miliar pada 2020, yang menurut banyak negara tidak mungkin terjadi tanpa dukungan pemerintah. Dukungan besar-besaran ini mungkin telah membantu Huawei menetapkan harga peralatannya jauh di bawah harga pesaingnya. Faktanya, penyelidikan Komisi Eropa menemukan bahwa Huawei memberikan penawaran lebih rendah dari pesaingnya hingga 70 persen.

Huawei, sebaliknya, mengatakan harganya rendah karena keahlian teknologi. Perusahaan itu juga mengaku berusaha menjauhkan diri dari PKC. Pada tahun 2019, pendiri perusahaan; Ren, menepis tuduhan bahwa Huawei membantu Beijing memata-matai pemerintah negara-negara Barat, dengan menyatakan bahwa perusahaannya bersedia menandatangani perjanjian "tanpa mata-mata" dengan pemerintah negara tertentu, dan bahwa ia "tidak akan pernah merugikan kepentingan pelanggan saya."

Namun menurut banyak pakar Barat, Huawei hanyalah sebuah perusahaan yang dikelola negara dengan tujuan tunggal: melemahkan persaingan asing dengan mencuri rahasia dagang dan kekayaan intelektual melalui harga yang dipatok terlampau rendah.

Larangan Huawei



Lima negara besar—AS, Australia, Kanada, Selandia Baru, dan Inggris—telah melarang atau sedang meluncurkan larangan terhadap Huawei. Huawei juga tidak akan dilibatkan dalam rencana India untuk meluncurkan jaringan 5G-nya, dan pemerintah Jepang telah secara efektif melarang Huawei.

Mitra AS lainnya, seperti Belgia, Denmark, Estonia, Prancis, Lituania, Polandia, Rumania, dan Swedia telah membatasi penggunaan peralatan Huawei. Finlandia, negara asal Nokia, telah memperkenalkan undang-undang yang dapat digunakan untuk mengecualikan Huawei dari jaringannya, jika risiko ancaman dunia maya dan spionase terdeteksi.

Selain itu, Italia juga telah mencegah grup telekomunikasi Fastweb menandatangani kesepakatan dengan Huawei untuk memasok peralatan untuk jaringan inti 5G-nya.

Singkatnya, Eropa telah memutuskan untuk membatasi, bukan melarang, peralatan Huawei. Namun kasus pengadilan baru-baru ini, yang diajukan oleh salah satu mantan manajer Huawei di kantor pusatnya di Eropa di Düsseldorf, mungkin akan mempersulit Huawei di Eropa.

Perusahaan tersebut gagal memenuhi permintaan mantan manajer tersebut untuk melihat data dirinya dan dinyatakan melanggar undang-undang privasi Eropa. Dalam persidangan, Huawei menyatakan mereka telah menghapus informasi yang diminta. Mantan manajer tersebut harus keluar dari perusahaan pada 2018 di luar keinginannya.

Juni tahun ini, Komisi Eropa mengategorikan Huawei sebagai entitas berisiko tinggi. Beberapa negara anggota juga melakukan upaya untuk mengecualikan Huawei dari Horizon Europe, program pendanaan utama UE untuk penelitian dan inovasi.

Meski terlibat dalam proyek-proyek seperti pengembangan "komunikasi mesin-ke-mesin besar-besaran untuk 6G”, semua "peserta Huawei di Horizon Europe" berasal dari Eropa, bukan China. Pembatasan terhadap Huawei di Horizon Europe dapat menghambat upaya penelitian dan pengembangannya di 13 negara Eropa.

Namun, banyak negara yang melanjutkan kerja sama dengan Huawei untuk proyek jaringan nirkabel dan infrastruktur 5G. Mereka yang berpartisipasi dalam Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI) China sudah menggunakan atau telah setuju memakai peralatan Huawei.

Misalnya, pada bulan ini, Sri Lanka secara resmi menandatangani perjanjian dengan Huawei untuk mendukung digitalisasi sekolahnya. Huawei juga membantu Malaysia, Rusia, dan sejumlah negara Amerika Latin dalam membangun jaringan 5G mereka.

Beberapa negara Eropa berpendapat bahwa risiko keamanan melekat pada semua jaringan 5G, siapa pun pemasoknya. Negara-negara ini lebih memilih untuk memperketat langkah-langkah keamanan untuk meminimalkan risiko.

Banyak negara berpendapatan rendah memilih Huawei karena Huawei seringkali merupakan pilihan termurah jika dibandingkan dengan dua perusahaan besar lainnya yang terlibat dalam solusi jaringan 5G, yaitu perusahaan Finlandia Nokia dan perusahaan Swedia Ericsson.

AS, Australia, dan negara-negara lain menunjuk pada undang-undang intelijen China yang tidak jelas untuk mendukung klaim mereka bahwa China dapat menggunakan Huawei untuk memata-matai mereka. Misalnya, Undang-Undang Keamanan Nasional China menyatakan bahwa warga negara dan perusahaan memiliki "tanggung jawab dan kewajiban untuk menjaga keamanan nasional."

Demikian pula, Undang-Undang Intelijen Nasional menyatakan bahwa perusahaan China harus "mendukung, membantu, dan bekerja sama dengan" otoritas pengumpulan intelijen China. Infrastruktur 5G Huawei juga mungkin memiliki pintu belakang (backdoor) yang memungkinkan pemerintah China mengumpulkan data dalam jumlah besar.

Undang-undang pengawasan China disahkan ketika raksasa teknologinya, seperti Alibaba, ByteDance, dan Tencent, mulai memperoleh pangsa pasar di seluruh dunia. Seperti Huawei, perusahaan-perusahaan ini juga sering menggunakan klausul kontrak untuk mentransfer data pengguna ke luar Eropa.

Walau klausul ini membebankan tanggung jawab, tidak ada pemeriksaan atau audit. Klien dan konsumen harus menentukan apakah aliran data melanggar privasi mereka.

Negara-negara yang memilih Huawei sebagai entitas pilihan dalam analisis biaya-manfaat kemungkinan besar akan rentan terhadap kesenjangan dalam undang-undang, kontrak, dan arsitektur keamanan yang dijanjikan perusahaan tersebut, namun semakin diragukan.

Huawei dalam Angka



-Pendapatan USD 91,5 miliar pada tahun 2022

-3 miliar pengguna produk dan layanannya

-Beroperasi di 170 negara

-U75 miliar dukungan negara Tiongkok sejak 1987

- 75 peluncuran dan uji coba 5G komersial
(mas)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More