Tolak Interaksi Militer dengan AS, China Gunakan Eskalasi untuk Majukan Kepentingan
Rabu, 18 Oktober 2023 - 13:37 WIB
David Santoro, presiden lembaga penelitian independen Pacific Forum, menyatakan dalam webinar yang sama; "China telah lebih fokus pada berbagai krisis dan krisis militer dalam beberapa tahun terakhir, lebih banyak dibandingkan di masa lalu.”
Dia menyebutkan bahwa China memiliki pendekatan dua fase terhadap krisis militer. "Fase pertama adalah fase pencegahan, dan fase kedua, yang kami sebut sebagai manajemen, namun China menyebutnya sebagai penanganan," tutur Santoro.
Fase pencegahan merujuk pada tindakan di saat China melakukan persiapan mencegah terjadinya krisis militer. Ini merupakan fase aktif, baik dalam upaya mencegah eskalasi dan juga mempersiapkan diri jika hal tersebut terjadi.
Sementara fase penanganan merujuk pada tindakan mengendalikan dan memandu perkembangan krisis untuk merancang solusi.
"Apa yang terjadi adalah bahwa dalam fase penanganan krisis, apa yang Anda lihat adalah kepentingan dalam mengelola situasi buruk agar tidak memburuk, dan juga menyusun strategi untuk mengamankan dan bahkan memajukan kepentingan China. Dan tujuan terakhir itu, menurut saya, adalah jauh lebih penting ketimbang bagian manajemen,” jelas Santoro.
Seperti disebutkan sebelumnya, China dan AS mempunyai pandangan dan pendekatan berbeda secara mendasar terhadap krisis. "Di Amerika Serikat, kami melihat krisis sebagai permasalahan yang harus ditangani atau permasalahan yang harus diselesaikan," kata Santoro.
"Sedangkan China hanya melakukan hal tersebut sampai batas tertentu. China juga melihatnya sebagai peluang memajukan kepentingannya, karena mereka lebih tertarik untuk 'memenangkan' krisis ketimbang mengelolanya," lanjut dia.
Dengan kata lain, eskalasi mungkin dipandang sebagai sesuatu yang bermanfaat bagi China. Selain itu, ungkap Santoro, "China bersikap skeptis terhadap mekanisme manajemen krisis karena mereka berasumsi atau berpikir bahwa mekanisme tersebut pada dasarnya merupakan tipuan Amerika Serikat untuk kembali menang dalam krisis."
"Jadi, ada sedikit proyeksi di sini, yang menganggap bahwa pendekatan AS terhadap krisis adalah dengan cara yang sama seperti China. Jadi, bagi China menghindari atau mengelola krisis dan eskalasi pada dasarnya adalah tanggung jawab Amerika Serikat,” paparnya.
"Oleh karena itu, China lebih banyak berbicara tentang pencegahan krisis dibandingkan manajemen krisis. Idenya adalah bahwa Amerika Serikat pada dasarnya harus berperilaku baik dan krisis pun tidak akan terjadi," sebut Santoro.
Dia menyebutkan bahwa China memiliki pendekatan dua fase terhadap krisis militer. "Fase pertama adalah fase pencegahan, dan fase kedua, yang kami sebut sebagai manajemen, namun China menyebutnya sebagai penanganan," tutur Santoro.
Fase pencegahan merujuk pada tindakan di saat China melakukan persiapan mencegah terjadinya krisis militer. Ini merupakan fase aktif, baik dalam upaya mencegah eskalasi dan juga mempersiapkan diri jika hal tersebut terjadi.
Sementara fase penanganan merujuk pada tindakan mengendalikan dan memandu perkembangan krisis untuk merancang solusi.
"Apa yang terjadi adalah bahwa dalam fase penanganan krisis, apa yang Anda lihat adalah kepentingan dalam mengelola situasi buruk agar tidak memburuk, dan juga menyusun strategi untuk mengamankan dan bahkan memajukan kepentingan China. Dan tujuan terakhir itu, menurut saya, adalah jauh lebih penting ketimbang bagian manajemen,” jelas Santoro.
Seperti disebutkan sebelumnya, China dan AS mempunyai pandangan dan pendekatan berbeda secara mendasar terhadap krisis. "Di Amerika Serikat, kami melihat krisis sebagai permasalahan yang harus ditangani atau permasalahan yang harus diselesaikan," kata Santoro.
"Sedangkan China hanya melakukan hal tersebut sampai batas tertentu. China juga melihatnya sebagai peluang memajukan kepentingannya, karena mereka lebih tertarik untuk 'memenangkan' krisis ketimbang mengelolanya," lanjut dia.
Dengan kata lain, eskalasi mungkin dipandang sebagai sesuatu yang bermanfaat bagi China. Selain itu, ungkap Santoro, "China bersikap skeptis terhadap mekanisme manajemen krisis karena mereka berasumsi atau berpikir bahwa mekanisme tersebut pada dasarnya merupakan tipuan Amerika Serikat untuk kembali menang dalam krisis."
"Jadi, ada sedikit proyeksi di sini, yang menganggap bahwa pendekatan AS terhadap krisis adalah dengan cara yang sama seperti China. Jadi, bagi China menghindari atau mengelola krisis dan eskalasi pada dasarnya adalah tanggung jawab Amerika Serikat,” paparnya.
"Oleh karena itu, China lebih banyak berbicara tentang pencegahan krisis dibandingkan manajemen krisis. Idenya adalah bahwa Amerika Serikat pada dasarnya harus berperilaku baik dan krisis pun tidak akan terjadi," sebut Santoro.
tulis komentar anda