7 Fakta Coxs Bazar Kamp Pengungsi Terbesar di Dunia, Hidup Tanpa Status Kewarganegaraan di Negara Orang
Sabtu, 26 Agustus 2023 - 21:35 WIB
Kondisi tempat tinggal yang sempit juga menyebabkan sanitasi yang buruk dan penyebaran penyakit.
Hero, yang bekerja sebagai relawan kemanusiaan mengatakan kepada Al Jazeera bahwa banyak orang di setiap keluarga menderita demam berdarah dan penyakit lain termasuk penyakit yang ditularkan melalui air dan infeksi kulit karena kurangnya kebersihan dan akses terhadap air dan sanitasi yang layak.
Menurut standar UNHCR, toilet umum tidak boleh dipakai bersama oleh lebih dari 20 orang selama fase darurat di kamp. Namun, pada akomodasi jangka panjang, satu jamban harus diperuntukkan bagi satu keluarga (4-6 orang).
Sembilan belas dari 33 kamp di Cox’s Bazar beroperasi di luar pedoman PBB.
Kamp pengungsi Kutupalong memiliki kondisi terburuk. Di sana, setiap toilet digunakan bersama oleh rata-rata 54 orang.
Ilustrasi di bawah ini membandingkan jumlah orang per jamban di 33 kamp.
“Kami melakukan survei baru-baru ini…dan ternyata banyak toilet yang meluap, tidak dapat digunakan karena tidak memiliki penerangan yang memadai. Jadi meski infrastrukturnya sudah ada, fasilitasnya sendiri belum memadai,” kata Jegan kepada Al Jazeera.
“Banyak sekali orang yang bahkan tidak bisa tidur di malam hari karena air. Keluarga [takut] anak-anak mereka akan meninggal karena sebagian besar masyarakat yang tinggal di daerah tinggi [menghadapi tanah longsor],” kata Abdumonab kepada Al Jazeera.
Terkait sumber air, 22 dari 33 kamp beroperasi sesuai standar PBB yaitu satu pasokan air untuk setiap 80 orang. Namun, dua kubu khususnya, yaitu Kamp 22 dan kubu Nayapara, melampaui standar tersebut dengan faktor lebih dari 10.
Hero, yang bekerja sebagai relawan kemanusiaan mengatakan kepada Al Jazeera bahwa banyak orang di setiap keluarga menderita demam berdarah dan penyakit lain termasuk penyakit yang ditularkan melalui air dan infeksi kulit karena kurangnya kebersihan dan akses terhadap air dan sanitasi yang layak.
Menurut standar UNHCR, toilet umum tidak boleh dipakai bersama oleh lebih dari 20 orang selama fase darurat di kamp. Namun, pada akomodasi jangka panjang, satu jamban harus diperuntukkan bagi satu keluarga (4-6 orang).
Sembilan belas dari 33 kamp di Cox’s Bazar beroperasi di luar pedoman PBB.
Kamp pengungsi Kutupalong memiliki kondisi terburuk. Di sana, setiap toilet digunakan bersama oleh rata-rata 54 orang.
Ilustrasi di bawah ini membandingkan jumlah orang per jamban di 33 kamp.
“Kami melakukan survei baru-baru ini…dan ternyata banyak toilet yang meluap, tidak dapat digunakan karena tidak memiliki penerangan yang memadai. Jadi meski infrastrukturnya sudah ada, fasilitasnya sendiri belum memadai,” kata Jegan kepada Al Jazeera.
6. Sumber Air yang Kurang
Sementara air dari pompa sangat penting bagi kesejahteraan warga Rohingya. Mereka dihadapkan pada sumber air yang lebih buruk ketika musim hujan dimulai. Banjir dan tanah longsor membuat banyak fasilitas dasar tidak berguna, sementara ketakutan yang sangat besar terhadap dampak curah hujan membayangi banyak orang.“Banyak sekali orang yang bahkan tidak bisa tidur di malam hari karena air. Keluarga [takut] anak-anak mereka akan meninggal karena sebagian besar masyarakat yang tinggal di daerah tinggi [menghadapi tanah longsor],” kata Abdumonab kepada Al Jazeera.
Terkait sumber air, 22 dari 33 kamp beroperasi sesuai standar PBB yaitu satu pasokan air untuk setiap 80 orang. Namun, dua kubu khususnya, yaitu Kamp 22 dan kubu Nayapara, melampaui standar tersebut dengan faktor lebih dari 10.
tulis komentar anda