7 Kudeta di Afrika, Kebangkitan Melawan Bekas Penjajah Barat dan Neokolonialisme Eropa
Rabu, 16 Agustus 2023 - 08:22 WIB
NIAMEY - Sejarah Afrika dipenuhi berbagai perjuangan melawan penjajahan Eropa dan upaya pemulihan kemandirian.
Salah satu bentuk perlawanan yang menonjol adalah kudeta terhadap para pemimpin yang didukung Barat atau merupakan sisa-sisa penjajahan Eropa.
Kudeta ini sering kali dianggap sebagai tindakan kebangkitan bagi negara-negara Afrika untuk mengakhiri pengaruh asing dan neokolonialisme.
Berikut ini akan mengulas beberapa kudeta penting di negara-negara Afrika yang mencerminkan upaya melawan dominasi Barat dan neokolonialisme Eropa.
Kudeta yang membawa Kapten Thomas Sankara ke kekuasaan di Burkina Faso pada tahun 1983 adalah contoh dari perlawanan terhadap pengaruh Barat.
Sankara melancarkan serangkaian reformasi radikal untuk mengakhiri ketergantungan ekonomi dan politik terhadap Barat.
Kudeta ini menandai perubahan signifikan dalam arah politik dan nasionalisme Burkina Faso.
Pada tahun 1996, pemberontakan militer di Niger yang membuang Presiden Mahamane Ousmane adalah contoh lain dari kudeta melawan pemerintahan yang dianggap terlalu kooperatif dengan kepentingan Barat.
Pemerintahan Ousmane telah mempertahankan hubungan erat dengan mantan penjajahnya, Prancis, yang menuai kritik dari kelompok nasionalis dan anti-Barat.
Kudeta di Mauritania pada tahun 2005 menggulingkan Presiden Maaouya Ould Taya yang mendapat dukungan Barat.
Kudeta ini dipimpin Jenderal Ely Ould Mohamed Vall dan mempengaruhi dinamika politik Mauritania yang dianggap terlalu mendekati Barat.
Pada tahun 2012, kudeta di Guinea-Bissau menggulingkan pemerintahan yang terkait erat dengan Portugal.
Kudeta ini mencerminkan aspirasi nasionalis dan ketidakpuasan terhadap pengaruh asing yang masih kuat di negara tersebut.
Penggulingan Presiden Amadou Toumani Toure di Mali pada tahun 2012 oleh kelompok militer menggarisbawahi dampak neokolonialisme dan ketidakstabilan politik.
Walaupun didukung Barat dan dikenal sebagai pribadi yang moderat, Toure dianggap terlalu pasif dalam menghadapi krisis internal.
Kudeta ini menunjukkan kompleksitas tantangan yang dihadapi oleh negara-negara Afrika dalam menjaga stabilitas politik dan menghadapi campur tangan asing.
Pada tahun 2022, Burkina Faso menyaksikan kudeta yang menggulingkan pemerintahan Presiden Roch Marc Christian Kabore.
Kabore, yang terpilih secara demokratis pada 2015, menghadapi ketidakpuasan masyarakat atas situasi keamanan yang memburuk dan kemiskinan yang terus merajalela.
Kudeta ini dipimpin kelompok militer dan menunjukkan betapa kompleksnya tantangan yang dihadapi oleh negara-negara Afrika dalam menjaga stabilitas politik dan menghadapi tekanan dari dalam dan luar negeri.
Militer Burkina Faso merebut kekuasaan melalui kudeta pada 23-24 Januari 2022, menggulingkan Presiden Roch Marc Kabore.
Pada 31 Januari 2022, junta militer memulihkan konstitusi dan mengangkat Paul-Henri Sandaogo Damiba sebagai presiden sementara.
Namun Damiba digulingkan dalam kudeta kedua pada 30 September 2022 dan digantikan oleh bekas pendukungnya, Kapten Ibrahim Traore.
Pada akhir 26 Juli 2023, kudeta oleh militer menggulingkan Presiden Mohamed Bazoum, mengakhiri Republik Ketujuh.
Pada tanggal 28 Juli, Jenderal Abdourahamane Tchiani memproklamasikan dirinya sebagai kepala negara de facto.
Kudeta ini dilancarkan oleh kelompok militer yang tidak puas dengan pemerintahan dan situasi politik di negara tersebut.
Mohamed Bazoum merupakan tokoh yang didukung Barat, terutama bekas penjajah Prancis.
Kudeta ini mencerminkan ketidakstabilan politik yang sering kali muncul dalam banyak negara Afrika, sekaligus menyoroti kerentanan mereka terhadap campur tangan militer dan politik dari dalam dan luar negeri.
Berbagai kudeta ini, termasuk kudeta di Burkina Faso dan Niger, menunjukkan bahwa perjuangan untuk mengakhiri pengaruh Barat dan neokolonialisme Eropa masih berlangsung di banyak negara Afrika.
Meskipun kudeta bisa menciptakan kekacauan dan mengancam stabilitas, mereka juga merupakan refleksi dari keinginan rakyat mencari solusi atas ketidakpuasan mereka terhadap ketidaksetaraan, korupsi, dan lemahnya pemerintahan yang didukung Barat.
Kudeta di negara-negara Afrika terhadap pemimpin yang didukung Barat atau bekas penjajah Eropa adalah refleksi dari perjuangan panjang negara-negara tersebut dalam mencapai kemandirian sejati.
Meskipun beberapa kudeta ini mungkin berakibat buruk dan berdampak negatif terhadap stabilitas politik dan ekonomi, mereka juga mencerminkan semangat perlawanan dan upaya melawan neokolonialisme.
Benua Afrika terus berusaha mengatasi tantangan ini dan mengukir masa depan yang lebih mandiri, kuat, dan berkelanjutan.
Salah satu bentuk perlawanan yang menonjol adalah kudeta terhadap para pemimpin yang didukung Barat atau merupakan sisa-sisa penjajahan Eropa.
Kudeta ini sering kali dianggap sebagai tindakan kebangkitan bagi negara-negara Afrika untuk mengakhiri pengaruh asing dan neokolonialisme.
Berikut ini akan mengulas beberapa kudeta penting di negara-negara Afrika yang mencerminkan upaya melawan dominasi Barat dan neokolonialisme Eropa.
1. Kudeta di Burkina Faso (1983): Revolusi Thomas Sankara
Kudeta yang membawa Kapten Thomas Sankara ke kekuasaan di Burkina Faso pada tahun 1983 adalah contoh dari perlawanan terhadap pengaruh Barat.
Sankara melancarkan serangkaian reformasi radikal untuk mengakhiri ketergantungan ekonomi dan politik terhadap Barat.
Kudeta ini menandai perubahan signifikan dalam arah politik dan nasionalisme Burkina Faso.
2. Kudeta di Niger (1996): Pemberontakan Tanduk Afrika
Pada tahun 1996, pemberontakan militer di Niger yang membuang Presiden Mahamane Ousmane adalah contoh lain dari kudeta melawan pemerintahan yang dianggap terlalu kooperatif dengan kepentingan Barat.
Pemerintahan Ousmane telah mempertahankan hubungan erat dengan mantan penjajahnya, Prancis, yang menuai kritik dari kelompok nasionalis dan anti-Barat.
3. Kudeta di Mauritania (2005): Mengakhiri Rezim Tuanaya
Kudeta di Mauritania pada tahun 2005 menggulingkan Presiden Maaouya Ould Taya yang mendapat dukungan Barat.
Kudeta ini dipimpin Jenderal Ely Ould Mohamed Vall dan mempengaruhi dinamika politik Mauritania yang dianggap terlalu mendekati Barat.
4. Kudeta di Guinea-Bissau (2012): Membongkar Pengaruh Portugal
Pada tahun 2012, kudeta di Guinea-Bissau menggulingkan pemerintahan yang terkait erat dengan Portugal.
Kudeta ini mencerminkan aspirasi nasionalis dan ketidakpuasan terhadap pengaruh asing yang masih kuat di negara tersebut.
5. Kudeta di Mali: Amadou Toumani Toure (2012)
Penggulingan Presiden Amadou Toumani Toure di Mali pada tahun 2012 oleh kelompok militer menggarisbawahi dampak neokolonialisme dan ketidakstabilan politik.
Walaupun didukung Barat dan dikenal sebagai pribadi yang moderat, Toure dianggap terlalu pasif dalam menghadapi krisis internal.
Kudeta ini menunjukkan kompleksitas tantangan yang dihadapi oleh negara-negara Afrika dalam menjaga stabilitas politik dan menghadapi campur tangan asing.
6. Dua Kali Kudeta di Burkina Faso pada 2022
Pada tahun 2022, Burkina Faso menyaksikan kudeta yang menggulingkan pemerintahan Presiden Roch Marc Christian Kabore.
Kabore, yang terpilih secara demokratis pada 2015, menghadapi ketidakpuasan masyarakat atas situasi keamanan yang memburuk dan kemiskinan yang terus merajalela.
Kudeta ini dipimpin kelompok militer dan menunjukkan betapa kompleksnya tantangan yang dihadapi oleh negara-negara Afrika dalam menjaga stabilitas politik dan menghadapi tekanan dari dalam dan luar negeri.
Militer Burkina Faso merebut kekuasaan melalui kudeta pada 23-24 Januari 2022, menggulingkan Presiden Roch Marc Kabore.
Pada 31 Januari 2022, junta militer memulihkan konstitusi dan mengangkat Paul-Henri Sandaogo Damiba sebagai presiden sementara.
Namun Damiba digulingkan dalam kudeta kedua pada 30 September 2022 dan digantikan oleh bekas pendukungnya, Kapten Ibrahim Traore.
Baca Juga
7. Kudeta di Niger (2023)
Pada akhir 26 Juli 2023, kudeta oleh militer menggulingkan Presiden Mohamed Bazoum, mengakhiri Republik Ketujuh.
Pada tanggal 28 Juli, Jenderal Abdourahamane Tchiani memproklamasikan dirinya sebagai kepala negara de facto.
Kudeta ini dilancarkan oleh kelompok militer yang tidak puas dengan pemerintahan dan situasi politik di negara tersebut.
Mohamed Bazoum merupakan tokoh yang didukung Barat, terutama bekas penjajah Prancis.
Kudeta ini mencerminkan ketidakstabilan politik yang sering kali muncul dalam banyak negara Afrika, sekaligus menyoroti kerentanan mereka terhadap campur tangan militer dan politik dari dalam dan luar negeri.
Berbagai kudeta ini, termasuk kudeta di Burkina Faso dan Niger, menunjukkan bahwa perjuangan untuk mengakhiri pengaruh Barat dan neokolonialisme Eropa masih berlangsung di banyak negara Afrika.
Meskipun kudeta bisa menciptakan kekacauan dan mengancam stabilitas, mereka juga merupakan refleksi dari keinginan rakyat mencari solusi atas ketidakpuasan mereka terhadap ketidaksetaraan, korupsi, dan lemahnya pemerintahan yang didukung Barat.
Kudeta di negara-negara Afrika terhadap pemimpin yang didukung Barat atau bekas penjajah Eropa adalah refleksi dari perjuangan panjang negara-negara tersebut dalam mencapai kemandirian sejati.
Meskipun beberapa kudeta ini mungkin berakibat buruk dan berdampak negatif terhadap stabilitas politik dan ekonomi, mereka juga mencerminkan semangat perlawanan dan upaya melawan neokolonialisme.
Benua Afrika terus berusaha mengatasi tantangan ini dan mengukir masa depan yang lebih mandiri, kuat, dan berkelanjutan.
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda