Tragedi Nuklir Tokaimura, Peristiwa yang Ciptakan Manusia Paling Radioaktif di Dunia
Kamis, 06 Juli 2023 - 13:25 WIB
TOKYO - Tragedi nuklir Tokaimura menjadi salah satu insiden terburuk yang pernah melanda Jepang. Kejadian ini bahkan membuat salah satu korbannya menjadi manusia paling radioaktif di dunia.
Tokaimura merupakan salah satu desa yang terletak di bagian pesisir timur Jepang, tepatnya di prefektur Ibaraki. Lokasi ini telah menjadi salah satu tempat Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sejak tahun 1956.
Dilansir dari laman IFL Science, tragedi mengerikan ini terjadi pada 30 September 1999, ketika reaksi berantai tidak terkendali yang dipicu oleh bahan radioaktif.
Meskipun tragedi nuklir Tokaimura ini tidak disertai ledakan, namun selama 20 jam usai peristiwa tersebut, terdapat sekitar 49 orang di dalam pabrik terpapar radiasi berbahaya.
Kecelakaan itu terjadi di pabrik persiapan bahan bakar kecil di Prefektur Ibaraki yang memasok penelitian khusus dan reaktor eksperimental, yang dioperasikan oleh JCO (sebelumnya Japan Nuclear Fuel Conversion Co).
Dari kabar yang beredar, diketahui bahwa JCO tidak menerapkan aturan-aturan yang dikeluarkan pemerintah Jepang terkait prosedur keamanan dan langkah-langkah mengolah uranium menjadi reaktor.
Lebih parahnya, JCO juga tidak menetapkan kualifikasi khusus bagi karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut, sehingga pekerja yang punya pengetahuan tentang nuklir sangatlah minim.
Akhirnya, tiga orang pekerja yakni Hisashi Ouchi, Masato Shinohara, dan supervisor mereka, Yutaka Yokokawa, melakukan eksperimen berbahaya dengan memasukkan bahan-bahan yang tidak sesuai dengan SOP aturan keamanan.
Mereka menambah jumlah takaran uranium dioksida dalam campuran reaktor nuklir demi cepat menyelesaikan pekerjaan.
Menurut Daily Star, mereka memasukkan 16 kg uranium ke dalam tangki pencampuran, sedangkan batas maksimalnya hanya 2,4 kg saja.
Setelah dimasukkannya uranium tersebut, campuran reaktor nuklir langsung mencapai titik kritis atau titik di mana reaksi nuklir berantai bakal terjadi.
Hasilnya, gedung tempat mereka melakukan kegiatan tersebut langsung diselimuti sinar biru yang melepaskan radiasi neutron dan sinar gamma.
Mereka bertiga akhirnya keluar dari tempat tersebut sambil menderita pusing, mual, dan muntah-muntah sebagai gejala awal terpapar radiasi tersebut.
Ketiga orang ini langsung dibawa ke Rumah Sakit Universitas Tokyo. Kemudian, para pekerja dan penduduk di sekitar tempat kejadian langsung diperintahkan mengisolasi diri.
Saking kuatnya paparan radiasi yang ditimbulkan membuat tiga orang ini terpapar radiasi nuklir yang cukup besar.
Yokokawa terkena radiasi 3 SV (Sieverts), Shinohara mendapat 10 SV, dan Ouchi jadi yang terbesar dengan 17 SV.
Sedangkan batas maksimal paparan radiasi nuklir yang bisa diterima oleh manusia adalah 0,05 SV per tahun, sedangkan batas selamat manusia yang terpapar radiasi adalah 7 SV. Sehingga di atas batas tersebut sudah dipastikan meninggal.
Hal inilah yang menjadikan Hisashi Ouchi menjadi manusia paling radioaktif di dunia. Setelah mencapai rumah sakit, kondisi Ouchi sudah sangat parah, sebab kromosom dan DNA miliknya sudah hancur.
Karenanya, tubuh Ouchi kini sudah tidak bisa meregenerasi sel darah putih, dan tak dapat menyembuhkan luka.
Meskipun Dokter sudah melakukan transfusi darah putih, upaya tersebut harus gagal sebab sistem imun abnormal Ouchi menyerang sel darah putih yang ada.
Berbagai upaya telah dilakukan dokter untuk menyelamatkan Ouchi yang tubuhnya sudah mulai hancur. Mulai dari transplantasi kulit, hingga menyembuhkan berbagai penyakitnya.
Sayangnya, seluruh upaya tersebut harus gagal. Setelah 83 hari bertahan hidup dalam paparan radiasi nuklir, Hisashi Ouchi akhirnya meninggal.
Sementara kedua rekan yang ikut dalam eksperimen tersebut, yakni Shinohara yang terkena 10 SV juga meninggal empat bulan kemudian. Sedangkan Yokokawa bisa selamat 3 bulan setelah dirawat. Kemudian dia harus bertanggung jawab atas keputusannya sebagai supervisor yang dianggap lalai pada tahun 2000.
Lihat Juga: Kisah Nishimura Mako, Satu-satunya Wanita yang Gabung Yakuza dan Tak Pernah Kalah Bertarung
Tokaimura merupakan salah satu desa yang terletak di bagian pesisir timur Jepang, tepatnya di prefektur Ibaraki. Lokasi ini telah menjadi salah satu tempat Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sejak tahun 1956.
Dilansir dari laman IFL Science, tragedi mengerikan ini terjadi pada 30 September 1999, ketika reaksi berantai tidak terkendali yang dipicu oleh bahan radioaktif.
Meskipun tragedi nuklir Tokaimura ini tidak disertai ledakan, namun selama 20 jam usai peristiwa tersebut, terdapat sekitar 49 orang di dalam pabrik terpapar radiasi berbahaya.
Kecelakaan itu terjadi di pabrik persiapan bahan bakar kecil di Prefektur Ibaraki yang memasok penelitian khusus dan reaktor eksperimental, yang dioperasikan oleh JCO (sebelumnya Japan Nuclear Fuel Conversion Co).
Dari kabar yang beredar, diketahui bahwa JCO tidak menerapkan aturan-aturan yang dikeluarkan pemerintah Jepang terkait prosedur keamanan dan langkah-langkah mengolah uranium menjadi reaktor.
Lebih parahnya, JCO juga tidak menetapkan kualifikasi khusus bagi karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut, sehingga pekerja yang punya pengetahuan tentang nuklir sangatlah minim.
Akhirnya, tiga orang pekerja yakni Hisashi Ouchi, Masato Shinohara, dan supervisor mereka, Yutaka Yokokawa, melakukan eksperimen berbahaya dengan memasukkan bahan-bahan yang tidak sesuai dengan SOP aturan keamanan.
Baca Juga
Mereka menambah jumlah takaran uranium dioksida dalam campuran reaktor nuklir demi cepat menyelesaikan pekerjaan.
Menurut Daily Star, mereka memasukkan 16 kg uranium ke dalam tangki pencampuran, sedangkan batas maksimalnya hanya 2,4 kg saja.
Setelah dimasukkannya uranium tersebut, campuran reaktor nuklir langsung mencapai titik kritis atau titik di mana reaksi nuklir berantai bakal terjadi.
Hasilnya, gedung tempat mereka melakukan kegiatan tersebut langsung diselimuti sinar biru yang melepaskan radiasi neutron dan sinar gamma.
Mereka bertiga akhirnya keluar dari tempat tersebut sambil menderita pusing, mual, dan muntah-muntah sebagai gejala awal terpapar radiasi tersebut.
Ketiga orang ini langsung dibawa ke Rumah Sakit Universitas Tokyo. Kemudian, para pekerja dan penduduk di sekitar tempat kejadian langsung diperintahkan mengisolasi diri.
Saking kuatnya paparan radiasi yang ditimbulkan membuat tiga orang ini terpapar radiasi nuklir yang cukup besar.
Yokokawa terkena radiasi 3 SV (Sieverts), Shinohara mendapat 10 SV, dan Ouchi jadi yang terbesar dengan 17 SV.
Sedangkan batas maksimal paparan radiasi nuklir yang bisa diterima oleh manusia adalah 0,05 SV per tahun, sedangkan batas selamat manusia yang terpapar radiasi adalah 7 SV. Sehingga di atas batas tersebut sudah dipastikan meninggal.
Hal inilah yang menjadikan Hisashi Ouchi menjadi manusia paling radioaktif di dunia. Setelah mencapai rumah sakit, kondisi Ouchi sudah sangat parah, sebab kromosom dan DNA miliknya sudah hancur.
Karenanya, tubuh Ouchi kini sudah tidak bisa meregenerasi sel darah putih, dan tak dapat menyembuhkan luka.
Meskipun Dokter sudah melakukan transfusi darah putih, upaya tersebut harus gagal sebab sistem imun abnormal Ouchi menyerang sel darah putih yang ada.
Berbagai upaya telah dilakukan dokter untuk menyelamatkan Ouchi yang tubuhnya sudah mulai hancur. Mulai dari transplantasi kulit, hingga menyembuhkan berbagai penyakitnya.
Sayangnya, seluruh upaya tersebut harus gagal. Setelah 83 hari bertahan hidup dalam paparan radiasi nuklir, Hisashi Ouchi akhirnya meninggal.
Sementara kedua rekan yang ikut dalam eksperimen tersebut, yakni Shinohara yang terkena 10 SV juga meninggal empat bulan kemudian. Sedangkan Yokokawa bisa selamat 3 bulan setelah dirawat. Kemudian dia harus bertanggung jawab atas keputusannya sebagai supervisor yang dianggap lalai pada tahun 2000.
Lihat Juga: Kisah Nishimura Mako, Satu-satunya Wanita yang Gabung Yakuza dan Tak Pernah Kalah Bertarung
(sya)
tulis komentar anda