Kontroversi Kebijakan Amerika Serikat Keluar dari COP-21 Paris Climate Change Agreement
Selasa, 06 Juni 2023 - 12:15 WIB
WASHINGTON - Presiden Donald J. Trump membawa karakter pemerintahan yang berbeda dengan Presiden Amerika Serikat (AS) sebelumnya, yaitu Barack Obama.
Terdapat pernyataan-pernyataan kontroversial yang disampaikan Trump, salah satunya terkait isu perubahan iklim yang menurutnya hanya berita bohong buatan Tiongkok.
Trump dan partainya memiliki pandangan mengenai kebijakan lingkungan global, khususnya perubahan iklim bukan menjadi isu utama yang dicapai.
Partai Republik memiliki pandangan bahwa kepentingan ekonomi perusahaan AS harus didahulukan daripada kepentingan publik terkait perlindungan lingkungan.
Pandangan tersebut mengantarkan pada penarikan AS dari Paris Agreement yang meningkatkan tensi geopolitik, mengingat kebijakan kebanyak pemimpin negara berfokus pada isu perubahan iklim.
AS dengan kekuatan industrinya menjadi negara penyumbang emisi gas terbesar kedua setelah Tiongkok, yang kemudian mendapat perhatian signifikan dari umat manusia pada abad ini.
Berlandaskan kekhawatiran tersebut, maka PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Rio de Janeiro, Brasil pada 9 Mei 1992.
Pada pertemuan tersebut terbentuk kerja sama multilateral, yaitu United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang menandai dimulainya periode tata Kelola dan negosiasi lingkungan internasional.
UNFCCC membentuk Conference of the Party (COP) yang pertemuannya dilaksanakan setiap tahun, serta memiliki kekuatan membuat keputusan dan memastikan bahwa tujuan utama konvensi diwujudkan secara internasional.
Pertemuan UNFCCC dan COP ke-21 yang digelar di Paris, Prancis pada November 2015 dihadiri oleh para pemimpin dunia, termasuk Barack Obama, Presiden AS kala itu. Sejak saat itu, Pertemuan COP-21 dikenal dengan nama Paris Agreement sebagai mitigasi menjaga suhu global.
Sebagai salah satu negara industri terbesar yang berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca, Amerika Serikat menyetujui konferensi tersebut dan sepakat memenuhi komitmen keuangan yang dirancang oleh negara-negara yang berpartisipasi dalam Green Climate Fund (GFC).
Komitmen AS terhadap perjanjian ini mulai diragukan, ketika pergantian presiden AS dari Barack Obama ke Donald Trump. Hal tersebut bisa terjadi karena terdapat perbedaan karakter diantara kedua pemimpin Amerika Serikat tersebut.
Benar saja pada 1 Juni 2017, pemerintahan Trump secara terbuka mengeluarkan dua opsi terkait komitmen AS pada Paris Agreement, yaitu withdrawal (penarikan) atau breach (pelanggaran).
Keputusan AS keluar dari Paris Agreement apabila dikaitkan dengan kepentingan dalam negeri yang tergambar dalam ide dan kepercayaan Trump, yaitu Make America Great Again dan America First yang melindungi sektor ekonomi, militer, dan keamanan.
Tidak berhenti sampai disitu, imbas dari keluarnya AS dari perjanjian tersebut memberikan dampak geopolitik dunia karena kebijakan iklim tersebut sangat mempengaruhi pengaturan iklim global.
Keputusan tersebut juga mampu memengaruhi keseimbangan hubungan diplomatik antara AS dengan Tiongkok, serta Uni Eropa.
MG/Rizky Annisa Sabrina
Terdapat pernyataan-pernyataan kontroversial yang disampaikan Trump, salah satunya terkait isu perubahan iklim yang menurutnya hanya berita bohong buatan Tiongkok.
Trump dan partainya memiliki pandangan mengenai kebijakan lingkungan global, khususnya perubahan iklim bukan menjadi isu utama yang dicapai.
Partai Republik memiliki pandangan bahwa kepentingan ekonomi perusahaan AS harus didahulukan daripada kepentingan publik terkait perlindungan lingkungan.
Pandangan tersebut mengantarkan pada penarikan AS dari Paris Agreement yang meningkatkan tensi geopolitik, mengingat kebijakan kebanyak pemimpin negara berfokus pada isu perubahan iklim.
AS dengan kekuatan industrinya menjadi negara penyumbang emisi gas terbesar kedua setelah Tiongkok, yang kemudian mendapat perhatian signifikan dari umat manusia pada abad ini.
Berlandaskan kekhawatiran tersebut, maka PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Rio de Janeiro, Brasil pada 9 Mei 1992.
Pada pertemuan tersebut terbentuk kerja sama multilateral, yaitu United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang menandai dimulainya periode tata Kelola dan negosiasi lingkungan internasional.
UNFCCC membentuk Conference of the Party (COP) yang pertemuannya dilaksanakan setiap tahun, serta memiliki kekuatan membuat keputusan dan memastikan bahwa tujuan utama konvensi diwujudkan secara internasional.
Pertemuan UNFCCC dan COP ke-21 yang digelar di Paris, Prancis pada November 2015 dihadiri oleh para pemimpin dunia, termasuk Barack Obama, Presiden AS kala itu. Sejak saat itu, Pertemuan COP-21 dikenal dengan nama Paris Agreement sebagai mitigasi menjaga suhu global.
Sebagai salah satu negara industri terbesar yang berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca, Amerika Serikat menyetujui konferensi tersebut dan sepakat memenuhi komitmen keuangan yang dirancang oleh negara-negara yang berpartisipasi dalam Green Climate Fund (GFC).
Komitmen AS terhadap perjanjian ini mulai diragukan, ketika pergantian presiden AS dari Barack Obama ke Donald Trump. Hal tersebut bisa terjadi karena terdapat perbedaan karakter diantara kedua pemimpin Amerika Serikat tersebut.
Benar saja pada 1 Juni 2017, pemerintahan Trump secara terbuka mengeluarkan dua opsi terkait komitmen AS pada Paris Agreement, yaitu withdrawal (penarikan) atau breach (pelanggaran).
Keputusan AS keluar dari Paris Agreement apabila dikaitkan dengan kepentingan dalam negeri yang tergambar dalam ide dan kepercayaan Trump, yaitu Make America Great Again dan America First yang melindungi sektor ekonomi, militer, dan keamanan.
Tidak berhenti sampai disitu, imbas dari keluarnya AS dari perjanjian tersebut memberikan dampak geopolitik dunia karena kebijakan iklim tersebut sangat mempengaruhi pengaturan iklim global.
Keputusan tersebut juga mampu memengaruhi keseimbangan hubungan diplomatik antara AS dengan Tiongkok, serta Uni Eropa.
MG/Rizky Annisa Sabrina
(ahm)
tulis komentar anda