3 Alasan Jepang Bukan Lagi Negara Cinta Damai
Sabtu, 20 Mei 2023 - 10:15 WIB
TOKYO - Kekalahan pada Perang Dunia II dan pengeboman Hiroshima dan Nagasaki menjadi peristiwa yang memicu Jepang sebagai negara pasifisme yang mendukung perdamaian. Tapi, ketegangan geopolitik dan ancaman negara tetangga menjadi Jepang meninggalkan ideologi dan membangun militer untuk menghadapi ancaman asing.
Tren militerisasi Jepang juga dipicu menguatnya sentimen nasionalisme di kalangan konservatif. Dalam berbagai jajak pendapat, publik Jepang juga mulai memberikan dukungan agar Jepang menjadi negara dengan kekuatan militer yang kuat.
Survei pemerintah terbaru menunjukkan rakyat mendukung Pasukan Bela Diri Jepang (SDF) yang lebih besar dan kuat dari 29% pada 2018 menjadi 41,5% pada tahun 2022. Dukungan terhadap aliansi Jepang dan Amerika Serikat (AS) juga meningkat menjadi 90%, bahkan 50% penduduk jepang mendukung amendemen Pasal 9 Konstitusi Jepang tentang larangan Jepang memiliki militer.
Perdana Menteri (PM) Jepang Fumio Kishida sudah meningkatkan anggaran militernya. Dia membeli armada pesawat tempur dan memesan misil Tomahawk. Jepang menganggarkan USD331 miliar untuk anggaran pertahanan dalam beberapa tahun terakhir.
Pada 2027, militer Jepang akan menganggar 2% dari produk domestik bruto (PDB). Tokyo akan menjadi negara ketiga dengan anggaran militer terbesar di dunia.
Berikut 3 alasan kenapa Jepang memperkuat militernya dan menjadi negara yang meninggalkan ideologi pasifisme.
1. China Terus Memperkuat Militer
Foto/Reuters
China menghabiskan miliaran dolar untuk memperkuat militernya. Apa yang dilakukan China tidak lain karena mereka bermanuver di Laut China Selatan dan mempersiapkan diri untuk menginvasi Thailand. Tapi, apa yang dilakukan China juga membuat Jepang sangat khawatir dengan kondisi tersebut.
Ada ketakutan jika konflik yang dipicu China di Taiwan dan Laut China Selatan akan memaksa Jepang untuk ikut campur. Apalagi, Amerika Serikat (AS) memiliki pangkalan militer di Jepang. Itu menjadi konsentrasi pasukan AS terbesar di luar negara asalnya.
2. Ancaman Nuklir Korea Utara
Foto/Reuters
Korea Utara (Korut) berulang kali mengirimkan misil yang melintasi wilayah Jepang. Tokyo tidak menembak jatuh misil tersebut. Tapi, mereka justru membiarkan.
“Adanya pemahaman yang umum bahwa orang Jepang kini hidup di antara tetangga yang keras,” kata Kazuto Suzuki, pakar keamanan internasional di Universitas Tokyo, dilansirBBC.
3. Aliansi China dan Rusia
Foto/Reuters
Jepang sangat takut dengan kedekatan antara China dan Rusia. Apalagi, Moskow dan Beijing semakin mesra sejak invasi Rusia ke Ukraina.
Tokyo sebagai aliansi Barat juga sangat takut ketika Rusia menggunakan senjata nuklir dalam perang di Ukraina. Ketika Jepang melintasi garis merah dan melakukan lompatan, maka Tokyo akan berjuang dalam identitas pasca-perang Dunia II.
Penguatan aliansi China dan Rusia juga menjadikan Jepang meningkatkan anggaran pertahanan. “Pemerintah Jepang berusaha bergerak kedepan dengan meningkatkan kemampuan DSF,” kata James D Brown, pakar politik dari Universitas Temple Jepang. Dengan memperkuat militer, Jepang berusaha mempertahankan perdamaian.
Tren militerisasi Jepang juga dipicu menguatnya sentimen nasionalisme di kalangan konservatif. Dalam berbagai jajak pendapat, publik Jepang juga mulai memberikan dukungan agar Jepang menjadi negara dengan kekuatan militer yang kuat.
Survei pemerintah terbaru menunjukkan rakyat mendukung Pasukan Bela Diri Jepang (SDF) yang lebih besar dan kuat dari 29% pada 2018 menjadi 41,5% pada tahun 2022. Dukungan terhadap aliansi Jepang dan Amerika Serikat (AS) juga meningkat menjadi 90%, bahkan 50% penduduk jepang mendukung amendemen Pasal 9 Konstitusi Jepang tentang larangan Jepang memiliki militer.
Perdana Menteri (PM) Jepang Fumio Kishida sudah meningkatkan anggaran militernya. Dia membeli armada pesawat tempur dan memesan misil Tomahawk. Jepang menganggarkan USD331 miliar untuk anggaran pertahanan dalam beberapa tahun terakhir.
Pada 2027, militer Jepang akan menganggar 2% dari produk domestik bruto (PDB). Tokyo akan menjadi negara ketiga dengan anggaran militer terbesar di dunia.
Berikut 3 alasan kenapa Jepang memperkuat militernya dan menjadi negara yang meninggalkan ideologi pasifisme.
1. China Terus Memperkuat Militer
Foto/Reuters
China menghabiskan miliaran dolar untuk memperkuat militernya. Apa yang dilakukan China tidak lain karena mereka bermanuver di Laut China Selatan dan mempersiapkan diri untuk menginvasi Thailand. Tapi, apa yang dilakukan China juga membuat Jepang sangat khawatir dengan kondisi tersebut.
Ada ketakutan jika konflik yang dipicu China di Taiwan dan Laut China Selatan akan memaksa Jepang untuk ikut campur. Apalagi, Amerika Serikat (AS) memiliki pangkalan militer di Jepang. Itu menjadi konsentrasi pasukan AS terbesar di luar negara asalnya.
2. Ancaman Nuklir Korea Utara
Foto/Reuters
Korea Utara (Korut) berulang kali mengirimkan misil yang melintasi wilayah Jepang. Tokyo tidak menembak jatuh misil tersebut. Tapi, mereka justru membiarkan.
“Adanya pemahaman yang umum bahwa orang Jepang kini hidup di antara tetangga yang keras,” kata Kazuto Suzuki, pakar keamanan internasional di Universitas Tokyo, dilansirBBC.
Baca Juga
3. Aliansi China dan Rusia
Foto/Reuters
Jepang sangat takut dengan kedekatan antara China dan Rusia. Apalagi, Moskow dan Beijing semakin mesra sejak invasi Rusia ke Ukraina.
Tokyo sebagai aliansi Barat juga sangat takut ketika Rusia menggunakan senjata nuklir dalam perang di Ukraina. Ketika Jepang melintasi garis merah dan melakukan lompatan, maka Tokyo akan berjuang dalam identitas pasca-perang Dunia II.
Penguatan aliansi China dan Rusia juga menjadikan Jepang meningkatkan anggaran pertahanan. “Pemerintah Jepang berusaha bergerak kedepan dengan meningkatkan kemampuan DSF,” kata James D Brown, pakar politik dari Universitas Temple Jepang. Dengan memperkuat militer, Jepang berusaha mempertahankan perdamaian.
(ahm)
tulis komentar anda