7 Fakta Perang Sudan yang Sudah Renggut 400 Jiwa Lebih

Jum'at, 21 April 2023 - 23:50 WIB
7 Fakta Perang Sudan yang Sudah Renggut 400 Jiwa Lebih. FOTO/Reuters
KHARTOUM - Setidaknya 413 orang tewas dalam pertempuran di Sudan sejak kekerasan pecah pada 15 April, menurut Organisasi Kesehatan Dunia PBB. Kebanyakan dari mereka yang tewas adalah warga sipil .

Seorang warga Amerika Serikar (AS) termasuk di antara mereka yang tewas, kata Departemen Luar Negeri AS, Kamis (20/4/2023), tanpa memberikan perincian lebih lanjut. Belum ada tanda-tanda pertempuran akan berhenti dalam waktu dekat.



Berikut 7 fakta perang Sudan

Pertempuran

Ibukota Sudan, Khartoum, dan kota kembarnya, Omdurman dan Bahri, telah diguncang oleh pertempuran sengit antara tentara Sudan dengan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter sejak 15 April.



Dalam pernyataan pertamanya, Kepala Angkatan Bersenjata Sudan, Jenderal Abdel Fattah Burhan, mengatakan pada Jumat (21/4/2023), bahwa dia berkomitmen untuk "transisi yang aman ke pemerintahan sipil" untuk negara Afrika timur, Associated Press melaporkan.

Komentar tersebut tampaknya merupakan tawaran untuk mendapatkan dukungan internasional karena pertempuran mematikan antara pasukannya dan musuhnya, Jenderal Mohammed Hamdan Dagalo, terus berlanjut.

Korban Warga Sipil

Lebih dari 413 orang tewas dalam pertempuran itu, dan hampir 3.200 lainnya terluka di Khartoum, wilayah barat Darfur dan negara bagian lain. Sedikitnya sembilan anak tewas dan lebih dari 50 lainnya terluka sejak konflik pecah, kata UNICEF.

Sebanyak 70 persen rumah sakit di Khartoum dan negara bagian tetangga telah "tidak berfungsi" karena pertempuran, menurut Persatuan Dokter Sudan. Lebih banyak orang telah meninggalkan ibukota. Sebagian besar dapat melewati pos pemeriksaan, tetapi beberapa telah dihentikan, menurut warga dan unggahan media sosial.



Gencatan Senjata

Pemimpin RSF, Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, yang dikenal luas sebagai Hemedti, memberikan wawancara telepon kepada Al Jazeera dan mengatakan kelompoknya menyerukan gencatan senjata kemanusiaan tetapi “pihak lain tidak mau.”

“Kami berkomitmen (untuk menegakkan) gencatan senjata, tetapi pihak lain membom kami dengan semua mesin (militer),” kata Dagalo. “Kami tidak berbicara tentang duduk dengan penjahat,” lanjut komandan RSF itu.

“Kami telah bernegosiasi [dengan panglima militer Abdel Fattah al-Burhan] selama dua tahun tanpa hasil.”

Beberapa pertempuran paling sengit telah difokuskan di sekitar kompleks perumahan markas tentara dan kediaman Jenderal al-Burhan.

Diplomasi

Tiga penerbangan yang membawa 177 tentara Mesir dari Sudan telah tiba di Kairo, dan kelompok terpisah yang terdiri dari 27 personel Angkatan Udara berada dalam perawatan kedutaan Mesir di Sudan, menurut pernyataan militer.

Militer Sudan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa ratusan tentara Mesir itu dievakuasi dari kota utara Dongola melalui empat pesawat militer Mesir. Menurut laporan Reuters, ratusan tentara Mesir berada di Sudan untuk berpartisipasi dalam latihan Angkatan Udara gabungan dan terjebak di sana ketika perang saudara antara militer Sudan dan RSF pecah.

Evakuasi Warga Asing

Kekuatan internasional, berjuang untuk mengevakuasi warganya setelah bandara dan beberapa kedutaan perumahan distrik terjebak dalam kekerasan, telah berulang kali mendorong gencatan senjata, namun tidak banyak berpengaruh.

Kementerian Pertahanan Jepang telah memulai persiapan untuk mengevakuasi warganya dari Sudan di tengah pertempuran mematikan. Hal itu diungkapkan seorang juru bicara pemerintah Jepang, Rabu (19/4/2023). “Menteri Luar Negeri Jepang meminta Menteri Pertahanan untuk menggunakan pesawat Pasukan Bela Diri untuk evakuasi,” kata Kepala Sekretaris Kabinet Hirokazu Matsuno, seperti dikutip dari Al Arabiya.



Pihak Asing di Balik Perang Sudan

Pengguna media sosial mengedarkan rekaman yang dikaitkan dengan mantan Kepala Intelijen Sudan, Salah Gosh, yang menuduh Uni Emirat Arab (UEA) berada di balik peristiwa baru-baru ini di Sudan.

Menurut rekaman yang dilansir Middle East Monitor, UEA diduga mendirikan “pusat komando” di Abu Dhabi dengan tujuan mengganti tentara dengan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) yang dipimpin Mohamed Hamdan Dagalo, yang dikenal sebagai Hemedti.

Dalam rekaman audio yang diduga tidak dapat diverifikasi, seorang pria yang diidentifikasi sebagai Kepala Staf Angkatan Darat Sudan, Jenderal Kamal Abdel Marouf, mengatakan, “Perubahan awal di Sudan dimulai dengan konspirasi Masonik dari dalam sistem, dan dari negara-negara penggembala unta di Teluk yang mensponsori perubahan, serta negara-negara asing yang mengandalkan beberapa individu pengembara di Eropa yang mengaku sebagai aktivis tetapi sebenarnya adalah para pedagang politik."

Wagner Group Bantah Terlibat

Kelompok tentara bayaran Rusia, Wagner Group, membantah beroperasi di Sudan. Mereka mengatakan tidak terkait dengan perang saudara yang mengguncang negara Afrika yang sangat miskin itu. Diplomat Barat di Khartoum mengatakan pada Maret 2022 bahwa pasukan Wagner Group terlibat dalam penambangan emas ilegal di Sudan, di antara aktivitas lainnya.

Namun, Sudan menyangkal klaim diplomat tersebut. “Karena banyaknya pertanyaan dari berbagai media asing tentang Sudan, yang sebagian besar bersifat provokatif, kami menganggap perlu untuk memberi tahu semua orang bahwa staf Wagner sudah tidak berada di Sudan selama lebih dari dua tahun,” tulis kelompok tentara bayaran yang berbasis di Rusia itu di Telegram, seperti dikutip Reuters, Kamis (20/4/2023).
(esn)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More