China Dekati Manila Meski Hubungan Filipina dan AS Makin Mesra
Kamis, 23 Maret 2023 - 20:44 WIB
MANILA - China khawatir dengan hubungan Filipina yang lebih dekat dengan Washington, dan memandang Amerika Serikat (AS) sebagai aktor pengacau terbesar di kawasan itu.
Wakil Menteri Luar Negeri (Menlu) China Sun Weidong menyerukan untuk memperdalam “kerjasama strategis yang komprehensif” antara Beijing dan Manila, yang harus “menjaga arah umum hubungan persahabatan.”
Pernyataan itu muncul menjelang pembicaraan Sun dengan Wakil Menlu Filipina Theresa Lazaro di Manila, di mana diplomat China itu tiba pada 22 Maret untuk kunjungan dua hari.
Negosiasi diadakan dengan latar belakang hubungan yang tegang antara China dan Filipina, dengan Beijing yang sangat prihatin atas kerja sama militer Manila yang lebih dekat dengan Washington.
Secara terpisah, Manila menarik perhatian Beijing pada apa yang digambarkannya sebagai “kehadiran tidak sah” sejumlah kapal angkatan laut dan penjaga pantai China di perairan teritorial Filipina selama beberapa bulan terakhir.
Juru bicara Kementerian Pertahanan (Kemhan) China Tan Kefei mengatakan kepada wartawan akhir bulan lalu bahwa Beijing tidak senang karena AS mendapatkan akses ke empat pangkalan militer baru di Filipina.
Tak hanya itu, China memandang Washington sebagai aktor destabilisasi terbesar di kawasan Asia-Pasifik.
“China dengan cermat mengikuti kecenderungan ini dan mengungkapkan keprihatinan serius atas hal ini. Kami selalu percaya bahwa kerja sama militer dan keamanan antar negara harus berkontribusi pada perlindungan perdamaian dan stabilitas di kawasan dan tidak ditujukan kepada pihak ketiga atau merugikan kepentingan mereka," ujar juru bicara itu.
Menurut Tan, AS telah berulang kali mencoba meningkatkan kehadiran militernya di wilayah tersebut, yang berujung pada ketegangan dan krisis kepercayaan.
“Sekali lagi membuktikan bahwa AS adalah faktor paling berbahaya dan sumber kekacauan terbesar, yang meningkatkan ketegangan regional dan merusak perdamaian dan stabilitas regional,” tegas dia.
Tan berbicara setelah Washington dan Manila setuju bulan lalu untuk memperluas akses AS ke empat pangkalan militer lagi di Filipina sebagai bagian dari Perjanjian Kerjasama Pertahanan yang Ditingkatkan (EDCA), sehingga jumlah total situs EDCA menjadi sembilan.
EDCA, yang ditandatangani pada tahun 2014, merupakan perjanjian militer substansial pertama antara kedua negara sejak tahun 1990-an.
Salah satu tujuan utama kesepakatan itu adalah untuk melawan peningkatan aktivitas Beijing di wilayah tersebut, termasuk di Laut China Selatan dan memastikan ketersediaan pasukan AS di Filipina untuk membantu Manila menanggapi bencana alam.
Dalam perkembangan terpisah bulan ini, Washington dan Manila memulai latihan militer skala besar Salaknib (Perisai) di reservasi militer terbesar di Filipina, Fort Magsaysay. Latihan itu melibatkan sekitar 3.000 personel.
Tahap pertama latihan tahunan akan berlangsung hingga 4 April, dan yang kedua dijadwalkan untuk kuartal kedua tahun ini.
Latihan tersebut bertujuan memperkuat kerja sama pasukan Filipina dan Amerika dalam spektrum operasi militer, menurut Komandan Angkatan Darat Filipina Letnan Jenderal Romeo Brawner Jr.
Wakil Menteri Luar Negeri (Menlu) China Sun Weidong menyerukan untuk memperdalam “kerjasama strategis yang komprehensif” antara Beijing dan Manila, yang harus “menjaga arah umum hubungan persahabatan.”
Pernyataan itu muncul menjelang pembicaraan Sun dengan Wakil Menlu Filipina Theresa Lazaro di Manila, di mana diplomat China itu tiba pada 22 Maret untuk kunjungan dua hari.
Negosiasi diadakan dengan latar belakang hubungan yang tegang antara China dan Filipina, dengan Beijing yang sangat prihatin atas kerja sama militer Manila yang lebih dekat dengan Washington.
Secara terpisah, Manila menarik perhatian Beijing pada apa yang digambarkannya sebagai “kehadiran tidak sah” sejumlah kapal angkatan laut dan penjaga pantai China di perairan teritorial Filipina selama beberapa bulan terakhir.
Juru bicara Kementerian Pertahanan (Kemhan) China Tan Kefei mengatakan kepada wartawan akhir bulan lalu bahwa Beijing tidak senang karena AS mendapatkan akses ke empat pangkalan militer baru di Filipina.
Tak hanya itu, China memandang Washington sebagai aktor destabilisasi terbesar di kawasan Asia-Pasifik.
“China dengan cermat mengikuti kecenderungan ini dan mengungkapkan keprihatinan serius atas hal ini. Kami selalu percaya bahwa kerja sama militer dan keamanan antar negara harus berkontribusi pada perlindungan perdamaian dan stabilitas di kawasan dan tidak ditujukan kepada pihak ketiga atau merugikan kepentingan mereka," ujar juru bicara itu.
Menurut Tan, AS telah berulang kali mencoba meningkatkan kehadiran militernya di wilayah tersebut, yang berujung pada ketegangan dan krisis kepercayaan.
“Sekali lagi membuktikan bahwa AS adalah faktor paling berbahaya dan sumber kekacauan terbesar, yang meningkatkan ketegangan regional dan merusak perdamaian dan stabilitas regional,” tegas dia.
Tan berbicara setelah Washington dan Manila setuju bulan lalu untuk memperluas akses AS ke empat pangkalan militer lagi di Filipina sebagai bagian dari Perjanjian Kerjasama Pertahanan yang Ditingkatkan (EDCA), sehingga jumlah total situs EDCA menjadi sembilan.
EDCA, yang ditandatangani pada tahun 2014, merupakan perjanjian militer substansial pertama antara kedua negara sejak tahun 1990-an.
Salah satu tujuan utama kesepakatan itu adalah untuk melawan peningkatan aktivitas Beijing di wilayah tersebut, termasuk di Laut China Selatan dan memastikan ketersediaan pasukan AS di Filipina untuk membantu Manila menanggapi bencana alam.
Dalam perkembangan terpisah bulan ini, Washington dan Manila memulai latihan militer skala besar Salaknib (Perisai) di reservasi militer terbesar di Filipina, Fort Magsaysay. Latihan itu melibatkan sekitar 3.000 personel.
Tahap pertama latihan tahunan akan berlangsung hingga 4 April, dan yang kedua dijadwalkan untuk kuartal kedua tahun ini.
Latihan tersebut bertujuan memperkuat kerja sama pasukan Filipina dan Amerika dalam spektrum operasi militer, menurut Komandan Angkatan Darat Filipina Letnan Jenderal Romeo Brawner Jr.
(sya)
tulis komentar anda