AS Kelimpungan Jual Cadangan Minyak untuk Imbangi Pemangkasan Produksi Rusia

Rabu, 15 Februari 2023 - 08:01 WIB
Tangki penyimpanan minyak mentah terlihat dalam foto udara di pusat minyak Cushing di Cushing, Oklahoma, AS. Foto/REUTERS/Drone Base
WASHINGTON - Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan pada Senin (13/2/2023) bahwa mereka akan melanjutkan penjualan 26 juta barel minyak mentah yang dijadwalkan dari Cadangan Minyak Strategis (SPR) negara itu.

Langkah tersebut dilakukan setelah pengumuman Rusia akan mengurangi produksi setengah juta barel minyak per hari bulan depan.

“Langkah tersebut telah diamanatkan Kongres AS dan sejalan dengan arahan anggaran yang diberlakukan pada tahun 2015 untuk tahun fiskal saat ini,” ungkap juru bicara Departemen Energi AS.



Tahun lalu, pemerintahan Biden menjual rekor 180 juta barel minyak mentah dari SPR dalam upaya menjinakkan kenaikan harga bahan bakar.



Namun, Departemen Energi sebelumnya telah mempertimbangkan membatalkan penjualan 26 juta barel yang dijadwalkan tahun fiskal ini untuk mengisi cadangan darurat setelah penarikan rekor tahun lalu melihat SPR berkurang menjadi hanya 371 juta barel, level terendah sejak 1983.

Penjualan yang diumumkan akan menurunkan cadangan menjadi sekitar 345 juta barel.

"Biden memuat barel SPR di depan untuk menghindari lonjakan harga bahan bakar pada musim panas," papar Phil Flynn, seorang analis di Price Futures Group.



Dia menambahkan, "Ada kekhawatiran yang berkembang di antara pemerintahan Biden bahwa harga gas akan kembali ke USD4 per galon dan presiden takut akan panas politik yang harus dia ambil."

Pelepasan cadangan minyak terbaru datang setelah Rusia meluncurkan rencana mengekang produksi minyak sebesar 500.000 barel per hari, atau sekitar 5%, bulan depan sebagai pembalasan atas sanksi Barat.

Banyak analis melihat langkah otoritas AS sebagai langkah mengimbangi pengurangan produksi Moskow.

AS berusaha membeli kembali minyak untuk cadangan darurat setelah harga stabil di sekitar USD70 per barel.

Namun, harga minyak mentah WTI melonjak hingga hampir USD80 per barel setelah pengumuman Rusia.

Sejumlah ekonom juga percaya UE telah meremehkan pentingnya pengurangan produksi Rusia, yang terjadi pada saat pemulihan ekonomi yang cepat dan meningkatnya permintaan energi di China.
(sya)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More