Rusuh Rasial Ferguson, AS Pengkhotbah atau Pembual HAM?
A
A
A
FERGUSON - Amerika Serikat (AS) yang selama ini “berkhotbah” soal demokrasi dan hak asasi manusia (HAM) terhadap negara-negara lain, mendadak jadi bulan-bulanan banyak negara. Musababnya tidak lain karena kerusuhan rasial di Ferguson.
Pada Agustus 2014 lalu, remaja kulit hitam Michael Brown, 18, tewas ditembak beberapa kali oleh Darren Wilson, perwira polisi kulit putih di Ferguson. Di mata Wilson saat itu, sosok Brown dianggap seperti “setan” besar yang mengancam jiwanya saat bertugas sebagai polisi.
Wilson berdalih, Brown berpotensi membahayakannya dan bisa berlari mendekatinya untuk merampas pistolnya. Sebelum bahaya itu terjadi, polisi kulit putih itu bergerak cepat dengan meletuskan beberapa tembakan yang membuat nyawa Brown melayang. ”Saya memiliki hati nurani yang bersih, bahwa saya melakukan pekerjaan yang benar,” kata Wilson.
Testimoni Wilson membuat ibu remaja kulit hitam itu marah. Ibunda Brown, Lesley McSpadden, mengatakan alasan polisi menembak putranya itu sebagai penghinaan.”Saya tidak percaya sepatah kata pun. Saya tahu anak saya terlalu baik untuk (dikatakan seperti itu).Dia tidak akan melakukan hal seperti itu,” kata Lesley, dalam wawancaranya dengan CBS, Kamis (27/11/2014).
Kematian Brown memicu sentimen rasial di Ferguson. Demonstrasi nyaris saban hari terjadi demi menuntut keadilan bagi Brown. Tapi, bukannya keadilan yang didapat. Sebab, dalam pengadilan jaksa justru membebaskan polisi itu dari semua dakwaan. (Baca: Ferguson Memanas, Gedung dan Mobil Dibakar)
Obama Merasa Terpukul
Gara-gara keputusan jaksa itulah, amarah warga Fergsuson pembela Brown, tersulut. Kemarin, massa mengamuk. Gedung-gedung dan mobil polisi dibakar. Penjarahan pun tak terelakkan. Pemandangan ini kontra dengan klaim Pemerintah AS yang selama ini berkoar-koar sebagai negara paling demokratis dan menjunjung tinggi HAM.
Presiden Obama merasa terpukul dengan kerusuhan rasial di Ferguson. Obama, yang sejatinya sebagai bagian dari komunitas kulit hitam di AS secara tersirat membela Brown. Dia mengatakan, kerusuhan di Ferguson menjadi sinyal bahwa ada masalah dalam peradilan. Obama menyalahkan keputusan jaksa yang memicu kerusuhan hebat itu. (Baca: Kata Obama, Rusuh di Ferguson Tanda Peradilan Bermasalah)
“Keputusan jaksa telah mengganggu banyak orang,” kata Obama. “Jika bagian dari komunitas Amerika tidak merasa disambut atau diperlakukan dengan adil, maka itu menempatkan kita semua dalam risiko,” kata Obama membela Brown.
Namun, ucapan Obama itu tidak cukup membantu AS untuk jadi sasaran olok-olokan negara-negara lain yang selama ini disudutkan AS terkait demokrasi dan HAM. Rusia menjadi negara paling keras yang mengolok-olok AS terkait kerusuhan rasial di Ferguson. Rusia terang-terangan mengatakan, bahwa kerusuhan rasial di Ferguson sebagai bukti bahwa AS munafik.
”Ledakan kemarahan publik yang besar dan reaksi yang tidak proporsional di instansi penegak hukum mengkonfirmasi lagi bahwa ini bukan insiden terisolasi, tetapi merupakan kecacatan sistemik dalam demokrasi di Amerika, yang telah gagal untuk mengatasi kesenjangan ras, diskriminasi dan ketidakadilan,” bunyi pernyataan Kementerian Luar Negeri Rusia itu.
AS Dicap Anti-HAM
Publik di Rusia yang memendam kekesalan terhadap AS juga diluapkan. Pakar politik terkemuka Rusia, Alexander Domrin, mempertanyakan demokrasi yang dianut AS. ”Anda (AS) ingin mengekspor demokrasi?, kata Domrin. ”Terima kasih, tapi tidak, terima kasih.” (Baca: Rusia “Tampar” AS soal Kerusuhan Rasial di Ferguson)
Analis pertahanan Rusia, Igor Korotchenko, mendesak publik Rusia membuka mata.”Untuk menarik kesimpulan dari politik bermuka dua ala Amerika Serikat,” katanya.
Iran yang menjadi musuh bebuyutan AS ikut mengecam Washington atas diskriminasi terhadap remaja kulit hitam itu. Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, pada Agusutus lalu, menyebut AS sebagai negara anti-HAM karena betindak rasis pada Brown.
”Hari ini dunia adalah dunia tirani dan kebohongan. Bendera #HumanRights (HAM) ditanggung oleh musuh HAM dengan AS yang memimpinnya! #Ferguson,” tulis Khamenei di akun Twitter-nya, @khamenei.ir.
”Perlakuan brutal pemerintah AS terhadap warga kulit hitam, tidak hanya bertindak anti-HAM, AS juga memberikan lampu hijau untuk kejahatan #Ferguson,” lanjut tweet Khamenei.
Diledek Korut
Tak mau ketinggalan, Korea Utara (Korut) juga ikut meledek AS terkait diskriminasi rasial di Ferguson. Korut minta AS tidak lagi menghakimi negara lain, dan berkaca dengan kasus Ferguson. (Baca juga: Korut, Kasus Ferguson Bukti AS Kuburan HAM)
”AS memang negara ceroboh yang melanggar HAM, di mana orang (di negerinya sendiri) mengalami diskriminasi dan penghinaan karena ras mereka. Mereka hidup dalam ketakutan, dan mereka mungkin ditembak setiap saat,” tulis kantor berita KCNA, mengutip pernyataan Kementerian Luar Negeri Korut, pada Agustus lalu, ketika penembakan terhadap Brown terjadi.
Rezim Pyongyang dibawah pimpinan Kim Jong-un bahkan menanggap AS sebagai kuburan HAM. ”Seharusnya tidak mencari solusi untuk masalah dengan menekan demonstran, tetapi dengan kasus itu, (AS) memberikan gambaran nyata dari masyarakat AS, ada kuburan HAM. AS selama ini mengklaim memiliki pemahaman yang benar tentang HAM, tapi seperti apa dan bagaimana HAM warga AS harus dijamin,” lanjut pernyataan kementerian itu.
Pada Agustus 2014 lalu, remaja kulit hitam Michael Brown, 18, tewas ditembak beberapa kali oleh Darren Wilson, perwira polisi kulit putih di Ferguson. Di mata Wilson saat itu, sosok Brown dianggap seperti “setan” besar yang mengancam jiwanya saat bertugas sebagai polisi.
Wilson berdalih, Brown berpotensi membahayakannya dan bisa berlari mendekatinya untuk merampas pistolnya. Sebelum bahaya itu terjadi, polisi kulit putih itu bergerak cepat dengan meletuskan beberapa tembakan yang membuat nyawa Brown melayang. ”Saya memiliki hati nurani yang bersih, bahwa saya melakukan pekerjaan yang benar,” kata Wilson.
Testimoni Wilson membuat ibu remaja kulit hitam itu marah. Ibunda Brown, Lesley McSpadden, mengatakan alasan polisi menembak putranya itu sebagai penghinaan.”Saya tidak percaya sepatah kata pun. Saya tahu anak saya terlalu baik untuk (dikatakan seperti itu).Dia tidak akan melakukan hal seperti itu,” kata Lesley, dalam wawancaranya dengan CBS, Kamis (27/11/2014).
Kematian Brown memicu sentimen rasial di Ferguson. Demonstrasi nyaris saban hari terjadi demi menuntut keadilan bagi Brown. Tapi, bukannya keadilan yang didapat. Sebab, dalam pengadilan jaksa justru membebaskan polisi itu dari semua dakwaan. (Baca: Ferguson Memanas, Gedung dan Mobil Dibakar)
Obama Merasa Terpukul
Gara-gara keputusan jaksa itulah, amarah warga Fergsuson pembela Brown, tersulut. Kemarin, massa mengamuk. Gedung-gedung dan mobil polisi dibakar. Penjarahan pun tak terelakkan. Pemandangan ini kontra dengan klaim Pemerintah AS yang selama ini berkoar-koar sebagai negara paling demokratis dan menjunjung tinggi HAM.
Presiden Obama merasa terpukul dengan kerusuhan rasial di Ferguson. Obama, yang sejatinya sebagai bagian dari komunitas kulit hitam di AS secara tersirat membela Brown. Dia mengatakan, kerusuhan di Ferguson menjadi sinyal bahwa ada masalah dalam peradilan. Obama menyalahkan keputusan jaksa yang memicu kerusuhan hebat itu. (Baca: Kata Obama, Rusuh di Ferguson Tanda Peradilan Bermasalah)
“Keputusan jaksa telah mengganggu banyak orang,” kata Obama. “Jika bagian dari komunitas Amerika tidak merasa disambut atau diperlakukan dengan adil, maka itu menempatkan kita semua dalam risiko,” kata Obama membela Brown.
Namun, ucapan Obama itu tidak cukup membantu AS untuk jadi sasaran olok-olokan negara-negara lain yang selama ini disudutkan AS terkait demokrasi dan HAM. Rusia menjadi negara paling keras yang mengolok-olok AS terkait kerusuhan rasial di Ferguson. Rusia terang-terangan mengatakan, bahwa kerusuhan rasial di Ferguson sebagai bukti bahwa AS munafik.
”Ledakan kemarahan publik yang besar dan reaksi yang tidak proporsional di instansi penegak hukum mengkonfirmasi lagi bahwa ini bukan insiden terisolasi, tetapi merupakan kecacatan sistemik dalam demokrasi di Amerika, yang telah gagal untuk mengatasi kesenjangan ras, diskriminasi dan ketidakadilan,” bunyi pernyataan Kementerian Luar Negeri Rusia itu.
AS Dicap Anti-HAM
Publik di Rusia yang memendam kekesalan terhadap AS juga diluapkan. Pakar politik terkemuka Rusia, Alexander Domrin, mempertanyakan demokrasi yang dianut AS. ”Anda (AS) ingin mengekspor demokrasi?, kata Domrin. ”Terima kasih, tapi tidak, terima kasih.” (Baca: Rusia “Tampar” AS soal Kerusuhan Rasial di Ferguson)
Analis pertahanan Rusia, Igor Korotchenko, mendesak publik Rusia membuka mata.”Untuk menarik kesimpulan dari politik bermuka dua ala Amerika Serikat,” katanya.
Iran yang menjadi musuh bebuyutan AS ikut mengecam Washington atas diskriminasi terhadap remaja kulit hitam itu. Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, pada Agusutus lalu, menyebut AS sebagai negara anti-HAM karena betindak rasis pada Brown.
”Hari ini dunia adalah dunia tirani dan kebohongan. Bendera #HumanRights (HAM) ditanggung oleh musuh HAM dengan AS yang memimpinnya! #Ferguson,” tulis Khamenei di akun Twitter-nya, @khamenei.ir.
”Perlakuan brutal pemerintah AS terhadap warga kulit hitam, tidak hanya bertindak anti-HAM, AS juga memberikan lampu hijau untuk kejahatan #Ferguson,” lanjut tweet Khamenei.
Diledek Korut
Tak mau ketinggalan, Korea Utara (Korut) juga ikut meledek AS terkait diskriminasi rasial di Ferguson. Korut minta AS tidak lagi menghakimi negara lain, dan berkaca dengan kasus Ferguson. (Baca juga: Korut, Kasus Ferguson Bukti AS Kuburan HAM)
”AS memang negara ceroboh yang melanggar HAM, di mana orang (di negerinya sendiri) mengalami diskriminasi dan penghinaan karena ras mereka. Mereka hidup dalam ketakutan, dan mereka mungkin ditembak setiap saat,” tulis kantor berita KCNA, mengutip pernyataan Kementerian Luar Negeri Korut, pada Agustus lalu, ketika penembakan terhadap Brown terjadi.
Rezim Pyongyang dibawah pimpinan Kim Jong-un bahkan menanggap AS sebagai kuburan HAM. ”Seharusnya tidak mencari solusi untuk masalah dengan menekan demonstran, tetapi dengan kasus itu, (AS) memberikan gambaran nyata dari masyarakat AS, ada kuburan HAM. AS selama ini mengklaim memiliki pemahaman yang benar tentang HAM, tapi seperti apa dan bagaimana HAM warga AS harus dijamin,” lanjut pernyataan kementerian itu.
(mas)