Bisa Habis Rp22 T/Bulan, Mahalnya Perang AS vs ISIS
A
A
A
WASHINGTON - Siapa sangka, kelompok ISIS yang baru terbentuk sekitar tiga tahun terakhir bisa merepotkan Amerika Serikat (AS). Sebuah lembaga pertahanan di Washington, memprediksi bahwa perang AS melawan ISIS bisa mengabiskan sekitar US$1,8 miliar atau sekitar Rp22 triliun per bulan.
Estimasi biaya perang semahal itu dihitung oleh Pusat Strategis dan Penilaian Anggaran (CSBA). Sejak perang AS melawan ISIS diluncurkan, CSBA menghitung AS menghabiskan dana hingga US$930 juta hingga 24 September 2014 lalu.
CSBA juga memberikan perkiraan biaya perang melawan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) selanjutnya dengan pertimbangan sejumlah faktor variabel.
”Biaya operasi di masa depan terutama tergantung pada bagaimana operasi panjang terus dilakukan, intensitas operasi udara, dan apakah ada pengerahan pasukan darat di luar yang sudah direncanakan,” bunyi laporan CSBA, Rabu (30/9/2014), seperti dikutip Reuters.
Informasi CSBA berasal dari veteran militer AS dan informasi langsung dari Pentagon. Jumlah biaya yang dikeluarkan AS dalam perang melawan ISIS saat ini berkisara antara US$200 juta hingga US$320 juta, dengan asumsi biaya oeprasi udara dan kemungkinan pengerahan 2 ribu pasukan darat.
Kisruh Obama-Intelijen
Di saat perang AS bersama koalisi melawan ISIS berlangsung, pemerintah Barack Obama justru terlibat ketegangan dengan pihak intelijen AS. Ketegangan dipicu oleh Komentar Obama yang seolah-olah menyalahkan intelijen dengan mengakui bahwa AS terlalu meremehkan ISIS.
”Saya pikir kepala komunitas intelijen kita, Jim Clapper, telah mengakui bahwa mereka meremehkan atas apa yang telah terjadi di Suriah,” kata Obama mengacu kepada direktur CIA.
Sebaliknya, Komunitas intelijen AS merasa dikambinghitamkan pemerintah Obama, karena dianggap gagal mengantisipasi ISIS. Komite Intelijen Parlemen AS membela komunitas intelijen dan menyalahkan balik kubu Obama.
”Ini bukan kegagalan komunitas intelijen, tetapi kegagalan oleh para pembuat kebijakan untuk menghadapi ancaman itu,” kata Mike Rogers, Ketua Komite Intelijen Parlemen AS.
Mantan pejabat intelijen juga keberatan dengan pernyataan Obama. Mereka menyarankan agar Obama tidak menjadikan intelijen sebagai kambing hitam untuk menutupi kritikan tajam atas kelambanan Obama dalam bereaksi terhadap kelompok berbahaya seperti ISIS.
"Komunitas intelijen selalu dijadikan kambing hitam atas kegagalan Gedung Putih," kata Bruce Riedel, mantan ahli senior CIA.
Adam Schiff, anggota Komite Intelijen Parlemen AS dari Partai Demokrat mengatakan, ISIS adalah ancaman. "Saya tidak menyalahkan komunitas intelijen untuk ini. Ada perbedaan antara menyediakan intelijen yang berharga dan memiliki bola kristal,” sindir Schiff yang mengacu pada kebijakan Obama yang menyalahkan intelijen.
Inggris Belum Berhasil
Tak hanya AS yang merasa belum memberangus ISIS. Militer Inggris pun belum membuahkan hasil dalam operasi militernya di Irak, meski dengan pesawat jet canggih, yakni pesawat jet tempur Tornado.
Kementerian Pertahanan Inggris mengakui belum ada target yang digempur Inggris di Irak. ”Tidak ada target yang diidentifikasi yang membutuhkan serangan udara secara langsung oleh pesawat kami,” bunyi pernyataan kementerian itu.
Michael Fallon, Menteri Pertahanan Inggris, memperingatkan bahwa misi militer Inggris (RAF) dengan sandi Operation Shader, bisa berlangsung bertahun-tahun. "Ini bukan kampanye akhir pekan. Kami akan lihat bagaimana kelanjutannya, tapi pada akhirnya (ISIS) harus dikalahkan di Suriah,” katanya kepada BBC.
Estimasi biaya perang semahal itu dihitung oleh Pusat Strategis dan Penilaian Anggaran (CSBA). Sejak perang AS melawan ISIS diluncurkan, CSBA menghitung AS menghabiskan dana hingga US$930 juta hingga 24 September 2014 lalu.
CSBA juga memberikan perkiraan biaya perang melawan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) selanjutnya dengan pertimbangan sejumlah faktor variabel.
”Biaya operasi di masa depan terutama tergantung pada bagaimana operasi panjang terus dilakukan, intensitas operasi udara, dan apakah ada pengerahan pasukan darat di luar yang sudah direncanakan,” bunyi laporan CSBA, Rabu (30/9/2014), seperti dikutip Reuters.
Informasi CSBA berasal dari veteran militer AS dan informasi langsung dari Pentagon. Jumlah biaya yang dikeluarkan AS dalam perang melawan ISIS saat ini berkisara antara US$200 juta hingga US$320 juta, dengan asumsi biaya oeprasi udara dan kemungkinan pengerahan 2 ribu pasukan darat.
Kisruh Obama-Intelijen
Di saat perang AS bersama koalisi melawan ISIS berlangsung, pemerintah Barack Obama justru terlibat ketegangan dengan pihak intelijen AS. Ketegangan dipicu oleh Komentar Obama yang seolah-olah menyalahkan intelijen dengan mengakui bahwa AS terlalu meremehkan ISIS.
”Saya pikir kepala komunitas intelijen kita, Jim Clapper, telah mengakui bahwa mereka meremehkan atas apa yang telah terjadi di Suriah,” kata Obama mengacu kepada direktur CIA.
Sebaliknya, Komunitas intelijen AS merasa dikambinghitamkan pemerintah Obama, karena dianggap gagal mengantisipasi ISIS. Komite Intelijen Parlemen AS membela komunitas intelijen dan menyalahkan balik kubu Obama.
”Ini bukan kegagalan komunitas intelijen, tetapi kegagalan oleh para pembuat kebijakan untuk menghadapi ancaman itu,” kata Mike Rogers, Ketua Komite Intelijen Parlemen AS.
Mantan pejabat intelijen juga keberatan dengan pernyataan Obama. Mereka menyarankan agar Obama tidak menjadikan intelijen sebagai kambing hitam untuk menutupi kritikan tajam atas kelambanan Obama dalam bereaksi terhadap kelompok berbahaya seperti ISIS.
"Komunitas intelijen selalu dijadikan kambing hitam atas kegagalan Gedung Putih," kata Bruce Riedel, mantan ahli senior CIA.
Adam Schiff, anggota Komite Intelijen Parlemen AS dari Partai Demokrat mengatakan, ISIS adalah ancaman. "Saya tidak menyalahkan komunitas intelijen untuk ini. Ada perbedaan antara menyediakan intelijen yang berharga dan memiliki bola kristal,” sindir Schiff yang mengacu pada kebijakan Obama yang menyalahkan intelijen.
Inggris Belum Berhasil
Tak hanya AS yang merasa belum memberangus ISIS. Militer Inggris pun belum membuahkan hasil dalam operasi militernya di Irak, meski dengan pesawat jet canggih, yakni pesawat jet tempur Tornado.
Kementerian Pertahanan Inggris mengakui belum ada target yang digempur Inggris di Irak. ”Tidak ada target yang diidentifikasi yang membutuhkan serangan udara secara langsung oleh pesawat kami,” bunyi pernyataan kementerian itu.
Michael Fallon, Menteri Pertahanan Inggris, memperingatkan bahwa misi militer Inggris (RAF) dengan sandi Operation Shader, bisa berlangsung bertahun-tahun. "Ini bukan kampanye akhir pekan. Kami akan lihat bagaimana kelanjutannya, tapi pada akhirnya (ISIS) harus dikalahkan di Suriah,” katanya kepada BBC.
(mas)