Sulit Menyalurkan Bantuan untuk Warga Gaza
A
A
A
JAKARTA - Semenjak ditutupnya pintu perbatasan Rafah, bantuan kemanusiaan untuk Gaza sedikit tersendat. Namun, menurut rilis yang diterima Sindonews dari Aksi Cepat Tanggap (ACT) pada Selasa (5/8/2014), banyak organisasi non-pemerintah (NGO) internasional yang terjebak di perbatasan Rafah.
"MAPIM (Majelis Perundingan Pertubuhan Islam Malaysia) sudah empat kali mencoba sejak April lalu, tetap tak berjaya,” ungkap Direktur ACT Cabang Malaysia, Mohammad Riadz Hasyim yang memimpin Tim SOS Palestine kedua tahun ini dalam rilis ACT.
Salah satu pertimbangan sehingga ACT Malaysia memimpin tim, karena Malaysia sejak lama bebas visa ke Mesir. Sulitnya mendapat izin dari penjaga perbatasan menjadi salah satu faktor sulitnya para NGO, termasuk ACT sendiri untuk bisa mengirimkan bantuan ke Gaza. Bahkan menurut ACT, penjaga perbatasan tidak segan untuk mengusir para relawan dari badan-badan NGO internasional.
“Hampir semua NGO ini menghadapi jalan buntu untuk mengirim relawan medis ke Gaza. Saat ini, hanya NGO dari Uni Emirat Arab, Saudi Arabia, Turki dan PBB yang bisa masuk ke Gaza. Itupun untuk suplai makanan dan obat-obatan. Waktu masuk juga terbatas, hanya di saat ada gencatan senjata sementara di antara Hamas dan Israel,” kata Yusnirsyah Sirin, Tim ACT dari Global Partnership Network.
Namun, menurut ACT, mereka dan NGO lainnya tidak pernah menyerah untuk menyalurkan bantuan ke Gaza. Dalam rilis ACT disebutkan pertengahan Ramadhan baru-baru ini, sekitar sepuluh sapi rata-rata seberat 520 kilogram bisa masuk ke Gaza.
“Mereka bisa menikmati santapan daging saat Lebaran, selain menerima seribuan paket pakaian untuk anak-anak Gaza. Jangan tanya harganya. Melejit, tapi tetap kami beli sebagai wujud penunaian amanah. Alhamdulillah bantuan sudah diterima warga Gaza dengan rasa syukur,” ungkap ungkap N. Imam Akbari yang pernah menyampaikan bantuan langsung ke Jalur Gaza.
Fakta ini memberi harapan besar, banyak cara membantu Gaza. Rakyat Gaza tak menadahkan tangan, sebagai bangsa terhormat. “Mereka punya seribu satu cara, juga nyali, sehingga kepedulian Anda sampai ke tangan yang berhak,” Akbari menambahkan.
"MAPIM (Majelis Perundingan Pertubuhan Islam Malaysia) sudah empat kali mencoba sejak April lalu, tetap tak berjaya,” ungkap Direktur ACT Cabang Malaysia, Mohammad Riadz Hasyim yang memimpin Tim SOS Palestine kedua tahun ini dalam rilis ACT.
Salah satu pertimbangan sehingga ACT Malaysia memimpin tim, karena Malaysia sejak lama bebas visa ke Mesir. Sulitnya mendapat izin dari penjaga perbatasan menjadi salah satu faktor sulitnya para NGO, termasuk ACT sendiri untuk bisa mengirimkan bantuan ke Gaza. Bahkan menurut ACT, penjaga perbatasan tidak segan untuk mengusir para relawan dari badan-badan NGO internasional.
“Hampir semua NGO ini menghadapi jalan buntu untuk mengirim relawan medis ke Gaza. Saat ini, hanya NGO dari Uni Emirat Arab, Saudi Arabia, Turki dan PBB yang bisa masuk ke Gaza. Itupun untuk suplai makanan dan obat-obatan. Waktu masuk juga terbatas, hanya di saat ada gencatan senjata sementara di antara Hamas dan Israel,” kata Yusnirsyah Sirin, Tim ACT dari Global Partnership Network.
Namun, menurut ACT, mereka dan NGO lainnya tidak pernah menyerah untuk menyalurkan bantuan ke Gaza. Dalam rilis ACT disebutkan pertengahan Ramadhan baru-baru ini, sekitar sepuluh sapi rata-rata seberat 520 kilogram bisa masuk ke Gaza.
“Mereka bisa menikmati santapan daging saat Lebaran, selain menerima seribuan paket pakaian untuk anak-anak Gaza. Jangan tanya harganya. Melejit, tapi tetap kami beli sebagai wujud penunaian amanah. Alhamdulillah bantuan sudah diterima warga Gaza dengan rasa syukur,” ungkap ungkap N. Imam Akbari yang pernah menyampaikan bantuan langsung ke Jalur Gaza.
Fakta ini memberi harapan besar, banyak cara membantu Gaza. Rakyat Gaza tak menadahkan tangan, sebagai bangsa terhormat. “Mereka punya seribu satu cara, juga nyali, sehingga kepedulian Anda sampai ke tangan yang berhak,” Akbari menambahkan.
(esn)