Hamas-Fatah bersatu, AS dan Israel kesal
A
A
A
Sindonews.com -Dua faksi Palestina, Fatah dan Hamas telah mengumumkan kesepakatan berekonsiliasisetelah berseberangan dan berbagi kekuasaan sejak 2007.
Bersatunya dua faksi Palestina itu membuat kesal Amerika Serikat (AS) dan Israel yang menganggap Hamas sebagai faksi garis keras yang harus dimusuhi.
Kesepakatan rekonsiliasi itu terjadi di tengah retaknya pembicaraan damai antara Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas dan kubu Israel. Setelah pengumuman itu muncul, Israel kesal dan menyatakan tidak akan menghadiri sesi sesi negosiasi telah direncanakan antara Palestina dan Israel.
Pihak AS juga geram dengan bersatunya dua faksi Palestina itu untuk membentuk pemerintahan secara bersama-sama. “Pemerintah Palestina harus jelas dan eksplisit berkomitmen untuk non-kekerasan, mengakui negara Israel, dan menerima perjanjian serta kewajiban yang disepakati kedua pihak sebelumnya,” kata seorang pejabat AS kepada Reuters, Kamis (24/4/2014) dalam kondisi anonim.
”Jika pemerintah Palestina yang baru terbentuk, kita akan menilai itu didasarkan pada kepatuhan terhadap ketentuan di atas, yang kebijakan dan tindakan akan berdampak sesuai hukum AS,” lanjut pejabat itu.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Jen Psaki mengatakan Washington kecewa dengan pengumuman itu. ”Sulit untuk melihat bagaimana Israel bisa diharapkan bernegosiasi dengan pemerintah yang tidak mempunyai hak untuk ada,” kata Psaki menyindir faksi Hamas yang tidak diakui AS dalam pemerintahan Palestina.
Sementara itu, Perdana Menteri dari Hamas Ismail Haniya senang dengan rekonsiliasi itu. ”Ini adalah berita bagus,” ucapnya. Sedangkan Presiden Palestina dari faksi Fatah, Mahmoud Abbas juga menyambut rekonsiliasi itu dalam sebuah pernyataan.
Dia mengatakan, urusan rekonsiliasi adalah urusan dalam negeri Palestina, dan pihak luar termasuk AS dan Israel tidak berhak menilai. ”Tidak ada hubungannya antara rekonsiliasi dan komitmen pembicaraan damai atas dasar solusi dua negara (Israel dan Palestina),” kata Abbas.
Bersatunya dua faksi Palestina itu membuat kesal Amerika Serikat (AS) dan Israel yang menganggap Hamas sebagai faksi garis keras yang harus dimusuhi.
Kesepakatan rekonsiliasi itu terjadi di tengah retaknya pembicaraan damai antara Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas dan kubu Israel. Setelah pengumuman itu muncul, Israel kesal dan menyatakan tidak akan menghadiri sesi sesi negosiasi telah direncanakan antara Palestina dan Israel.
Pihak AS juga geram dengan bersatunya dua faksi Palestina itu untuk membentuk pemerintahan secara bersama-sama. “Pemerintah Palestina harus jelas dan eksplisit berkomitmen untuk non-kekerasan, mengakui negara Israel, dan menerima perjanjian serta kewajiban yang disepakati kedua pihak sebelumnya,” kata seorang pejabat AS kepada Reuters, Kamis (24/4/2014) dalam kondisi anonim.
”Jika pemerintah Palestina yang baru terbentuk, kita akan menilai itu didasarkan pada kepatuhan terhadap ketentuan di atas, yang kebijakan dan tindakan akan berdampak sesuai hukum AS,” lanjut pejabat itu.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Jen Psaki mengatakan Washington kecewa dengan pengumuman itu. ”Sulit untuk melihat bagaimana Israel bisa diharapkan bernegosiasi dengan pemerintah yang tidak mempunyai hak untuk ada,” kata Psaki menyindir faksi Hamas yang tidak diakui AS dalam pemerintahan Palestina.
Sementara itu, Perdana Menteri dari Hamas Ismail Haniya senang dengan rekonsiliasi itu. ”Ini adalah berita bagus,” ucapnya. Sedangkan Presiden Palestina dari faksi Fatah, Mahmoud Abbas juga menyambut rekonsiliasi itu dalam sebuah pernyataan.
Dia mengatakan, urusan rekonsiliasi adalah urusan dalam negeri Palestina, dan pihak luar termasuk AS dan Israel tidak berhak menilai. ”Tidak ada hubungannya antara rekonsiliasi dan komitmen pembicaraan damai atas dasar solusi dua negara (Israel dan Palestina),” kata Abbas.
(mas)