Kisah Usman-Harun & pemboman MacDonald Singapura

Senin, 10 Februari 2014 - 15:17 WIB
Kisah Usman-Harun & pemboman MacDonald Singapura
Kisah Usman-Harun & pemboman MacDonald Singapura
A A A
Sindonews.com –Sore itu, 10 Maret tahun 1965, lubang besar menganga di lantai gedung MacDonald, Orchard Road, Singapura. Lubang menganga itu berasal dari bom yang diletakkan di lantai samping lift gedung MacDonald.

Pintu lift hancur, termasuk banyak kendaraan di luar gedung MacDonald, yang kala itu menjadi bangunan bank penting di Singapura. Tiga orang tewas dan puluhan lainnya terluka dalam tragedi pemboman tersebut. Salah satu dari tiga korban adalah pegawai bank , Elizabeth Choo, 36.

Putri Choo, Janet Ng, mengatakan, dua marinir Indonesia berada di balik serangan bom itu. Mereka adalah, Osman Mohamad Ali dan Harun Said. Kedua marinir Indonesia kala itu ditangkap, dan dijatuhi hukuman gantung di Singapura.

Janet masih ingat dengan dua marinir Indonesia itu. Ketika dia mengingat kematian ibunya, Janet merasa sakit ketika Osman dan Harun dinobatkan sebagai pahlawan oleh Pemerintah Indonesia.

”Pada hari eksekusi (Osman dan Harun), saya dipanggil dan (dua pembom ) mengatakan, bahwa mereka akan senang melihat saya, untuk meminta maaf. Saya mengatakan kepada mereka, saya memaafkan mereka, tapi saya tidak bisa berbuat apa-apa untuk mereka, untuk menyelamatkan mereka (dari eksekusi),” tutur Janet, seperti dikutip Straites Times.

”Setiap kali saya melewati MacDonald House, Orchard Road, (saya pikir ) itu di mana ibu saya meninggal, meninggalkan enam dari kami sebagai anak yatim dalam semalam,” lanjut Janet.

“Hari ini, kenangan itu masih menyakitkan. Dia (ibu) menghilang di udara tipis malam, dan kami bergantung pada dia untuk bertahan hidup,” kata Janet.

Janet pun merasa sakit ketika kenangan kelam itu dimunculkan kembali. Yakni, dengan rencana militer Angkatan Laut Indonesia untuk menamai kapal perang buatan Inggris dengan nama KRI Usman Harun.

”Mengapa mereka ingin membawanya lagi setelah sekian lama? Mengapa mereka ingin melakukannya, untuk membawa kembali rasa sakit untuk semua dari tiga keluarga (korban)?,” ujar Janet.

”Saya berharap bahwa seluruh pihak tertutup. Saya ingin berterima kasih kepada Pemerintah (Singapura) yang berusaha menghentikan seluruh masalah ini,” imbuh dia.

Orang lain yang menderita secara mental dan fisik dari insiden pemboman itu, adalah Kenny Yeo, yang berusia 24 tahun ketika pemboman terjadi. Akibat serangan bom itu, dia menerima 366 jahitan di seluruh tubuhnya. Satu bola matanya mengalami kebutaan.

”Saya marah, tapi karena ini adalah hal masa lalu, kita hanya harus mengampuni. Jika mereka ingin memprovokasi kita, biarkan mereka. Kecuali kita ingin berbenturan dengan mereka, maka saya tidak bisa mengatakan apa-apa,” ujar Yeo.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3248 seconds (0.1#10.140)