Jurnal Inggris kuatkan dugaan Arafat diracun
A
A
A
Sindonews.com - Salah satu jurnal medis terkemuka di dunia, The Lancet, menguatkan klaim dugaan bahwa mantan pemimpin Palestina Yasser Arafat meninggal karena diracun zat polonium 210. Jurnal yang berbasis di Inggris itu menerbitkan penelitian ilmuwan Swiss terhadap barang-barang pribadi Arafat yang terkontaminasi zat beracun itu.
Dari penelitian terbaru, elemen yang sangat radioaktif ditemukan di darah, urin, air liur, sikat gigi dan pakaian mantan pemimpin Palestina tersebut. Penelitian para ilmuwan di Universitas Lausanne, Swiss, itu dipicu laporan investigasi al-Jazeera, serta penggalian jenazah Arafat untuk diteliti pada November 2012 lalu.
Pada bulan Oktober 2004, Arafat jatuh sakit. Dia menderita sejumlah gejala, termasuk mual dan sakit perut. Dalam beberapa minggu kemudian, kesehatannya memburuk dan dia dipindahkan dari markasnya di Ramallah, Tepi Barat ke Rumah Sakit Percy, di Perancis.
Situasi bertambah buruk, ketika dia mengalami gagal ginjal akut dan mengalami koma. Pada 4 November 2004, ia meninggal di usia 75 tahun karena pendarahan otak. Saat dilakukan tes ilmiah kala itu, tidak ditemukan bukti adanya racun, namun penyebab penyakitnya tetap teridentifikasi.
Al-Jazeera yang melakukan investigasi sembilan bulan, sempat membawa barang-barang penting milik Arafat ke Paris untuk diteliti. Hasilnya, para peneliti menemukan kandungan polonium dalam jumlah yang tidak normal dan sangat radioaktif.
Temuan itu dikonfirmasi Dr Francois Bochud, direktur Institut de Radiophysique di Lausanne, yang ikut meneliti. ”Saya dapat mengkonfirmasikan kepada Anda bahwa kami mengukur jumlah kadar polonium - 210 di barang-barang milik Arafat yang berisi noda dari cairan biologis,” kata Bochud.
Penyelidikan dipimpin Suha Arafat, istri Yasser Arafat, akhirnya memicu pihak Otoritas Palestina untuk menggali jenazah Arafat. ”Temuan itu mendukung dugaan keracunan yang menimpa Arafat oleh polonium 210,” tulis Lancet, yang dilansir al-Jazzera, Sabtu (12/10/2013).
Dari penelitian terbaru, elemen yang sangat radioaktif ditemukan di darah, urin, air liur, sikat gigi dan pakaian mantan pemimpin Palestina tersebut. Penelitian para ilmuwan di Universitas Lausanne, Swiss, itu dipicu laporan investigasi al-Jazeera, serta penggalian jenazah Arafat untuk diteliti pada November 2012 lalu.
Pada bulan Oktober 2004, Arafat jatuh sakit. Dia menderita sejumlah gejala, termasuk mual dan sakit perut. Dalam beberapa minggu kemudian, kesehatannya memburuk dan dia dipindahkan dari markasnya di Ramallah, Tepi Barat ke Rumah Sakit Percy, di Perancis.
Situasi bertambah buruk, ketika dia mengalami gagal ginjal akut dan mengalami koma. Pada 4 November 2004, ia meninggal di usia 75 tahun karena pendarahan otak. Saat dilakukan tes ilmiah kala itu, tidak ditemukan bukti adanya racun, namun penyebab penyakitnya tetap teridentifikasi.
Al-Jazeera yang melakukan investigasi sembilan bulan, sempat membawa barang-barang penting milik Arafat ke Paris untuk diteliti. Hasilnya, para peneliti menemukan kandungan polonium dalam jumlah yang tidak normal dan sangat radioaktif.
Temuan itu dikonfirmasi Dr Francois Bochud, direktur Institut de Radiophysique di Lausanne, yang ikut meneliti. ”Saya dapat mengkonfirmasikan kepada Anda bahwa kami mengukur jumlah kadar polonium - 210 di barang-barang milik Arafat yang berisi noda dari cairan biologis,” kata Bochud.
Penyelidikan dipimpin Suha Arafat, istri Yasser Arafat, akhirnya memicu pihak Otoritas Palestina untuk menggali jenazah Arafat. ”Temuan itu mendukung dugaan keracunan yang menimpa Arafat oleh polonium 210,” tulis Lancet, yang dilansir al-Jazzera, Sabtu (12/10/2013).
(mas)