Partai penguasa Tunisia serahkan kekuasaan
A
A
A
Sindonews.com – Partai Islam Ennahda Tunisia, yang memegang kekuasaan politik di negara itu, sepakat menyerahkan kekuasaan. Partai Ennahda dan kubu oposisi sepakat membentuk pemerintahan baru, yakni pemerintahan transisi dalam tiga minggu setelah kesepakatan dibuat.
Pemerintahan transisi, sudah disepakati akan diisi tokoh-tokoh independen. Mereka akan menjalankan roda pemerintahan Tunisia hingga pemilu baru digelar.
Pada bulan lalu, Partai Ennahda sejatinya sudah setuju untuk melepaskan kekuasaannya. Mereka legawa menyerahkan kekuasaannya, untuk mengakhiri kebuntuan politik di negeri itu. Krisis politik di Tunisia pecah, setelah terjadi pembunuhan terhadap dua pemimpin oposisi di awal tahun ini. Sejak itu, demonstrasi besar-besaran mengguncang Tunisia.
Selain bersedia menyerahkan kekuasaan, mengutip laporan Reuters, Sabtu (5/10/2013), Partai Ennahda dan oposisi juga sepakat untuk menentukan tanggal pelaksanaan pemilu.”Ini adalah keseimbangan (politik) yang rapuh. Kita harus bekerja untuk menemukan konsensus,” kata Maya Jibri, seorang pemimpin oposisi, dalam pembicaraan di Palais de Congres, Tunis pusat.
Partai Ennahda, berkuasa di Tunisia, sejak pemimpin Tunisia, Zine al-Abidine Ben Ali digulingkan melalui protes nasional pada tahun 2011. Di bawah pimpinan Ben Ali, Tunisia menjadi negara Islam paling sekuler.
Setelah berhasil menggulingkan Ben Ali, partai Islam dan kelompok garis keras menuntut peran agama yang lebih besar untuk mengatur kehidupan publik. Namun, penerapan aturan agama yang ketat, diprotes kubu oposisi, karena pendidikan liberal dan hak-hak demokrasi dan hak-hak perempuan dikebiri.
Kendati demikian, cara Tunisia menuju demokrasi relatif lebih damai, ketimbang negara-negara tentangganya, seperti Mesir dan Libya. Gejolak politik terakhir adalah buntut dari dua pembunuhan pimpinan oposisi beberapa waktu lalu.
Oposisi menuduh Partai Ennahda dan kelompok garis kelas terlibat dalam kasus itu. Oposisi juga menuntut penyerahan kekuasaan partai itu dikembalikan ke pemerintahan transisi.
Pemerintahan transisi, sudah disepakati akan diisi tokoh-tokoh independen. Mereka akan menjalankan roda pemerintahan Tunisia hingga pemilu baru digelar.
Pada bulan lalu, Partai Ennahda sejatinya sudah setuju untuk melepaskan kekuasaannya. Mereka legawa menyerahkan kekuasaannya, untuk mengakhiri kebuntuan politik di negeri itu. Krisis politik di Tunisia pecah, setelah terjadi pembunuhan terhadap dua pemimpin oposisi di awal tahun ini. Sejak itu, demonstrasi besar-besaran mengguncang Tunisia.
Selain bersedia menyerahkan kekuasaan, mengutip laporan Reuters, Sabtu (5/10/2013), Partai Ennahda dan oposisi juga sepakat untuk menentukan tanggal pelaksanaan pemilu.”Ini adalah keseimbangan (politik) yang rapuh. Kita harus bekerja untuk menemukan konsensus,” kata Maya Jibri, seorang pemimpin oposisi, dalam pembicaraan di Palais de Congres, Tunis pusat.
Partai Ennahda, berkuasa di Tunisia, sejak pemimpin Tunisia, Zine al-Abidine Ben Ali digulingkan melalui protes nasional pada tahun 2011. Di bawah pimpinan Ben Ali, Tunisia menjadi negara Islam paling sekuler.
Setelah berhasil menggulingkan Ben Ali, partai Islam dan kelompok garis keras menuntut peran agama yang lebih besar untuk mengatur kehidupan publik. Namun, penerapan aturan agama yang ketat, diprotes kubu oposisi, karena pendidikan liberal dan hak-hak demokrasi dan hak-hak perempuan dikebiri.
Kendati demikian, cara Tunisia menuju demokrasi relatif lebih damai, ketimbang negara-negara tentangganya, seperti Mesir dan Libya. Gejolak politik terakhir adalah buntut dari dua pembunuhan pimpinan oposisi beberapa waktu lalu.
Oposisi menuduh Partai Ennahda dan kelompok garis kelas terlibat dalam kasus itu. Oposisi juga menuntut penyerahan kekuasaan partai itu dikembalikan ke pemerintahan transisi.
(mas)