Pemerintah Filipina dan militan muslim rancang undang-undang
A
A
A
Sindonews.com – Pemerintah Filipina dan perwakilan kelompok separatis Muslim terbesar di negara itu, pada Rabu (3/4/2013), mulai merancang undang-undang untuk mengakhiri 40 tahun konflik dan mengatur struktur otonom untuk menjalankan roda pemerintahan di wilayah selatan Filipina.
Komisi Transisi yang beranggotakan 15 orang itu memiliki waktu hingga tahun depan guna merancang kerangka kerja untuk wilayah Bangsamoro. Wilayah yang didominasi kaum Muslim ini terdiri dari lima provinsi dan selama puluhan tahun dilanda oleh aksi kekerasan.
"Kami tidak akan bekerja melawan satu sama lain, melainkan saling bekerja sama untuk mengatasi masalah Moro," kata Mohagher Iqbal, Kepala Negosiator Perdamaian dan Kepala Komisi MILF dalam jumpa pers di sebuah hotel di Manila, Rabu (3/4/2013), seperti dikutip dari Reuters.
Hasil nyata dari upaya perdamaian ini akan dimulai setelah dilakukannya pembicaraan pararel dengan panel perdamaian pada pekan depan di Malaysia. Sejak 2001, Malaysia telah menyelenggarakan perundingan perdamaian antara pemerintah dan MILF untuk mengakhiri pemberontakan yang telah menewaskan 120 ribu orang dan menelantarkan 2 juta warga Filipina selatan.
Sebelumnya, sudah ada dua undang-undang yang dibuat untuk mengatur pemerintahan otonom bagi Muslim di bagian selatan negara yang berpenduduk mayoritas Katolik itu. Tetapi, masalah separatism tetap tidak terselesaikan dan kesepakatan perdamaian tidak dilaksanakan.
Iqbal mengatakan, Komisi Transisi akan mengirim rancangan undang-undang kepada Kongres Filipia untuk memiliki lembaga-lembaga baru di lembaga itu pada Juni 2015. Namun dia mengatakan, "ranjau darat politik" bisa terbentang di depan, termasuk upaya oleh legislatif Filipina untuk mengubah proposal tersebut.
Komisi Transisi yang beranggotakan 15 orang itu memiliki waktu hingga tahun depan guna merancang kerangka kerja untuk wilayah Bangsamoro. Wilayah yang didominasi kaum Muslim ini terdiri dari lima provinsi dan selama puluhan tahun dilanda oleh aksi kekerasan.
"Kami tidak akan bekerja melawan satu sama lain, melainkan saling bekerja sama untuk mengatasi masalah Moro," kata Mohagher Iqbal, Kepala Negosiator Perdamaian dan Kepala Komisi MILF dalam jumpa pers di sebuah hotel di Manila, Rabu (3/4/2013), seperti dikutip dari Reuters.
Hasil nyata dari upaya perdamaian ini akan dimulai setelah dilakukannya pembicaraan pararel dengan panel perdamaian pada pekan depan di Malaysia. Sejak 2001, Malaysia telah menyelenggarakan perundingan perdamaian antara pemerintah dan MILF untuk mengakhiri pemberontakan yang telah menewaskan 120 ribu orang dan menelantarkan 2 juta warga Filipina selatan.
Sebelumnya, sudah ada dua undang-undang yang dibuat untuk mengatur pemerintahan otonom bagi Muslim di bagian selatan negara yang berpenduduk mayoritas Katolik itu. Tetapi, masalah separatism tetap tidak terselesaikan dan kesepakatan perdamaian tidak dilaksanakan.
Iqbal mengatakan, Komisi Transisi akan mengirim rancangan undang-undang kepada Kongres Filipia untuk memiliki lembaga-lembaga baru di lembaga itu pada Juni 2015. Namun dia mengatakan, "ranjau darat politik" bisa terbentang di depan, termasuk upaya oleh legislatif Filipina untuk mengubah proposal tersebut.
(esn)