Hamas akan terapkan aturan baru di sekolah-sekolah
A
A
A
Sindonews.com – Faksi Hamas yang berkuasa di Jalur Gaza, akan menerapkan aturan baru dalam pelaksanaan proses belajar dan mengajar di sekolah-sekolah di wilayah itu. Demikian disampaikan Waleed Mezher, Penasihat Hukum Departemen Pendidikan kepada Reuters, Senin (1/4/2013).
Aturan baru dari Departemen Pendidikan Hamas itu akan melarang seorang pria mengajar di sekolah-sekolah khusus kaum perempuan. Aturan itu juga akan memisahkan anak laki-laki dan perempuan yang sudah berusia 9 tahun.
Undang-undang yang diterbitkan pada awal pekan ini akan mulai berlaku pada tahun ajaran mendatang dan berlaku di seluruh sekolah di Jalur Gaza, termasuk di sekolah khusus kaum Kristen, dan sekolah yang didirikan PBB.
"Kami adalah orang-orang Muslim. Dan, kami melakukan apa yang diperlukan untuk rakyat kami dan budaya mereka," kata Mezher. Aturan baru ini langsung mengundang pro dan kontra. Kelompok pendukung menyebut, Hamas hanya ingin menyusun nilai-nilai konservatif Palestina menjadi undang-undang.
Sementara kubu yang kontra menyatakan Hamas sedang mencoba untuk memaksakan ideologinya pada masyarakat Palestina. Zeinab Al-Ghoneimi, seorang aktivis Gaza untuk hak-hak perempuan mengatakan, undang-undang baru itu adalah bagian dari proyek Hamas untuk memaksakan nilai-nilai pada warga Gaza.
"Untuk mengatakan bahwa hukum lama tidak menghormati tradisi masyarakat dan bahwa mereka (Hamas) sekarang ingin mereformasi masyarakat, merupakan penghinaan kepada masyarakat," kata Ghoneimi pada radio Palestina.
"Alih-alih bersembunyi di balik tradisi, mengapa mereka tidak mengatakan dengan jelas, bahwa mereka adalah Islam dan mereka ingin Islamisasi masyarakat," katanya. Para pemimpin Hamas sendiri telah berulang kali membantah tuduhan oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia yang menuduh mereka berusaha untuk memaksakan hukum Islam di Gaza.
Aturan baru dari Departemen Pendidikan Hamas itu akan melarang seorang pria mengajar di sekolah-sekolah khusus kaum perempuan. Aturan itu juga akan memisahkan anak laki-laki dan perempuan yang sudah berusia 9 tahun.
Undang-undang yang diterbitkan pada awal pekan ini akan mulai berlaku pada tahun ajaran mendatang dan berlaku di seluruh sekolah di Jalur Gaza, termasuk di sekolah khusus kaum Kristen, dan sekolah yang didirikan PBB.
"Kami adalah orang-orang Muslim. Dan, kami melakukan apa yang diperlukan untuk rakyat kami dan budaya mereka," kata Mezher. Aturan baru ini langsung mengundang pro dan kontra. Kelompok pendukung menyebut, Hamas hanya ingin menyusun nilai-nilai konservatif Palestina menjadi undang-undang.
Sementara kubu yang kontra menyatakan Hamas sedang mencoba untuk memaksakan ideologinya pada masyarakat Palestina. Zeinab Al-Ghoneimi, seorang aktivis Gaza untuk hak-hak perempuan mengatakan, undang-undang baru itu adalah bagian dari proyek Hamas untuk memaksakan nilai-nilai pada warga Gaza.
"Untuk mengatakan bahwa hukum lama tidak menghormati tradisi masyarakat dan bahwa mereka (Hamas) sekarang ingin mereformasi masyarakat, merupakan penghinaan kepada masyarakat," kata Ghoneimi pada radio Palestina.
"Alih-alih bersembunyi di balik tradisi, mengapa mereka tidak mengatakan dengan jelas, bahwa mereka adalah Islam dan mereka ingin Islamisasi masyarakat," katanya. Para pemimpin Hamas sendiri telah berulang kali membantah tuduhan oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia yang menuduh mereka berusaha untuk memaksakan hukum Islam di Gaza.
(esn)