PM Bulgaria mengundurkan diri
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintahan Bulgaria pimpinan Perdana Menteri Boyko Borisov menjadi korban terakhir gelombang krisis ekonomi Eropa, setelah kemarin mereka menyatakan mengundurkan diri di tengah maraknya demonstrasi massal terkait kebijakan penghematan dan tingginya tarif listrik.
Banyak warga Bulgaria yang kecewa berat atas tingginya harga listrik, monopoli energi, rendahnya standar kehidupan, dan korupsi di negara termiskin di Uni Eropa itu. Mereka kemudian turun ke jalan dan pada Selasa malam (19/2) waktu setempat, mereka terlibat bentrokan dengan polisi. Unjuk rasa yang diikuti puluhan ribu warga itu sudah dimulai sejak Minggu (17/2).
Borisov sebenarnya sudah berusaha meredam unjuk rasa itu dengan memecat menteri keuangan, berjanji menurunkan harga listrik, dan menghukum perusahaan asing. Namun, langkah itu gagal meredam kekecewaan warga.
“Kami memiliki martabat dan kehormatan. Ini adalah orang-orang yang menempatkan kita dalam kekuasaan,dan hari ini kami mengembalikannya pada mereka,”kata Borisov kepada parlemen saat mengumumkan pengunduran diri, kemarin, dikutip AFP. “Saya tidak akan berpartisipasi dalam pemerintahan di mana polisi memukuli rakyat.”
Borisov, mantan pengawal diktator komunis Bulgaria Todor Zhivkov, sekarang bisa berusaha membentuk pemerintahan baru dengan memanfaatkan posisi kuat partainya, GERB,di parlemen. Tapi kalau gagal, dia bisa memajukan pemilu yang dijadwalkan pada Juli.
Bulgaria menaikkan tarif listrik—yang sebenarnya sensitif secara politik karena tagihannya memakan sebagian besar pendapatan warga— hingga 13% pada Juli lalu. Namun, dampak nyatanya tidak terasa sampai perumahan menggunakan listrik untuk pemanas pada musim dingin.
Banyak warga Bulgaria yang kecewa berat atas tingginya harga listrik, monopoli energi, rendahnya standar kehidupan, dan korupsi di negara termiskin di Uni Eropa itu. Mereka kemudian turun ke jalan dan pada Selasa malam (19/2) waktu setempat, mereka terlibat bentrokan dengan polisi. Unjuk rasa yang diikuti puluhan ribu warga itu sudah dimulai sejak Minggu (17/2).
Borisov sebenarnya sudah berusaha meredam unjuk rasa itu dengan memecat menteri keuangan, berjanji menurunkan harga listrik, dan menghukum perusahaan asing. Namun, langkah itu gagal meredam kekecewaan warga.
“Kami memiliki martabat dan kehormatan. Ini adalah orang-orang yang menempatkan kita dalam kekuasaan,dan hari ini kami mengembalikannya pada mereka,”kata Borisov kepada parlemen saat mengumumkan pengunduran diri, kemarin, dikutip AFP. “Saya tidak akan berpartisipasi dalam pemerintahan di mana polisi memukuli rakyat.”
Borisov, mantan pengawal diktator komunis Bulgaria Todor Zhivkov, sekarang bisa berusaha membentuk pemerintahan baru dengan memanfaatkan posisi kuat partainya, GERB,di parlemen. Tapi kalau gagal, dia bisa memajukan pemilu yang dijadwalkan pada Juli.
Bulgaria menaikkan tarif listrik—yang sebenarnya sensitif secara politik karena tagihannya memakan sebagian besar pendapatan warga— hingga 13% pada Juli lalu. Namun, dampak nyatanya tidak terasa sampai perumahan menggunakan listrik untuk pemanas pada musim dingin.
(esn)