AS juga picu perlombaan senjata di Asia
A
A
A
Sindonews.com - Ambisi negara-negara Asia dalam berlomba-lomba mengembangkan teknologi antariksa telah menimbulkan satu pertanyaan besar: apakah persaingan ini bakal bermuara pada perlombaan senjata? Banyak yang melihat bahwa perlombaan antariksa di kawasan Asia ini akan menjadi permulaan bagi lomba senjata regional.
“Banyak orang yang akan mengatakan kalau semua orang sudah berlari—dan itulah yang sudah terjadi,” papar Daniel Pinkston, Deputi Direktur Proyek Asia Timur Jauh International Crisis Group di Seoul, kepada CNN. “Itu yang dibilang semuanya berkaitan.”
Menurut Pinkston, apa yang terjadi nanti bisa jadi lebih buruk. Apalagi, beberapa negara di kawasan itu sudah menaikkan anggaran militer. Jepang saja meningkatkan anggaran militernya meski angkanya tetap berada di bawah 1% dari pendapatan domestik bruto (PDB). Anggaran militer Korsel sekitar 2,5%.
Sementara, meski tidak ada catatan resmi mengenai berapa anggaran Korut,diyakini bahwa negara itu menghabiskan banyak dana untuk militer. Beberapa analis berpendapat, perlombaan itu sebenarnya dipicu oleh perpindahan fokus kebijakan luar negeri Amerika Serikat (AS) ke Asia. Presiden AS Barack Obama telah memilih kawasan itu sebagai tujuan kunjungan luar negeri resmi pertamanya setelah dilantik bulan lalu.
Selain itu, kian memuncaknya sengketa wilayah laut antara China dan negara-negara Asia Tenggara serta Jepang juga bakal menjadi faktor penting. Dengan kepemimpinan baru, China berusaha meningkatkan klaim maritimnya di seluruh Laut China Selatan dan Timur baik dengan cara diplomatik dan militer.
Kekuatan lain di Pasifik,Jepang dan India,juga kian meningkatkan hubungan dengan mitra Asia Tenggara mereka, termasuk melalui mekanisme multilateral Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Pemerintahan Obama mengirimkan sinyal perubahan fokus itu pada November 2011 ketika presiden itu berpidato di hadapan parlemen Australia.
“Sebagai sebuah negara Pasifik, AS akan memainkan peranan yang lebih besar dan jangka panjang dalam membentuk kawasan dan masa depannya,” ujar Obama kala itu.
Para pakar menilai tujuan perubahan itu adalah untuk meredam klaim maritim China dan melindungi kebebasan navigasi di Pasifik Barat. Tapi, strategis AS terhadap Asia itu tidak hanya memperkuat tangan China dalam menyerukan strategi perlawanan yang lebih keras, tapi juga mendorong mitra regional AS seperti Jepang, Filipina, dan Vietnam untuk menekan klaim mereka atas wilayah itu dengan lebih agresif.
Dalam hal ini,yang bakal diuntungkan tampaknya adalah produsen senjata. Beberapa pengamat memperkirakan, penjualan jet tempur, sistem anti-rudal dan senjata mahal lain buatan AS ke beberapa tetangga China bakal melejit.
“Perubahan itu akan menghasilkan peluang bagi industri kita untuk membantu melengkapi kawan-kawan kita,” ujar Fred Downey, wakil presiden keamanan nasional Aerospace Industries Association, kelompok dagang yang juga beranggotakan pembuat senjata top AS, kepada Reuters.
Permintaan senjata buatan AS ini diperkirakan tetap kuat dalam beberapa tahun ke depan. Rupert Hammond-Chambers, konsultan pembuat senjata AS di Bower Group Asia, memprediksi anggaran pertahanan Asia Tenggara akan naik pesat di tengah agresivitas China dalam sengketa di Laut China Selatan dan Timur.
Sejak 2011 penjualan perlengkapan militer AS di seluruh dunia mencapai di atas USD60 miliar, dengan USD6,9 miliar perjanjian akuisisi dengan India pada 2011 dan USD13,7 miliar dalam penjualan kepada mitra Pasifik pada 2012. AS juga telah mendorong kemandirian di antara negaranegara aliansi mereka di Asia dengan menciptakan “tembok Beijing” di kawasan perairan Beijing.
Penjualan militer baru-baru ini membuat AS mengeruk keuntungan dari mitra Asia mereka, dengan melecut mereka untuk sama-sama berbagi biaya dalam menghadapi China. Aspek militer dalam perubahan fokus AS itu juga telah membersihkan para kritikus di Beijing yang secara konsisten meremehkan jaminan Amerika terhadap perdamaian dan kemitraan global.
“Meski pemimpin politik AS biasa membantahnya, militer AS berusaha mengalahkan China di kawasan Asia Pasifik. Para perencana militer Amerika telah mengembangkan postur di Asia bahwa mereka dirancang dengan tujuan jelas menempatkan perdagangan via laut China dalam risiko,” ujar Justin Logan dalam sebuah laporan Cato Institute, seperti dikutip Asia Times Online.
“Masalah pertama strategi Amerika adalah pendekatan pengalahan dan keterlibatan yang dibangun di atas kebijakan yang berseberangan.”
“Banyak orang yang akan mengatakan kalau semua orang sudah berlari—dan itulah yang sudah terjadi,” papar Daniel Pinkston, Deputi Direktur Proyek Asia Timur Jauh International Crisis Group di Seoul, kepada CNN. “Itu yang dibilang semuanya berkaitan.”
Menurut Pinkston, apa yang terjadi nanti bisa jadi lebih buruk. Apalagi, beberapa negara di kawasan itu sudah menaikkan anggaran militer. Jepang saja meningkatkan anggaran militernya meski angkanya tetap berada di bawah 1% dari pendapatan domestik bruto (PDB). Anggaran militer Korsel sekitar 2,5%.
Sementara, meski tidak ada catatan resmi mengenai berapa anggaran Korut,diyakini bahwa negara itu menghabiskan banyak dana untuk militer. Beberapa analis berpendapat, perlombaan itu sebenarnya dipicu oleh perpindahan fokus kebijakan luar negeri Amerika Serikat (AS) ke Asia. Presiden AS Barack Obama telah memilih kawasan itu sebagai tujuan kunjungan luar negeri resmi pertamanya setelah dilantik bulan lalu.
Selain itu, kian memuncaknya sengketa wilayah laut antara China dan negara-negara Asia Tenggara serta Jepang juga bakal menjadi faktor penting. Dengan kepemimpinan baru, China berusaha meningkatkan klaim maritimnya di seluruh Laut China Selatan dan Timur baik dengan cara diplomatik dan militer.
Kekuatan lain di Pasifik,Jepang dan India,juga kian meningkatkan hubungan dengan mitra Asia Tenggara mereka, termasuk melalui mekanisme multilateral Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Pemerintahan Obama mengirimkan sinyal perubahan fokus itu pada November 2011 ketika presiden itu berpidato di hadapan parlemen Australia.
“Sebagai sebuah negara Pasifik, AS akan memainkan peranan yang lebih besar dan jangka panjang dalam membentuk kawasan dan masa depannya,” ujar Obama kala itu.
Para pakar menilai tujuan perubahan itu adalah untuk meredam klaim maritim China dan melindungi kebebasan navigasi di Pasifik Barat. Tapi, strategis AS terhadap Asia itu tidak hanya memperkuat tangan China dalam menyerukan strategi perlawanan yang lebih keras, tapi juga mendorong mitra regional AS seperti Jepang, Filipina, dan Vietnam untuk menekan klaim mereka atas wilayah itu dengan lebih agresif.
Dalam hal ini,yang bakal diuntungkan tampaknya adalah produsen senjata. Beberapa pengamat memperkirakan, penjualan jet tempur, sistem anti-rudal dan senjata mahal lain buatan AS ke beberapa tetangga China bakal melejit.
“Perubahan itu akan menghasilkan peluang bagi industri kita untuk membantu melengkapi kawan-kawan kita,” ujar Fred Downey, wakil presiden keamanan nasional Aerospace Industries Association, kelompok dagang yang juga beranggotakan pembuat senjata top AS, kepada Reuters.
Permintaan senjata buatan AS ini diperkirakan tetap kuat dalam beberapa tahun ke depan. Rupert Hammond-Chambers, konsultan pembuat senjata AS di Bower Group Asia, memprediksi anggaran pertahanan Asia Tenggara akan naik pesat di tengah agresivitas China dalam sengketa di Laut China Selatan dan Timur.
Sejak 2011 penjualan perlengkapan militer AS di seluruh dunia mencapai di atas USD60 miliar, dengan USD6,9 miliar perjanjian akuisisi dengan India pada 2011 dan USD13,7 miliar dalam penjualan kepada mitra Pasifik pada 2012. AS juga telah mendorong kemandirian di antara negaranegara aliansi mereka di Asia dengan menciptakan “tembok Beijing” di kawasan perairan Beijing.
Penjualan militer baru-baru ini membuat AS mengeruk keuntungan dari mitra Asia mereka, dengan melecut mereka untuk sama-sama berbagi biaya dalam menghadapi China. Aspek militer dalam perubahan fokus AS itu juga telah membersihkan para kritikus di Beijing yang secara konsisten meremehkan jaminan Amerika terhadap perdamaian dan kemitraan global.
“Meski pemimpin politik AS biasa membantahnya, militer AS berusaha mengalahkan China di kawasan Asia Pasifik. Para perencana militer Amerika telah mengembangkan postur di Asia bahwa mereka dirancang dengan tujuan jelas menempatkan perdagangan via laut China dalam risiko,” ujar Justin Logan dalam sebuah laporan Cato Institute, seperti dikutip Asia Times Online.
“Masalah pertama strategi Amerika adalah pendekatan pengalahan dan keterlibatan yang dibangun di atas kebijakan yang berseberangan.”
(esn)