Rakyat Goa gembira sambut kedatangan pasukan gabungan
A
A
A
Sindonews.com – Pasukan gabungan Perancis dan Mali terus bergerak ke basis-basis pertahanan kaum pemberontak di utara Mali. Hasilnya, sejak akhir pekan lalu, sejumlah kota berhasil dibebaskan dari cengkraman pemberontak.
Menyambut kesuksesan internvensi militer Perancis dan Mali di Kota Goa, sejumlah penduduk Goa menyambut kemenangan tersebut dengan suka cita. Mereka menari dengan diiringi alunan musik. Sejumlah pemuda juga nampak berkeliling kota dengan mengunakan motor sambil mengibarkan bendera Mali, Perancis, dan Nigeria.
"Sekarang kita bisa bernapas dengan bebas," ungkap Hawa Toure, seorang wanita yang merasa bebas mengenakan jubah warna warni. Sebelumnya, kaum wanita di Goa dilarang oleh militan menggunakan busana warna-warni, karena dianggap terlalu mencolok.
Toure mengucapkan terima kasih atas upaya pasukan internasional untuk membebaskan Mali dari kaum pemberontak. “Kami mengucapkan terimakasih pada teman-teman dari seluruh dunia atas bantuannya,” katanya.
Di kota terbesar di wilayah Utara Mali tersebut, pemberontak Mali menerapkan syariat Islam dengan ketat. Mereka melarang penduduk mendengarkan dan memainkan musik, melarang merokok, memerintahkan perempuan untuk mengunakan jilbab, memotong tangan pencuri, bahkan tidak segan-segan menggelar hukuman mati.
Menyambut kesuksesan internvensi militer Perancis dan Mali di Kota Goa, sejumlah penduduk Goa menyambut kemenangan tersebut dengan suka cita. Mereka menari dengan diiringi alunan musik. Sejumlah pemuda juga nampak berkeliling kota dengan mengunakan motor sambil mengibarkan bendera Mali, Perancis, dan Nigeria.
"Sekarang kita bisa bernapas dengan bebas," ungkap Hawa Toure, seorang wanita yang merasa bebas mengenakan jubah warna warni. Sebelumnya, kaum wanita di Goa dilarang oleh militan menggunakan busana warna-warni, karena dianggap terlalu mencolok.
Toure mengucapkan terima kasih atas upaya pasukan internasional untuk membebaskan Mali dari kaum pemberontak. “Kami mengucapkan terimakasih pada teman-teman dari seluruh dunia atas bantuannya,” katanya.
Di kota terbesar di wilayah Utara Mali tersebut, pemberontak Mali menerapkan syariat Islam dengan ketat. Mereka melarang penduduk mendengarkan dan memainkan musik, melarang merokok, memerintahkan perempuan untuk mengunakan jilbab, memotong tangan pencuri, bahkan tidak segan-segan menggelar hukuman mati.
(esn)