Netanyahu tolak putusan Abbas ubah nama Otoritas Palestina
A
A
A
Sindonews.com - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak keputusan Presiden Palestina Mahmoud Abbas untuk mengubah nama Otoritas Palestina menjadi Negara Palestina. Netanyahu menilai keputusan ini merupakan pelanggaran serius terhadap perjanjian Oslo yang telah disepakati oleh Israel dan Palestina.
"Saya dan pemerintahan saya dengan tegas menolak keputusan Abbas untuk mengeluarkan paspor dan kartu identitas dan surat izin mengemudi yang diberi label Negara Palestina," ungkap Netanyahu dalam sebuah pernyataan seperti diberitakan dalam gulfnews.com.
Netanyahu mengatakan Negara Palestina merdeka hanya akan terbentuk jika Israel dan Palestina sepakat untuk berdamai. Tentunya, kedua belah pihak juga harus berhenti saling klaim.
"Tindakan Abbas tidak bermakna politik dan secara praktik tidak akan berdampak dilapangan," ungkap Netanyahu.
Akhir pekan lalu Presiden Palestina Mahmoud Abbas memerintahkan mengubah nama negara, dari Otoritas Palestina menjadi Negara Palestina. Menurut surat keputusan tersebut, Abbas memberikan tenggang waktu selama dua bulan untuk mengganti paspor lama dan semua perangkat kenagaraan, serta kependudukan yang bertuliskan Otoritas Palestina menjadi Negara Palestina.
Sementara itu, Hanna Eisa, Profesor dan pakar dalam hukum internasional dari Palestina mengatakan langkah Abbas dapat memicu konfrontasi berdarah antara Palestina dan Israel. Pasalnya, penjajahan masih terjadi di wilayah Palestina. Dalam kondisi ini, legalitas hukum menjadi suatu hal yang sangat penting dan rumit.
"Pergantian nama Otoritas Palestina menjadi Negara Palestina membutuhkan banyak pengkajian, pertimbangan serta konsultasi," ungkap Eisa.
Eisa menambahkan, resolusi Majelis Umum PBB yang memutuskan mengubah status Palestina menjadi Negara Pengamat Non Anggota PBB tidak dapat menjadi dasar untuk merubah status tersebut. Resolusi PBB itu lebih merujuk pada sebuah etika daripada keputusan yang sebenarnya.
"Saya dan pemerintahan saya dengan tegas menolak keputusan Abbas untuk mengeluarkan paspor dan kartu identitas dan surat izin mengemudi yang diberi label Negara Palestina," ungkap Netanyahu dalam sebuah pernyataan seperti diberitakan dalam gulfnews.com.
Netanyahu mengatakan Negara Palestina merdeka hanya akan terbentuk jika Israel dan Palestina sepakat untuk berdamai. Tentunya, kedua belah pihak juga harus berhenti saling klaim.
"Tindakan Abbas tidak bermakna politik dan secara praktik tidak akan berdampak dilapangan," ungkap Netanyahu.
Akhir pekan lalu Presiden Palestina Mahmoud Abbas memerintahkan mengubah nama negara, dari Otoritas Palestina menjadi Negara Palestina. Menurut surat keputusan tersebut, Abbas memberikan tenggang waktu selama dua bulan untuk mengganti paspor lama dan semua perangkat kenagaraan, serta kependudukan yang bertuliskan Otoritas Palestina menjadi Negara Palestina.
Sementara itu, Hanna Eisa, Profesor dan pakar dalam hukum internasional dari Palestina mengatakan langkah Abbas dapat memicu konfrontasi berdarah antara Palestina dan Israel. Pasalnya, penjajahan masih terjadi di wilayah Palestina. Dalam kondisi ini, legalitas hukum menjadi suatu hal yang sangat penting dan rumit.
"Pergantian nama Otoritas Palestina menjadi Negara Palestina membutuhkan banyak pengkajian, pertimbangan serta konsultasi," ungkap Eisa.
Eisa menambahkan, resolusi Majelis Umum PBB yang memutuskan mengubah status Palestina menjadi Negara Pengamat Non Anggota PBB tidak dapat menjadi dasar untuk merubah status tersebut. Resolusi PBB itu lebih merujuk pada sebuah etika daripada keputusan yang sebenarnya.
(esn)