Pemerintah Myanmar hentikan serangan militer
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah Myanmar menyatakan sudah menghentikan semua serangan militernya di daerah konflik. Hal tersebut menegaskan bahwa sudah tidak ada kekerasan di daerah konflik di Myanmar.
Seorang pejabat pemerintah Myanmar mengatakan kepada pihak militer untuk menghentikan semua serangan yang terjadi di daerah konflik etnik minoritas. Namun, ia mengakui bahwa terkadang perintah penghentian kekerasan itu sulit untuk diimplementasikan di wilayah konflik.
Menteri Imigrasi dan Populasi Myanmar, Khin Yi mengatakan bahwa Presiden Thein Sein telah memerintahkan tentaranya untuk tidak menyerang kelompok etnis minoritas, kecuali untuk membela diri. Khin Yi mengakui bahwa beberapa pertempuran terus berlangsung di beberapa daerah.
"Perintah itu berlaku bagi seluruh negeri. Beberapa aksi pertempuran terjadi saat petugas patroli bertemu secara tiba-tiba dengan kelompok etnis. Tiba-tiba langsung melakukan aksi saling tembak, terkadang perintah untuk tidak melakukan serangan malah tidak memiliki akar yang kuat," ungkap Khin Yi seperti dikutip AFP (17/1/2012)
Suatu perintah yang dikeluarkan presiden sebelumnya pada pertengahan Desember kepada militer. Perintah tersebut untuk menghentikan serangan terhadap gerilyawan etnis Kachin di utara Negara. Namun hal tersebut gagal terwujud.
Sampai saat ini pemberontak Kachin belum menerima tawaran yang diberikan oleh pemerintah Myanmar untuk melakukan perundingan damai.
Sebelumnya pada hari Kamis 12 Januari 2012, pemerintah telah menandatangani perjanjian gencatan senjata dengan pemberontak Karen di wilayah perbatasan Timur Myanmar. Penandatangan ini dilakukan untuk menghadiri sebuah konflik sipil yang terlama di dunia.
Kelompok pemberontak Zaitun merupakan salah satu gerliyawan etnis di Myanmar yang di pimpin secara langsung oleh pihak militer selama lima dekade. Namun kepemimpinan ini telah diambil alih tahun lalu.
Selain masalah reformasi untuk menciptakan kepemimpinan yang lebih demokratis Myanmar masih sering dilanda konflik sipil sejak merdeka tahun 1948. Pemerintah juga menghadapi tudingan pelangaran hak asasi manusia yang melibatkan pasukan pemerintah.
Kondisi ini mendorong masyarakat internasional menuntut pemerintah Myanmar untuk segera menyelesaikan berbagai permasalahan domestiknya.
Sebelumnya pemerintah Myanmar telah berhasil mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan geriliawan di negara bagian selatan Shan, Myanmar.(azh)
Seorang pejabat pemerintah Myanmar mengatakan kepada pihak militer untuk menghentikan semua serangan yang terjadi di daerah konflik etnik minoritas. Namun, ia mengakui bahwa terkadang perintah penghentian kekerasan itu sulit untuk diimplementasikan di wilayah konflik.
Menteri Imigrasi dan Populasi Myanmar, Khin Yi mengatakan bahwa Presiden Thein Sein telah memerintahkan tentaranya untuk tidak menyerang kelompok etnis minoritas, kecuali untuk membela diri. Khin Yi mengakui bahwa beberapa pertempuran terus berlangsung di beberapa daerah.
"Perintah itu berlaku bagi seluruh negeri. Beberapa aksi pertempuran terjadi saat petugas patroli bertemu secara tiba-tiba dengan kelompok etnis. Tiba-tiba langsung melakukan aksi saling tembak, terkadang perintah untuk tidak melakukan serangan malah tidak memiliki akar yang kuat," ungkap Khin Yi seperti dikutip AFP (17/1/2012)
Suatu perintah yang dikeluarkan presiden sebelumnya pada pertengahan Desember kepada militer. Perintah tersebut untuk menghentikan serangan terhadap gerilyawan etnis Kachin di utara Negara. Namun hal tersebut gagal terwujud.
Sampai saat ini pemberontak Kachin belum menerima tawaran yang diberikan oleh pemerintah Myanmar untuk melakukan perundingan damai.
Sebelumnya pada hari Kamis 12 Januari 2012, pemerintah telah menandatangani perjanjian gencatan senjata dengan pemberontak Karen di wilayah perbatasan Timur Myanmar. Penandatangan ini dilakukan untuk menghadiri sebuah konflik sipil yang terlama di dunia.
Kelompok pemberontak Zaitun merupakan salah satu gerliyawan etnis di Myanmar yang di pimpin secara langsung oleh pihak militer selama lima dekade. Namun kepemimpinan ini telah diambil alih tahun lalu.
Selain masalah reformasi untuk menciptakan kepemimpinan yang lebih demokratis Myanmar masih sering dilanda konflik sipil sejak merdeka tahun 1948. Pemerintah juga menghadapi tudingan pelangaran hak asasi manusia yang melibatkan pasukan pemerintah.
Kondisi ini mendorong masyarakat internasional menuntut pemerintah Myanmar untuk segera menyelesaikan berbagai permasalahan domestiknya.
Sebelumnya pemerintah Myanmar telah berhasil mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan geriliawan di negara bagian selatan Shan, Myanmar.(azh)
()