Laporkan Jumlah Infeksi Corona, Irak Tangguhkan Lisensi Reuters
A
A
A
BAGHDAD - Irak telah menangguhkan lisensi Reuters setelah kantor berita itu menyatakan Baghdad telah menyembunyikan jumlah angka yang sebenarnya terkait pandemi virus Corona.
Dalam sebuah pernyataan, komisi komunikasi dan media (CMC) Irak mengatakan mereka menangguhkan lisensi selama tiga bulan dan mengenakan denda USD20.820 untuk melaporkan berita palsu dan angka yang berkaitan dengan kasus virus Corona di negara itu seperti dikutip dari Middle East Eye, Jumat (3/4/2020).
Dalam laporannya, yang dirilis pada hari Kamis, Reuters mengutip dokter Irak, politisi dan pejabat kesehatan yang mengatakan bahwa negara itu memiliki ribuan kasus COVID-19 yang dikonfirmasi, berkali-kali lebih banyak daripada jumlah 772 yang dilaporkan kepada publik.
Tiga dokter yang bekerja dalam tim farmasi membantu menguji dugaan kasus virus Corona di Baghdad mengatakan bahwa, berdasarkan diskusi mereka dengan sesama petugas medis, malah ada antara 3.000 dan 9.000 kasus yang dikonfirmasi.
Seorang pejabat kementerian kesehatan Irak yang bekerja dalam pengujian virus itu juga mengatakan ada lebih dari 2.000 kasus yang dikonfirmasi dari Baghdad timur saja, sementara seorang pejabat politik - yang menurut Reuters telah menghadiri pertemuan dengan kementerian kesehatan - juga mengatakan ribuan kasus telah dikonfirmasi.
Pemerintah Irak membalas klaim dalam laporan itu, menyebutnya tidak akurat dan ancaman terhadap kesehatan masyarakat Irak.
Kementerian kesehatan Irak mengatakan mereka memiliki hak untuk mengambil tindakan hukum untuk melindungi warga Irak dari informasi yang disengaja.
Reporters Without Borders (RSF) mengkritik langkah tersebut.
"RSF mencela sanksi yang dijatuhkan oleh CMC ini pada saat informasi tentang pandemi itu penting," tulis organisasi itu di akun Twitternya.
Irak saat ini memiliki tingkat kematian tertinggi kedua di Timur Tengah, dengan 54 kematian.
Hanya sekitar 2.000 orang telah diuji dari 40 juta populasi Irak dan ada kekhawatiran bahwa lonjakan jumlah kasus dapat menempatkan beban yang jauh lebih besar pada sistem kesehatan negara yang sudah kekurangan dana itu.
Ghaith Ghaffuri, seorang internis di rumah sakit Shahid al-Sadi di tengah lingkungan Kota Sadr Baghdad, mengatakan kepada Middle East Eye bahwa meskipun ada upaya terbaik dari pekerja, sistem perawatan kesehatan Irak terlalu rapuh.
"Jika kami mendapatkan angka seperti yang Anda dapatkan di Inggris atau di Spanyol atau Italia, kami akan jatuh," katanya.
"Ini semua tentang angka - jika jumlahnya naik hingga 10.000, katakanlah, kita bahkan tidak akan memiliki cukup tempat tidur untuk menampung orang dan tentu saja kita tidak akan memiliki ventilator untuk orang yang terinfeksi parah," tukasnya.
Dalam sebuah pernyataan, komisi komunikasi dan media (CMC) Irak mengatakan mereka menangguhkan lisensi selama tiga bulan dan mengenakan denda USD20.820 untuk melaporkan berita palsu dan angka yang berkaitan dengan kasus virus Corona di negara itu seperti dikutip dari Middle East Eye, Jumat (3/4/2020).
Dalam laporannya, yang dirilis pada hari Kamis, Reuters mengutip dokter Irak, politisi dan pejabat kesehatan yang mengatakan bahwa negara itu memiliki ribuan kasus COVID-19 yang dikonfirmasi, berkali-kali lebih banyak daripada jumlah 772 yang dilaporkan kepada publik.
Tiga dokter yang bekerja dalam tim farmasi membantu menguji dugaan kasus virus Corona di Baghdad mengatakan bahwa, berdasarkan diskusi mereka dengan sesama petugas medis, malah ada antara 3.000 dan 9.000 kasus yang dikonfirmasi.
Seorang pejabat kementerian kesehatan Irak yang bekerja dalam pengujian virus itu juga mengatakan ada lebih dari 2.000 kasus yang dikonfirmasi dari Baghdad timur saja, sementara seorang pejabat politik - yang menurut Reuters telah menghadiri pertemuan dengan kementerian kesehatan - juga mengatakan ribuan kasus telah dikonfirmasi.
Pemerintah Irak membalas klaim dalam laporan itu, menyebutnya tidak akurat dan ancaman terhadap kesehatan masyarakat Irak.
Kementerian kesehatan Irak mengatakan mereka memiliki hak untuk mengambil tindakan hukum untuk melindungi warga Irak dari informasi yang disengaja.
Reporters Without Borders (RSF) mengkritik langkah tersebut.
"RSF mencela sanksi yang dijatuhkan oleh CMC ini pada saat informasi tentang pandemi itu penting," tulis organisasi itu di akun Twitternya.
Irak saat ini memiliki tingkat kematian tertinggi kedua di Timur Tengah, dengan 54 kematian.
Hanya sekitar 2.000 orang telah diuji dari 40 juta populasi Irak dan ada kekhawatiran bahwa lonjakan jumlah kasus dapat menempatkan beban yang jauh lebih besar pada sistem kesehatan negara yang sudah kekurangan dana itu.
Ghaith Ghaffuri, seorang internis di rumah sakit Shahid al-Sadi di tengah lingkungan Kota Sadr Baghdad, mengatakan kepada Middle East Eye bahwa meskipun ada upaya terbaik dari pekerja, sistem perawatan kesehatan Irak terlalu rapuh.
"Jika kami mendapatkan angka seperti yang Anda dapatkan di Inggris atau di Spanyol atau Italia, kami akan jatuh," katanya.
"Ini semua tentang angka - jika jumlahnya naik hingga 10.000, katakanlah, kita bahkan tidak akan memiliki cukup tempat tidur untuk menampung orang dan tentu saja kita tidak akan memiliki ventilator untuk orang yang terinfeksi parah," tukasnya.
(ian)