Iran: Sanksi AS Adalah Terorisme Medis
A
A
A
TEHERAN - Sanksi Amerika Serikat (AS) yang berlanjut terhadap Iran mewakili "terorisme medis" ketika Teheran melanjutkan pertempurannya dengan pandemi virus Corona COVID-19. Demikian pernyataan yang dikeluarkan juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Seyed Abbas Mousavi.
Mousavi mengatakan pemerintah Presiden Donald Trump tidak dalam posisi untuk mengkritik penangangan Iran terhadap krisis, mengingat kegagalannya untuk menahan pandemi.
Mousavi menyebut pemerintahan Trump membahayakan kesehatan rakyat Iran melalui terorisme ekonomi dan medis serta melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Iran adalah salah satu pusat episentrum wabah COVID-19, dan tetap menjadi salah satu negara yang paling parah terkena dampaknya. Menurut data Universitas Johns Hopkins, negara ini telah mencatat lebih dari 44.600 kasus infeksi, hampir 3.000 kematian dan lebih dari 14.600 sembuh.
Rezim Iran telah dituduh oleh Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo telah menutupi jumlah sebenarnya dari wabah tersebut, yang telah merambah ke puncak pemerintahan.
Tetapi Mousavi menyarankan bahwa pemerintah AS telah "lemah" dengan sendirinya dalam menanggapi pandemi.
Dengan lebih dari 189.630 kasus yang dikonfirmasi, AS sekarang memiliki jumlah infeksi terbesar di dunia, dengan lebih dari 4.000 kematian dan lebih dari 7.000 sembuh. Trump awalnya mengecilkan parahnya situasi dan mencerca social distancing, tetapi sekarang telah mengakui bahwa setidaknya 100 ribu orang Amerika akan mati dalam beberapa minggu dan bulan mendatang.
"Miliaran dolar yang telah dikeluarkan untuk intervensi di Timur Tengah bisa saja dimasukkan ke dalam sistem perawatan kesehatan AS," Mousavi berpendapat, lebih baik mempersiapkannya untuk krisis semacam itu.
"Pendanaan semacam itu mungkin berarti bahwa AS tidak akan melihat kesengsaraan petugas medis mengenakan kantong sampah dan pasien COVID-19 dalam keputusasaan," tambahnya seperti dikutip dari Newsweek, Rabu (1/4/2020).
Gedung Putih telah mempertahankan strategi sanksi "tekanan maksimum" terhadap Teheran, meskipun rezim di sana mengklaim bahwa pembatasan merusak kemampuannya untuk memerangi COVID-19.
Pemerintahan Trump telah berulang kali menolak pernyataan tersebut, mencatat bahwa sanksi membuat tunjangan untuk pasokan medis. Tetapi pemerintah Iran berargumen bahwa sanksi memblokir transaksi keuangan dan mencegah negara dan organisasi internasional untuk berurusan dengan Teheran, bahkan jika pasokan kemanusiaan diizinkan secara teknis.
Minggu ini, negara-negara Eropa mengirim pasokan medis ke Iran menggunakan sistem barter INSTEX, yang didirikan sebagai alat untuk mengayuh sanksi AS terhadap negara itu dengan memastikan bahwa tidak ada uang yang berpindah tangan langsung antara Eropa dan Iran. Kantor Luar Negeri Jerman mengatakan — atas nama Jerman, Prancis, dan Inggris — bahwa lebih banyak transaksi INSTEX akan terjadi di masa depan. (Baca: Bantu Perangi Corona, Negara Eropa Kirim Peralatan Medis ke Iran )
Belakangan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo menyatakan AS mungkin memikirkan kembali beberapa sanksi karena pandemi virus Corona, meskipun tidak menawarkan rencana konkret untuk melakukannya. (Baca: AS Pikir Ulang Sanksi Iran Seiring Wabah Virus Corona )
Mousavi mengatakan pemerintah Presiden Donald Trump tidak dalam posisi untuk mengkritik penangangan Iran terhadap krisis, mengingat kegagalannya untuk menahan pandemi.
Mousavi menyebut pemerintahan Trump membahayakan kesehatan rakyat Iran melalui terorisme ekonomi dan medis serta melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Iran adalah salah satu pusat episentrum wabah COVID-19, dan tetap menjadi salah satu negara yang paling parah terkena dampaknya. Menurut data Universitas Johns Hopkins, negara ini telah mencatat lebih dari 44.600 kasus infeksi, hampir 3.000 kematian dan lebih dari 14.600 sembuh.
Rezim Iran telah dituduh oleh Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo telah menutupi jumlah sebenarnya dari wabah tersebut, yang telah merambah ke puncak pemerintahan.
Tetapi Mousavi menyarankan bahwa pemerintah AS telah "lemah" dengan sendirinya dalam menanggapi pandemi.
Dengan lebih dari 189.630 kasus yang dikonfirmasi, AS sekarang memiliki jumlah infeksi terbesar di dunia, dengan lebih dari 4.000 kematian dan lebih dari 7.000 sembuh. Trump awalnya mengecilkan parahnya situasi dan mencerca social distancing, tetapi sekarang telah mengakui bahwa setidaknya 100 ribu orang Amerika akan mati dalam beberapa minggu dan bulan mendatang.
"Miliaran dolar yang telah dikeluarkan untuk intervensi di Timur Tengah bisa saja dimasukkan ke dalam sistem perawatan kesehatan AS," Mousavi berpendapat, lebih baik mempersiapkannya untuk krisis semacam itu.
"Pendanaan semacam itu mungkin berarti bahwa AS tidak akan melihat kesengsaraan petugas medis mengenakan kantong sampah dan pasien COVID-19 dalam keputusasaan," tambahnya seperti dikutip dari Newsweek, Rabu (1/4/2020).
Gedung Putih telah mempertahankan strategi sanksi "tekanan maksimum" terhadap Teheran, meskipun rezim di sana mengklaim bahwa pembatasan merusak kemampuannya untuk memerangi COVID-19.
Pemerintahan Trump telah berulang kali menolak pernyataan tersebut, mencatat bahwa sanksi membuat tunjangan untuk pasokan medis. Tetapi pemerintah Iran berargumen bahwa sanksi memblokir transaksi keuangan dan mencegah negara dan organisasi internasional untuk berurusan dengan Teheran, bahkan jika pasokan kemanusiaan diizinkan secara teknis.
Minggu ini, negara-negara Eropa mengirim pasokan medis ke Iran menggunakan sistem barter INSTEX, yang didirikan sebagai alat untuk mengayuh sanksi AS terhadap negara itu dengan memastikan bahwa tidak ada uang yang berpindah tangan langsung antara Eropa dan Iran. Kantor Luar Negeri Jerman mengatakan — atas nama Jerman, Prancis, dan Inggris — bahwa lebih banyak transaksi INSTEX akan terjadi di masa depan. (Baca: Bantu Perangi Corona, Negara Eropa Kirim Peralatan Medis ke Iran )
Belakangan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo menyatakan AS mungkin memikirkan kembali beberapa sanksi karena pandemi virus Corona, meskipun tidak menawarkan rencana konkret untuk melakukannya. (Baca: AS Pikir Ulang Sanksi Iran Seiring Wabah Virus Corona )
(ian)