Covid-19 Menginfeksi Dunia, Kesigapan Taiwan Bisa Ditiru Semua Negara

Selasa, 10 Maret 2020 - 07:49 WIB
Covid-19 Menginfeksi Dunia, Kesigapan Taiwan Bisa Ditiru Semua Negara
Covid-19 Menginfeksi Dunia, Kesigapan Taiwan Bisa Ditiru Semua Negara
A A A
Epidemi virus Corona (Covid-19) yang berasal dari Wuhan, China menyebar ke seluruh dunia. Dan, China ingin melepaskan tanggung jawab. Bahkan mengirim pesawat militer ke Taiwan untuk mengalihkan perhatian.

Sejauh ini, ada lebih dari 100.000 kasus yang dikonfirmasi di seluruh dunia, jumlah kematian lebih dari 3.800 (data per tanggal 9 Maret). Pada 2 Maret di Indonesia, Presiden Joko Widodo mengumumkan dua pasien yang positif terinfeksi virus corona, yang menimbulkan kekhawatiran besar dari semua lapisan masyarakat di Indonesia. Sehingga memicu panic buying. Masyarakat beramai-ramai berburu masker dan membeli kebutuhan lainnya untuk antisipasi terjangkit epidemi.

Saat ini, ada lebih dari 80.000 kasus yang terkonfirmasi dan lebih dari 3.000 kasus kematian. Langkah konyol yang diambil oleh otoritas China terhadap epidemi tidak hanya merugikan orang-orang China, tetapi juga memengaruhi negara-negara di seluruh dunia.

Yang pertama adalah bahwa China pada awalnya menyembunyikan kondisi epidemi dan melewatkan periode emas pencegahan epidemi selama 30 hari.Selain memberikan kesempatan kepada virus untuk menyebar di seluruh China, langkah dari China ini juga menjadi penghalang bagi negara lain untuk mengambil langkah-langkah pencegahan awal.

Menurut berbagai data dan laporan media, China melaporkan epidemi pneumonia yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya pada Desember 2019, tetapi pada saat itu China memperkuat pemantauannya terhadap internet dan media. Media resmi China juga berbohong bahwa epidemi itu "dapat dicegah dan dikendalikan" Tidak ada situasi "penularan manusia ke manusia".

Dokter Li Wenliang yang mengungkapkan bahwa virus ini telah ditularkan antar manusia dipaksa bungkam. Sehingga, pada saat itu, sebagian besar orang China tidak menyadarinya. Hingga, epidemi di China pecah dan benar-benar tidak dapat ditahan lagi.

Pada 20 Januari, presiden Xi Jinping secara terbuka menyatakan seruannya untuk pencegahan epidemi, dan diagnosis resmi baru mulai meningkat sejak saat itu. Ketika kota Wuhan ditutup pada 23 Januari, orang-orang China dan seluruh dunia baru tahu bahwa epidemi ini telah berdampak serius.

Hanya karena China awalnya menyembunyikan epidemi dan melewatkan "periode emas pencegahan epidemi" menyebabkan situasi epidemi global saat ini menjadi tidak terkendali. Selain menyembunyikan epidemi awal, China mulai menyalahkan dan mengalihkan perhatiansemua lapisan masyarakat setelah wabah.

Sebagai contoh, China kemudian mengumumkan bahwa mereka telah memberi tahu WHO tentang penyakit menular yang tidak diketahui penyebabnya pada 31 Desember tahun lalu. Bahkan mengatakan mereka akan memberi tahu Amerika Serikat tentang epidemi pada 3 Januari tahun ini dalam upaya untuk menyembunyikan fakta bahwa pejabat China menyembunyikan epidemi tersebut.

Namun, langkah ini secara langsung menyebabkan ketidakpuasan orang-orang China, yang beranggapan bahwa pemerintah China lebih mementingkan melaporkan situasi epidemi kepada publik luar negeri daripada memberitahu masyarakat China sendiri sesegera mungkin. Selain itu, China juga telah mengambil berbagai langkah untuk mengalihkan perhatian semua lapisan masyarakat.

Misalnya, penggunaan kekuatan dunia maya untuk mengkritik penangguhan Taiwan mengekspor masker medis dengan menuduh Taiwan tidak punya tenggang rasa, dan bahkan ketika epidemi meletus di China, mereka mengirim pesawat militer berkeliling di sekitar Taiwan untuk mengintimidasi pada tanggal 9 dan 10 Februari.Menteri luar negeri Taiwan menyarankan agar China saat ini harus memfokuskan upayanya pada pencegahan epidemi daripada menggunakan kekuatan militer untuk mengancam negara tetangga.

Taiwan paling dekat dengan China secara geografis. The Center for Systems Science and Engineering-CSSE Universitas Johns Hopkins, awalnya memprediksi bahwa epidemi akan menyebar di Taiwan secara global dan risikonya berada di urutan kedua setelah Thailand. Namun, jumlah kasus domestik di Taiwan jauh lebih sedikit dibanding dengan jumlah kasus di negara maju lainnya, dan jelas sekali bahwa pencegahan epidemi Taiwan memang efektif.

Baru-baru ini, sebuah jurnal medis Amerika yang terkenal, Journal of American Medical Association (JAMA), menerbitkan sebuah makalah yang menjelaskan hasil pencegahan epidemi Taiwan, yang bertajuk " Response to COVID-19 in Taiwan--Big Data Analytics, New Technology, and Proactive Testing".

Artikel ini memuji pemerintah Taiwan yang sigap menanggap dengan mengambil tindakan pencegahan lebih awal, dapat mengkonfirmasi krisis sedini mungkin, dan mengadakan konferensi pers harian untuk melaporkan kepada publik, serta menyampaikan pesan-pesan sederhana dan jelas. Artikel itu juga memuji Taiwan dalam mengintegrasi data asuransi kesehatan, departemen imigrasi, dan data bea cukai ke dalam analisis data besar, memungkinkan klinik dan rumah sakit dengan cepat memperoleh riwayat perjalanan pasien dari kartu asuransi kesehatan masyarakat untuk membantu dalam pencegahan epidemi.

Selain itu, sistem karantina imigrasi elektronik Taiwan menggunakan teknologi baru seperti notifikasi online dan kode QR untuk membantu mengklasifikasikan risiko infeksi manusia dan membersihkan area antrian penumpang di imigrasi dengan cepat.

Taiwan juga telah membuat hotline notifikasi gratis untuk secara proaktif memperluas karantina komunitas. Artikel ini diakhiri dengan menekankan bahwa ketika virus corona menghantam seluruh dunia, "Kebijakan Taiwan tentang pencegahan epidemi cukup konstruktif untuk berfungsi sebagai cerminan bagi negara-negara lain."
(aww)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5589 seconds (0.1#10.140)