Rusia Ogah Akui Pakistan dan India Sebagai Negara Nuklir
A
A
A
MOSKOW - Mengakui India dan Pakistan sebagai negara nuklir akan menjadi bencana besar bagi Perjanjian Non-Proliferasi (NPT). Hal itu diungkapkan Direktur Departemen Nonproliferasi dan Kontrol Senjata Rusia, Vladimir Yermakov.
Meski memiliki senjata nuklir, baik India dan Pakistan bersama Israel dan Sudan Selatan bukanlah pihak dalam Perjanjian Non-Proliferasi (NPT).
"Dunia berkembang dengan cepat, teknologi, termasuk yang ada di bidang nuklir, menjadi tersedia untuk lebih banyak negara. Fakta bahwa India, Pakistan, dan Israel memiliki senjata nuklir tidak membantu memperkuat Perjanjian Non-Proliferasi," ujar Yermakov.
"Tidak ada cara membahas kemungkinan India dan Pakistan bergabung dengan perjanjian itu sebagai negara nuklir. Pengakuan seperti itu akan menjadi bencana bagi perjanjian itu sendiri," imbuhnya seperti dikutip dari Sputnik, Rabu (4/3/2020).
India dan Pakistan mengalami hubungan yang tegang selama bertahun-tahun. Keduanya memiliki senjata nuklir tanpa menjadi pihak dalam Perjanjian Non-Proliferasi (NPT).
Pada tahun 1988, kedua negara menandatangani perjanjian pertukaran daftar fasilitas nuklir. Perjanjian tersebut mulai berlaku pada tahun 1991 dan sejak itu, Pakistan dan India saling menginformasikan instalasi nuklir dan fasilitas yang tercakup dalam kesepakatan tersebut setiap tahun.
Tahun lalu, ketika hubungan antara kedua negara Asia Selatan itu mencapai titik terendahnya, para pemimpin dari Pakistan mengancam India dengan serangan nuklir. India membalas dengan Menteri Pertahanan India Rajnath Singh juga mengumumkan negaranya mungkin mempertimbangkan untuk mengubah doktrin senjata nuklirnya dengan menghilangkan kebijakan "tidak pertama kali menggunakan" di masa depan.
Meski memiliki senjata nuklir, baik India dan Pakistan bersama Israel dan Sudan Selatan bukanlah pihak dalam Perjanjian Non-Proliferasi (NPT).
"Dunia berkembang dengan cepat, teknologi, termasuk yang ada di bidang nuklir, menjadi tersedia untuk lebih banyak negara. Fakta bahwa India, Pakistan, dan Israel memiliki senjata nuklir tidak membantu memperkuat Perjanjian Non-Proliferasi," ujar Yermakov.
"Tidak ada cara membahas kemungkinan India dan Pakistan bergabung dengan perjanjian itu sebagai negara nuklir. Pengakuan seperti itu akan menjadi bencana bagi perjanjian itu sendiri," imbuhnya seperti dikutip dari Sputnik, Rabu (4/3/2020).
India dan Pakistan mengalami hubungan yang tegang selama bertahun-tahun. Keduanya memiliki senjata nuklir tanpa menjadi pihak dalam Perjanjian Non-Proliferasi (NPT).
Pada tahun 1988, kedua negara menandatangani perjanjian pertukaran daftar fasilitas nuklir. Perjanjian tersebut mulai berlaku pada tahun 1991 dan sejak itu, Pakistan dan India saling menginformasikan instalasi nuklir dan fasilitas yang tercakup dalam kesepakatan tersebut setiap tahun.
Tahun lalu, ketika hubungan antara kedua negara Asia Selatan itu mencapai titik terendahnya, para pemimpin dari Pakistan mengancam India dengan serangan nuklir. India membalas dengan Menteri Pertahanan India Rajnath Singh juga mengumumkan negaranya mungkin mempertimbangkan untuk mengubah doktrin senjata nuklirnya dengan menghilangkan kebijakan "tidak pertama kali menggunakan" di masa depan.
(ian)