Karena Virus Corona, Jepang dan China Berbaikan
A
A
A
BEIJING - Ketika China menghadapi isolasi yang semakin meningkat, dengan beberapa negara menutup perbatasan karena ketakutan akan virus Corona, seorang rekan yang tidak terduga telah muncul. Sosok itu adalah musuh bebuyutan China, yakni Jepang.
Setelah beberapa dekade perang dan permusuhan, adanya sumbangan dan aksi penari balet Jepang yang meneriakkan dukungan terhadap China adalah di antara gerakan-gerakan yang membuat Jepang dielu-elukan oleh China.
Berita bahwa pemerintah Jepang mengirim pesawat yang membawa ribuan pakaian pelindung ke kota Wuhan, mendapat sambutan baik. Bukan hanya dari pemerintah, tapi juga masyarakat China.
Pengiriman pesawat tersebut, yang kelima dari jenisnya yang disewa oleh Tokyo, disambut dengan rasa terima kasih, yang disampaikan ke akun Weibo kedutaan Jepang di Beijing. Masyarakat China juga menyatakan keprihatinan dan dukungan kepada Jepang dalam upaya melawan virus tersebut.
"Kalian yang terbaik! Kalian teman terbaik dan tetangga orang-orang China! Tetapi, saya berharap juga kalian bisa mengalahkan epidemi secepatnya," kata seorang pengguna Weibo, seperti dilansir Japan Today.
Pada akhir Januari, foto-foto kotak-kotak masker sumbangan dari Jepang bertuliskan puisi klasik beredar di media sosial China. "Tanah asing dipisahkan oleh gunung dan sungai, kami berbagi angin dan bulan di bawah langit yang sama," bunyi tulisan di kotak-kota itu, yang mengutip teks Dinasti Tang.
Kementerian Luar Negeri China mengatakan "sangat tersentuh" oleh pemberian puitis itu. "Epidemi ini bersifat sementara, tetapi persahabatan tetap bertahan," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying.
Niat baik antara dua negara tetangga di Asia Timur itu jauh dari pertikaian diplomatik yang menjadi ciri hubungan mereka dalam beberapa dekade terakhir, dari perselisihan maritim hingga kemarahan yang terus-menerus pada korban perbudakan seksual masa perang Jepang.
Jepang menginvasi China pada 1930-an dan kedua negara berperang skala penuh dari 1937, sampai kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II pada 1945. China melihat kunjungan berkala para politisi Jepang ke kuil perang Yasukuni di Tokyo untuk menghormati para penjahat perang yang dihukum sebagai tanda agresi.
Victor Teo, asisten profesor studi Jepang di Universitas Hong Kong mengatakan, dalam masa-masa sulit seperti itu dan terutama karena serangan dan kritik dari negara-negara lain, pemerintah dan warga China berterima kasih atas dukungan seperti itu.
"Pada saat yang sama, jelas merupakan kepentingan nasional Jepang bahwa ancaman kesehatan tetap terkandung juga. Jepang sangat rentan karena pertukaran orang-ke-orangnya yang intens dan pertukaran ekonomi dengan China," ujar Teo.
Setelah beberapa dekade perang dan permusuhan, adanya sumbangan dan aksi penari balet Jepang yang meneriakkan dukungan terhadap China adalah di antara gerakan-gerakan yang membuat Jepang dielu-elukan oleh China.
Berita bahwa pemerintah Jepang mengirim pesawat yang membawa ribuan pakaian pelindung ke kota Wuhan, mendapat sambutan baik. Bukan hanya dari pemerintah, tapi juga masyarakat China.
Pengiriman pesawat tersebut, yang kelima dari jenisnya yang disewa oleh Tokyo, disambut dengan rasa terima kasih, yang disampaikan ke akun Weibo kedutaan Jepang di Beijing. Masyarakat China juga menyatakan keprihatinan dan dukungan kepada Jepang dalam upaya melawan virus tersebut.
"Kalian yang terbaik! Kalian teman terbaik dan tetangga orang-orang China! Tetapi, saya berharap juga kalian bisa mengalahkan epidemi secepatnya," kata seorang pengguna Weibo, seperti dilansir Japan Today.
Pada akhir Januari, foto-foto kotak-kotak masker sumbangan dari Jepang bertuliskan puisi klasik beredar di media sosial China. "Tanah asing dipisahkan oleh gunung dan sungai, kami berbagi angin dan bulan di bawah langit yang sama," bunyi tulisan di kotak-kota itu, yang mengutip teks Dinasti Tang.
Kementerian Luar Negeri China mengatakan "sangat tersentuh" oleh pemberian puitis itu. "Epidemi ini bersifat sementara, tetapi persahabatan tetap bertahan," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying.
Niat baik antara dua negara tetangga di Asia Timur itu jauh dari pertikaian diplomatik yang menjadi ciri hubungan mereka dalam beberapa dekade terakhir, dari perselisihan maritim hingga kemarahan yang terus-menerus pada korban perbudakan seksual masa perang Jepang.
Jepang menginvasi China pada 1930-an dan kedua negara berperang skala penuh dari 1937, sampai kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II pada 1945. China melihat kunjungan berkala para politisi Jepang ke kuil perang Yasukuni di Tokyo untuk menghormati para penjahat perang yang dihukum sebagai tanda agresi.
Victor Teo, asisten profesor studi Jepang di Universitas Hong Kong mengatakan, dalam masa-masa sulit seperti itu dan terutama karena serangan dan kritik dari negara-negara lain, pemerintah dan warga China berterima kasih atas dukungan seperti itu.
"Pada saat yang sama, jelas merupakan kepentingan nasional Jepang bahwa ancaman kesehatan tetap terkandung juga. Jepang sangat rentan karena pertukaran orang-ke-orangnya yang intens dan pertukaran ekonomi dengan China," ujar Teo.
(esn)