Harga Kuotanya Termahal di Dunia, Akses Internet Afrika Masih Terbatas

Sabtu, 15 Februari 2020 - 09:37 WIB
Harga Kuotanya Termahal di Dunia, Akses Internet Afrika Masih Terbatas
Harga Kuotanya Termahal di Dunia, Akses Internet Afrika Masih Terbatas
A A A
WASHINGTON - Dengan lemahnya persaingan dan rendahnya investasi infrastruktur jaringan, akses internet di Afrika masih terbatas. Pemerintah Afrika memerlukan dana hingga USD100 miliar(Rp1.368 triliun) untuk membuat warganya daring pada 2030.

Perusahaan telekomunikasi di Afrika mencoba alternatif lain untuk mengatasi isu itu. Salah satunya melalui teknologi Akses Jalur Lebar Nirkabel, menyusul meningkatnya pengguna ponsel atau smartphone sejak 2000-an. Namun, realisasi proyek itu jauh panggang dari api sehingga menciptakan masalah baru.

Berdasarkan penelitian Aliansi untuk Internet Terjangkau (A4AI), harga kuota internet di Afrika menjadi yang termahal di dunia. Rata-rata harga 1 gigabit (GB) kuota internet di seluruh kawasan Afrika ialah 7,12% dari rata-rata pendapatan bulanan penduduk, bahkan di sebagian wilayah dapat mencapai 1/5 dari gaji.

”Tarif itu terlalu mahal untuk seluruh warga Afrika, kecuali bagi segelintir orang kaya. Karena itu, tak heran jika sekitar 49% penduduk dunia masih offline,” ungkap A4AI, dikutip CNN. ”Pasar yang lesu dan sistem monopoli menjadi penyebab utama melonjaknya harga kuota internet. Hal ini tentunya dapat diatasi.

Pernyataan A4AI bukan tanpa alasan. Warga Chad, Kongo, dan Afrika Tengah harus menghabiskan 20% dari rata-rata pendapatan bulanan penduduk di sana untuk 1 GB kuota internet. Sebaliknya, negara dengan angka keterjangkauan tertinggi di Afrika seperti Mesir dan Mauritius hanya perlu merogoh kocek 0,5%.

Secara keseluruhan, harga kuota internet terus jatuh di negara dengan pendapatan menengah dan rendah. Perkembangan terbesar terjadidi negara-negara Asia. Meski begitu, menurut A4AI, liberalisasi pasar dan peningkatan persaingan diperlukan untuk dapat membuka keran akses internet di seluruh dunia.

”Persaingan merupakan kunci dari kesuksesan pasar broadband. Saya kira jika kita mampu bergerak dari pasar terkonsolidasi (monopoli) menuju pasar multi operator, harga kuota internet akan turun secara drastis,” ungkap A1AI. ”Rata-rata harga 1 GB kuota internet di pasar monopoli ialah USD7,33 (Rp100 ribu)”

Di samping itu, pemerintah dinilai perlu merangsang persaingan dengan memberikan insentif kepada perusahaan baru dan peraturan yang adil, terutama terkait transparansi perizinan. Beberapa negara yang sukses melakukan perkembangan positif ialah Namibia dan Kenya dengan menghapus pajak handset.

A1AI juga merekomendasikan untuk diperluasnya jaringan internet gratis seperti Wi-Fi di tempat-tempat tertentu. Langkah itu dapat diterapkan di wilayah terpencil. Pengadaan jaringan internet gratis disebut dapat mendorong penduduk untuk mengakses manfaat ekonomi dan sosial dari miliaran situs web di internet.

”Apa yang kita perlukan ialah penggabungan strategi yang tentunya hanya dapat dilakukan pemerintah,” kata Kepala Penelitian The Web Foundation Dhanaraj Thakur. ”Pemerintah dapat memanfaatkan dana layanan universal untuk menyediakan akses internet di daerah terpencil dengan melibatkan warga lokal.”

Namun, Thakur juga menyadari kebijakan setiap pemerintah berbeda-beda. Pengadaan internet di sejumlah area juga tidaklah mudah, bahkan terkadang mendapatkan tekanan dari dalam negeri dan luar negeri. Kamerun dan Mesir misalnya, yang juga membatasi penyediaan dan penggunaan internet bagi warga umum. (Muh Shamil)
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4965 seconds (0.1#10.140)