Demonstran Bentrok dengan Polisi di Beirut
A
A
A
BEIRUT - Pasukan keamanan Lebanon menembakkan meriam air, peluru karet dan gas air mata untuk membubarkan demonstran di Beirut, Minggu (19/1). Sementara para pengunjuk rasa melemparkan batu ke arah aparat. Ini merupakan bentrokan terburuk sejak kerusuhan meletus pada Oktober silam.
Konfrontasi di akhir pekan kemarin pecah di dekat gedung parlemen, satu hari setelah lebih dari 370 orang terluka. Bentrokan antara demonstran dengan polisi telah memperdalam krisis yang melanda Lebanon. Saat ini, negara itu tengah bergulat dengan krisis akibat hancurnya nilai mata uang yang menyebabkan kenaikan harga dan mendorong bank untuk memaksakan kontrol modal.
"Kami telah berubah dari negara yang dulu kami sebut Swiss dari timur, ke negara yang peringkatnya paling bawah dalam segala hal," kata seorang ibu rumah tangga, Rezzan Barraj (47). Ia ambil bagian dalam aksi protes Minggu malam.
"Sudah jelas bahwa semakin mereka (pasukan keamanan) meningkatkan kekerasan, maka semakin banyak kekuatan dan tekad orang yang tumbuh," lanjutnya.
Seorang saksi mata menuturkan pada Reuters, bahwa ia melihat polisi menembakkan peluru karet. Sementara Palang Merah Lebanon mengaku telah merawat 52 orang dan membawa 38 lainnya ke rumah sakit.
Ratusan orang meneriakkan "revolusi" di distrik komersial ibukota. Para pengunjuk rasa melempari polisi anti huru hara dengan batu dan kembang api. Beberapa berusaha memanjat kawat berduri dan pagar untuk menyerbu sejumlah bagian yang dibarikade polisi, termasuk parlemen. Seorang lelaki dilaporkan menusuk polisi dengan sebuah tiang ketika kekerasan meningkat.
Zeina Ibrahim (37), seorang manajer mengatakan, para pengunjuk rasa menghadapi kekerasan dari polisi dan serangan dari pendukung sektarian, partai-partai dominan.
"Kekerasan hanya melahirkan kekerasan," katanya. "Setelah sekian lama, selama berbulan-bulan, saya tidak menyalahkan demonstran sama sekali jika mereka bergerak sedikit demi sedikit ke arah kekerasan," lanjutnya.
Pasukan Keamanan Internal (ISF) mendesak warga Lebanon untuk tetap tenang. Sejumlah pejabat, seperti Menteri Dalam Negeri dan Pertahanan, petinggi militer, serta Kepala Keamanan lainnya dijadwalkan bertemu di istana presiden pada hari Senin (20/1).
Menteri Dalam Negeri Lebanon, Raya al-Hassan mengatakan, warga memiliki hak untuk protes. Tetapi, tidak dapat diterima untuk "secara terang-terangan menyerang" pasukan keamanan.
Konfrontasi di akhir pekan kemarin pecah di dekat gedung parlemen, satu hari setelah lebih dari 370 orang terluka. Bentrokan antara demonstran dengan polisi telah memperdalam krisis yang melanda Lebanon. Saat ini, negara itu tengah bergulat dengan krisis akibat hancurnya nilai mata uang yang menyebabkan kenaikan harga dan mendorong bank untuk memaksakan kontrol modal.
"Kami telah berubah dari negara yang dulu kami sebut Swiss dari timur, ke negara yang peringkatnya paling bawah dalam segala hal," kata seorang ibu rumah tangga, Rezzan Barraj (47). Ia ambil bagian dalam aksi protes Minggu malam.
"Sudah jelas bahwa semakin mereka (pasukan keamanan) meningkatkan kekerasan, maka semakin banyak kekuatan dan tekad orang yang tumbuh," lanjutnya.
Seorang saksi mata menuturkan pada Reuters, bahwa ia melihat polisi menembakkan peluru karet. Sementara Palang Merah Lebanon mengaku telah merawat 52 orang dan membawa 38 lainnya ke rumah sakit.
Ratusan orang meneriakkan "revolusi" di distrik komersial ibukota. Para pengunjuk rasa melempari polisi anti huru hara dengan batu dan kembang api. Beberapa berusaha memanjat kawat berduri dan pagar untuk menyerbu sejumlah bagian yang dibarikade polisi, termasuk parlemen. Seorang lelaki dilaporkan menusuk polisi dengan sebuah tiang ketika kekerasan meningkat.
Zeina Ibrahim (37), seorang manajer mengatakan, para pengunjuk rasa menghadapi kekerasan dari polisi dan serangan dari pendukung sektarian, partai-partai dominan.
"Kekerasan hanya melahirkan kekerasan," katanya. "Setelah sekian lama, selama berbulan-bulan, saya tidak menyalahkan demonstran sama sekali jika mereka bergerak sedikit demi sedikit ke arah kekerasan," lanjutnya.
Pasukan Keamanan Internal (ISF) mendesak warga Lebanon untuk tetap tenang. Sejumlah pejabat, seperti Menteri Dalam Negeri dan Pertahanan, petinggi militer, serta Kepala Keamanan lainnya dijadwalkan bertemu di istana presiden pada hari Senin (20/1).
Menteri Dalam Negeri Lebanon, Raya al-Hassan mengatakan, warga memiliki hak untuk protes. Tetapi, tidak dapat diterima untuk "secara terang-terangan menyerang" pasukan keamanan.
(esn)