Disandera Abu Sayyaf 115 Hari, WNI Trauma dengan Tembakan

Jum'at, 17 Januari 2020 - 06:44 WIB
Disandera Abu Sayyaf...
Disandera Abu Sayyaf 115 Hari, WNI Trauma dengan Tembakan
A A A
MANILA - Seorang nelayan warga negara Indonesia (WNI) yang disandera selama 115 hari oleh kelompok bersenjata Abu Sayyaf di Sulu telah berhasil meloloskan diri. Dia masih trauma dengan baku tembak antara kelompok penculik itu dengan pasukan Filipina pada 22 Desember lalu.

Selama ditawan, WNI tersebut dipaksa makan hanya sekali sehari."Momen saya yang paling membahagiakan adalah ketika saya melihat makanan, ketika ada makanan untuk dimakan," kata Muhammad Farhan, 25, dalam jumpa pers di Filipina, kemarin (16/1/2020).

Farhan mengatakan sepanjang penahanannya, dia makan hanya sekali sehari. Para bandit Abu Sayyaf terkadang memberinya sarden dan terkadang mie.

"Abu Sayyaf membutuhkan uang untuk membeli makanan, mereka meminta uang untuk makanan," kata Farhan, tanpa menjelaskan apakah uang yang diminta adalah tebusan untuk kebebasannya.

Dia mengakui bahwa saat dalam penahanan, dia dapat berbicara dengan ayahnya di Indonesia yang menyuruhnya tetap bertahan hidup dan kembali ke rumah dengan selamat.

Farhan diselamatkan pada hari Rabu (15/1/2020) di desa Bato-bato di Indanan, Sulu. Dia adalah orang terakhir yang dibebaskan di antara tiga nelayan Indonesia yang diculik oleh bandit Abu Sayyaf di Lahad Datu, Sabah, pada 24 September 2019.

Pada 22 Desember lalu, setelah pertempuran sengit antara kelompok Abu Sayyaf dan pasukan pemerintah Filipina di desa Pugad Manaul di Panamao, Sulu, dua rekan Farhan; Maharudin Bin Lunani, 48, dan Samiun Bin Maneu, 26, berhasil melarikan diri.

Pada saat itu, Farhan ketakutan dan pingsan setelah mendengar suara baku tembak. Dia akhirnya diseret kembali ke kamp Abu Sayyaf.

Meskipun mengalami cobaan berat, Farhan terlihat sehat. Hanya saja, ada tanda-tanda masalah pada kesehatan mental akibat penahanan yang lama.

“Secara fisik dia baik-baik saja, dia terlihat sehat. Tetapi kita tidak bisa mengatakan hal yang sama tentang kesehatan mentalnya," kata Mayor Jenderal Corleto Vinluan Jr, komandan Joint Task Force Sulu.

“Farhan masih trauma. Dalam salah satu pertemuan sebelumnya, dia pingsan," ujar Vinluan.

Dua hari yang lalu, dia dibawa ke Indanan. Ketika para penculiknya tertidur, Farhan menemukan celah untuk melarikan diri. Menurut Vinluan, Farhan lari ke Bato-bato tempat warga sipil menahannya ketika mereka tahu Farhan tidak bisa berbicara bahasa Tausug.

Warga sipil kemudian menghubungi pihak Joint Task Force Sulu yang kemudian mengirim pasukan untuk membawanya dari Bato-bato.

Farhan mengungkapkan bahwa ingatan akan letupan senjata api yang keras masih melekat di benaknya. Letusan tembakan, kata Farhan, masih terngiang di telinganya.

"Saya punya ketakutan di dalam diri saya. Bentrokan masih ada di pikiran saya. Saya takut perang," kata Farhan, seperti dikutip Inquirer.net, Jumat (17/1/2020).

Nelayan WNI itu berharap untuk bersatu kembali dengan keluarganya di Indonesia dan bisa menyelesaikan studinya.

Vinluan mengatakan penyelamatan Farhan akan mengubah pendekatan militer dalam mengejar Abu Sayyaf di Sulu. Farhan telah diserahkan kepada Kelompok Anti-Penculikan Kepolisian Nasional Filipina (AKG).
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7292 seconds (0.1#10.140)