Seorang Petugas Kebersihan Diduga Jadi Pialang Senjata Korut
A
A
A
SYDNEY - Seorang petugas kebersihan diduga telah menjadi pialang senjata untuk Korea Utara (Korut). Bermodal koneksi internet, laptop dan ponsel, petugas kebersihan tersebut menjual bagian-bagian rudal dan batu bara di pasar gelap dari apartemennya di pinggiran kota Sydney. Begitu laporan yang diturunkan Wall Street Journal (WSJ).
Chan Han-choi ditengarai telah memainkan peran sentral bagi Korut untuk menjual senjata Korut. Bekerja dari apartemen sewaan di pinggiran koya Sydney, warga negara Australia kelahiran Korea Selatan (Korsel) itu menggunakan kode botani ketika bernegosiasi dengan kelompok yang diduga bekerja atas nama Pyongyang. Polisi menambahkan bahwa ia menggunakan istilah seperti "pohon pinus kecil" untuk menggambarkan rudal dan "pembibitan" merujuk kepada pabrik senjata.
Choi ditangkap pada akhir 2017 dan mengaku tidak bersalah atas delapan dakwaan, termasuk menyediakan jasa untuk program pemusnah massal. Ia akan diadili pada bulan Februari.
Polisi dan jaksa menuduhnya telah menjadi agen ekonomi Korut setidaknya sejak Juli 2013 dan menjadi perantara penjualan komoditas untuk Pyongyang pada awal 2008, sebelum sanksi internasional yang lebih ketat diberlakukan.
Choi hadir di pengadilan Sydney pada 5 Desember lalu. Hakim pengadilan setempat menolak permohonannya untuk menolak kasus yang menjeratnya.
Menurut laporan WSJ, kepada penyidik, Choi mengatakan bahwa ia berurusan dengan kontak bisnis Korut melalui perantara di China.
"Dia mengatakan dia menyadari bahwa ada sanksi yang dijatuhkan kepada Korea Utara dan bahwa ia belum mengambil tindakan yang melanggar undang-undang sanksi," kata polisi, Rabu (18/12/2019).
Menurut laporan WSJ, Choi sempat membuat satu kesepakatan pada 2008 yang diduga melibatkan lebih dari 11 ribu ton antrasit Korut yang dijual ke sebuah perusahaan di Korea Selatan (Korsel).
"Hasil penjualan itu dikirim ke bank Rusia dengan instruksi untuk menyetorkan uang sekitar USD400.000 di rekening bank atas nama Choi di Pyongyang," kata polisi.
Pernyataan polisi itu tidak mengatakan apa yang terjadi dengan uang itu. Choi sendiri menghadapi penuntutan atas transaksi ini, yang terjadi sebelum sanksi internasional semakin ketat.
Jaksa penuntut mengatakan transaksi itu menetapkan bahwa ia memiliki sejarah panjang dengan Korut dan mampu melakukan transaksi besar.
Menurut pernyataan polisi, Choi mendirikan serangkaian perusahaan termasuk yang disebut Auskor Engineering Pty.Ltd. Dokumen kepolisian menunjukkan ia sempat melakukan perjalanan ke negara-negara dengan sejarah berurusan dengan Korut, termasuk Suriah, Rusia, dan Sudan. Choi tercatat sembilan kali bepergian ke Korut antara 2007 dan 2011.
Polisi menuduh Choi secara teratur mengirim email kepada seseorang atau orang-orang yang memiliki hubungan ke restoran mie di Kamboja yang berfungsi sebagai saluran untuk berkomunikasi dengan pejabat militer dan pemerintah di Korut.
Saat PBB dan AS memperketat sanksi untuk membuat penjualan batu bara Korut ilegal pada 2017, Choi diduga terus berusaha melakukannya.
"Dalam satu kesepakatan yang diduga melibatkan pembeli yang tidak diungkapkan di Indonesia, ia membahas apakah akan membuat batu bara itu seolah-olah berasal dari Rusia atau China," kata dokumen polisi.
"Sisi Indonesia menyatakan keprihatinan tentang sanksi dan kesepakatan gagal," menurut pernyataan polisi.
Kesepakatan lain yang diduga, untuk mentransfer batu bata Korut yang disamarkan dengan transit di Rusia ke sebuah perusahaan di Vietnam, ditunda.
"Tidak ada kapal untuk memasuki pelabuhan kami, karena sanksi ekonomi," tuding polisi mengutip pernyataan Choi.
Polisi menuduh Choi kemudian memulai negosiasi putaran kedua untuk menjual batu bara Korut ke Indonesia, dengan rencana untuk mengirimkannya melalui negara lain untuk secara ilegal menyamarkan asalnya. "(Rencana) itu terganggu oleh penangkapannya pada tahun 2017," kata polisi.
Polisi menyatakan, pada bulan-bulan sebelum penangkapannya, Choi juga diduga bekerja untuk menengahi kesepakatan untuk menjual rudal dan teknologi terkait dan keahlian dari Korut ke entitas yang dirahasiakan diwakili oleh seorang pengusaha di Taiwan.
"Pada satu titik, pengusaha itu mengiriminya sebuah pamflet untuk unit pengukuran inersia taktis, yang digunakan dalam panduan rudal, tampaknya berharap untuk menghasilkan setara dengan bantuan Korea Utara," kata pernyataan polisi.
Dalam wawancara dengan polisi yang dirinci dalam pernyataannya, Choi diduga mengatakan bahwa dia diminta oleh pengusaha untuk membantu pembelian teknologi giroskop untuk keperluan navigasi kapal.
Polisi menangkap Choi sebelum pasokan semacam itu dapat dimulai. Polisi mengatakan mereka telah mengawasi Choi selama sekitar tiga bulan setelah mendapat informasi dari agen di luar negeri.
Choi yakin informasi tentang dirinya diberikan oleh pejabat Korsel setelah dia mencoba menengahi kesepakatan dengan sebuah perusahaan di sana.
Dalam wawancara polisi, dia mengatakan bahwa sekitar bulan April 2015, dia berusaha untuk menengahi penjualan batubara Korut ke Korsel dengan harga yang tinggi sebagai bagian dari rencana untuk memperlancar hubungan antara Seoul dan Pyongyang setelah tenggelamnya kapal perang Korsel pada tahun 2010. Penyelidikan internasional menemukan Korut menorpedo kapal itu, tetapi Pyongyang membantah bertanggung jawab.
Chan Han-choi ditengarai telah memainkan peran sentral bagi Korut untuk menjual senjata Korut. Bekerja dari apartemen sewaan di pinggiran koya Sydney, warga negara Australia kelahiran Korea Selatan (Korsel) itu menggunakan kode botani ketika bernegosiasi dengan kelompok yang diduga bekerja atas nama Pyongyang. Polisi menambahkan bahwa ia menggunakan istilah seperti "pohon pinus kecil" untuk menggambarkan rudal dan "pembibitan" merujuk kepada pabrik senjata.
Choi ditangkap pada akhir 2017 dan mengaku tidak bersalah atas delapan dakwaan, termasuk menyediakan jasa untuk program pemusnah massal. Ia akan diadili pada bulan Februari.
Polisi dan jaksa menuduhnya telah menjadi agen ekonomi Korut setidaknya sejak Juli 2013 dan menjadi perantara penjualan komoditas untuk Pyongyang pada awal 2008, sebelum sanksi internasional yang lebih ketat diberlakukan.
Choi hadir di pengadilan Sydney pada 5 Desember lalu. Hakim pengadilan setempat menolak permohonannya untuk menolak kasus yang menjeratnya.
Menurut laporan WSJ, kepada penyidik, Choi mengatakan bahwa ia berurusan dengan kontak bisnis Korut melalui perantara di China.
"Dia mengatakan dia menyadari bahwa ada sanksi yang dijatuhkan kepada Korea Utara dan bahwa ia belum mengambil tindakan yang melanggar undang-undang sanksi," kata polisi, Rabu (18/12/2019).
Menurut laporan WSJ, Choi sempat membuat satu kesepakatan pada 2008 yang diduga melibatkan lebih dari 11 ribu ton antrasit Korut yang dijual ke sebuah perusahaan di Korea Selatan (Korsel).
"Hasil penjualan itu dikirim ke bank Rusia dengan instruksi untuk menyetorkan uang sekitar USD400.000 di rekening bank atas nama Choi di Pyongyang," kata polisi.
Pernyataan polisi itu tidak mengatakan apa yang terjadi dengan uang itu. Choi sendiri menghadapi penuntutan atas transaksi ini, yang terjadi sebelum sanksi internasional semakin ketat.
Jaksa penuntut mengatakan transaksi itu menetapkan bahwa ia memiliki sejarah panjang dengan Korut dan mampu melakukan transaksi besar.
Menurut pernyataan polisi, Choi mendirikan serangkaian perusahaan termasuk yang disebut Auskor Engineering Pty.Ltd. Dokumen kepolisian menunjukkan ia sempat melakukan perjalanan ke negara-negara dengan sejarah berurusan dengan Korut, termasuk Suriah, Rusia, dan Sudan. Choi tercatat sembilan kali bepergian ke Korut antara 2007 dan 2011.
Polisi menuduh Choi secara teratur mengirim email kepada seseorang atau orang-orang yang memiliki hubungan ke restoran mie di Kamboja yang berfungsi sebagai saluran untuk berkomunikasi dengan pejabat militer dan pemerintah di Korut.
Saat PBB dan AS memperketat sanksi untuk membuat penjualan batu bara Korut ilegal pada 2017, Choi diduga terus berusaha melakukannya.
"Dalam satu kesepakatan yang diduga melibatkan pembeli yang tidak diungkapkan di Indonesia, ia membahas apakah akan membuat batu bara itu seolah-olah berasal dari Rusia atau China," kata dokumen polisi.
"Sisi Indonesia menyatakan keprihatinan tentang sanksi dan kesepakatan gagal," menurut pernyataan polisi.
Kesepakatan lain yang diduga, untuk mentransfer batu bata Korut yang disamarkan dengan transit di Rusia ke sebuah perusahaan di Vietnam, ditunda.
"Tidak ada kapal untuk memasuki pelabuhan kami, karena sanksi ekonomi," tuding polisi mengutip pernyataan Choi.
Polisi menuduh Choi kemudian memulai negosiasi putaran kedua untuk menjual batu bara Korut ke Indonesia, dengan rencana untuk mengirimkannya melalui negara lain untuk secara ilegal menyamarkan asalnya. "(Rencana) itu terganggu oleh penangkapannya pada tahun 2017," kata polisi.
Polisi menyatakan, pada bulan-bulan sebelum penangkapannya, Choi juga diduga bekerja untuk menengahi kesepakatan untuk menjual rudal dan teknologi terkait dan keahlian dari Korut ke entitas yang dirahasiakan diwakili oleh seorang pengusaha di Taiwan.
"Pada satu titik, pengusaha itu mengiriminya sebuah pamflet untuk unit pengukuran inersia taktis, yang digunakan dalam panduan rudal, tampaknya berharap untuk menghasilkan setara dengan bantuan Korea Utara," kata pernyataan polisi.
Dalam wawancara dengan polisi yang dirinci dalam pernyataannya, Choi diduga mengatakan bahwa dia diminta oleh pengusaha untuk membantu pembelian teknologi giroskop untuk keperluan navigasi kapal.
Polisi menangkap Choi sebelum pasokan semacam itu dapat dimulai. Polisi mengatakan mereka telah mengawasi Choi selama sekitar tiga bulan setelah mendapat informasi dari agen di luar negeri.
Choi yakin informasi tentang dirinya diberikan oleh pejabat Korsel setelah dia mencoba menengahi kesepakatan dengan sebuah perusahaan di sana.
Dalam wawancara polisi, dia mengatakan bahwa sekitar bulan April 2015, dia berusaha untuk menengahi penjualan batubara Korut ke Korsel dengan harga yang tinggi sebagai bagian dari rencana untuk memperlancar hubungan antara Seoul dan Pyongyang setelah tenggelamnya kapal perang Korsel pada tahun 2010. Penyelidikan internasional menemukan Korut menorpedo kapal itu, tetapi Pyongyang membantah bertanggung jawab.
(ian)