Pemerintah Indonesia Tolak Klaim AS Soal Pemukiman Israel
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Indonesia menolak klaim Amerika Serikat (AS) yang menyatakan pemukiman Israel di Tepi Barat, Palestina, tidak bertentangan dengan hukum internasional. Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi mengatakan aktivitas itu tidak dapat dibenarkan secara hukum dan dipandang ilegal.
“Kami tidak dapat menerimanya karena pemukiman Israel di kawasan Palestina berlawanan dengan hukum internasional dan seluruh resolusi Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB),” ujar Retno di Jakarta, kemarin. “Kami akan berkonsultasi mengingat isu Palestina kian hari kian suram,” tambahnya.
Konflik antara Palestina dan Israel, lanjut Retno, tidak berkembang positif menyusul adanya intervensi dari berbagai pihak yang melemahkan negosiasi. Sebelumnya, AS juga mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, memindahkan perwakilan diplomatik menuju Yerusalem, dan berhenti membantu rakyat Palestina.
“Lalu apa yang tersisa yang dapat dinegosiasikan? Ini yang membuat kami khawatir,” tandas Retno. Senada dengan Retno, pemerintah Palestina, kelompok hak asasi manusia (HAM), politisi, dan rakyat Palestina menolak keras dukungan Pemerintah AS terhadap pemukiman Israel dan menilai AS tidak konsisten.
Juru Bicara (Jubir) Kepresidenan Palestina, Nabil Abu Rudeinah, juga mengatakan keputusan AS itu berlawanan dengan hukum internasional. “Washington tidak memiliki otoritas untuk membatalkan resolusi hukum internasional dan tidak berhak melegalisasi pemukiman Israel,” kata Rudeinah, dilansir Aljazeera.
Anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina, Hanan Ashrawi yang juga negosiator senior Palestina mengatakan langkah yang diambil AS merusak tatanan hukum, keadilan, dan perdamaian dunia. Menlu Yordania, Ayman Safadi, juga menilai keputusan tersebut akan merusak prospek proses perdamaian.
“Pemukiman Israel di wilayah Palestina sangat jelas ilegal dan telah menghambat solusi dua negara yang dianggap negara Arab sebagai satu-satunya cara untuk menyelesaikan konflik itu,” kata Safadi. Lebih dari 600.000 warga Israel tinggal di pemukiman ilegal di Tepi Barat yang juga dihuni tiga juta warga Palestina.
“Kami tidak dapat menerimanya karena pemukiman Israel di kawasan Palestina berlawanan dengan hukum internasional dan seluruh resolusi Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB),” ujar Retno di Jakarta, kemarin. “Kami akan berkonsultasi mengingat isu Palestina kian hari kian suram,” tambahnya.
Konflik antara Palestina dan Israel, lanjut Retno, tidak berkembang positif menyusul adanya intervensi dari berbagai pihak yang melemahkan negosiasi. Sebelumnya, AS juga mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, memindahkan perwakilan diplomatik menuju Yerusalem, dan berhenti membantu rakyat Palestina.
“Lalu apa yang tersisa yang dapat dinegosiasikan? Ini yang membuat kami khawatir,” tandas Retno. Senada dengan Retno, pemerintah Palestina, kelompok hak asasi manusia (HAM), politisi, dan rakyat Palestina menolak keras dukungan Pemerintah AS terhadap pemukiman Israel dan menilai AS tidak konsisten.
Juru Bicara (Jubir) Kepresidenan Palestina, Nabil Abu Rudeinah, juga mengatakan keputusan AS itu berlawanan dengan hukum internasional. “Washington tidak memiliki otoritas untuk membatalkan resolusi hukum internasional dan tidak berhak melegalisasi pemukiman Israel,” kata Rudeinah, dilansir Aljazeera.
Anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina, Hanan Ashrawi yang juga negosiator senior Palestina mengatakan langkah yang diambil AS merusak tatanan hukum, keadilan, dan perdamaian dunia. Menlu Yordania, Ayman Safadi, juga menilai keputusan tersebut akan merusak prospek proses perdamaian.
“Pemukiman Israel di wilayah Palestina sangat jelas ilegal dan telah menghambat solusi dua negara yang dianggap negara Arab sebagai satu-satunya cara untuk menyelesaikan konflik itu,” kata Safadi. Lebih dari 600.000 warga Israel tinggal di pemukiman ilegal di Tepi Barat yang juga dihuni tiga juta warga Palestina.
(don)