Presiden Sementara Bolivia Ancam Adili Morales Jika Kembali
A
A
A
LA PAZ - Presiden sementara Bolivia, Jeanine Anez, menyatakan mantan presiden negara itu Evo Morales akan menghadapi persidangan jika ia kembali ke negara itu.
"Dia tahu dia harus menjawab keadilan. Ada kejahatan pemilu. Tidak ada yang mengusirnya, tapi ya, ada kebutuhan baginya untuk menanggapi kecurangan pemilu, selain banyak dugaan korupsi," kata Anez seperti dilansir dari Sputnik, Sabtu (16/11/2019).
Ia melanjutkan dengan mengatakan bahwa negosiasi tentang pemilihan presiden baru terus berlanjut.
"Banyak dari mereka adalah orang-orang yang berkomitmen pada negara dan menyatakan keinginan untuk bersama-sama melaksanakan proses ini," ungkapnya.
Anez sebelumnya mengklaim bahwa Kementerian Luar Negeri Bolivia akan mengajukan protes resmi kepada pemerintah Meksiko karena memberikan suaka kepada mantan presiden Evo Morales.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Bolivia Karen Longaric menyatakan bahwa negaranya telah mengundurkan diri dari Aliansi Bolivarian untuk Rakyat Amerika Kita (ALBA) dan 80% duta besar yang diangkat selama periode Evo Morales dianggap telah dipilih karena alasan politik.
"Kami telah pensiun dari ALBA, oleh karena itu kami tidak tertarik sama sekali dalam skenario yang dia (Pary) miliki di Nikaragua," katanya, merujuk kepada manteri luar negeri Bolivia era Morales, Diego Pary.
Pernyataan Longaric datang setelah Pary, yang saat ini berada di Nikaragua, menyatakan bahwa ia akan terus bertugas sebagai Menteri Luar Negeri dan mengambil bagian dalam pertemuan Dewan Politik ALBA.
Morales terpaksa mengundurkan diri pada 10 November di bawah tekanan dari angkatan bersenjata, menyusul aksi protes keras menentang terpilihnya ia kembali. Sementara mantan presiden itu mengklaim kemenangan dalam pemilihan putaran pertama, yang diadakan pada 20 Oktober, oposisi bersikeras bahwa ada ketidakberesan dalam proses penghitungan suara, dengan Organisasi Negara-negara Amerika mengkonfirmasikan klaim tersebut. Meksiko, tempat Morales tinggal, berada di antara negara-negara yang menyebut peristiwa di Bolivia sebagai kudeta.
Setelah pengunduran diri Morales, anggota parlemen oposisi Jeanine Anez, yang adalah wakil ketua parlemen Bolivia, lantas menyatakan dirinya sebagai presiden sementara. Pada akhir 13 November, Anez menunjuk 11 menteri kabinet transisi untuk memastikan bahwa pekerjaan lembaga pemerintah berlanjut dan pemilihan umum berikutnya dapat diselenggarakan.
Kantor kejaksaan Bolivia mengumumkan setidaknya 10 orang telah tewas dalam protes massa sejak pemungutan suara bulan lalu, menambahkan para korban sebagian besar terbunuh karena senjata api.
"Dia tahu dia harus menjawab keadilan. Ada kejahatan pemilu. Tidak ada yang mengusirnya, tapi ya, ada kebutuhan baginya untuk menanggapi kecurangan pemilu, selain banyak dugaan korupsi," kata Anez seperti dilansir dari Sputnik, Sabtu (16/11/2019).
Ia melanjutkan dengan mengatakan bahwa negosiasi tentang pemilihan presiden baru terus berlanjut.
"Banyak dari mereka adalah orang-orang yang berkomitmen pada negara dan menyatakan keinginan untuk bersama-sama melaksanakan proses ini," ungkapnya.
Anez sebelumnya mengklaim bahwa Kementerian Luar Negeri Bolivia akan mengajukan protes resmi kepada pemerintah Meksiko karena memberikan suaka kepada mantan presiden Evo Morales.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Bolivia Karen Longaric menyatakan bahwa negaranya telah mengundurkan diri dari Aliansi Bolivarian untuk Rakyat Amerika Kita (ALBA) dan 80% duta besar yang diangkat selama periode Evo Morales dianggap telah dipilih karena alasan politik.
"Kami telah pensiun dari ALBA, oleh karena itu kami tidak tertarik sama sekali dalam skenario yang dia (Pary) miliki di Nikaragua," katanya, merujuk kepada manteri luar negeri Bolivia era Morales, Diego Pary.
Pernyataan Longaric datang setelah Pary, yang saat ini berada di Nikaragua, menyatakan bahwa ia akan terus bertugas sebagai Menteri Luar Negeri dan mengambil bagian dalam pertemuan Dewan Politik ALBA.
Morales terpaksa mengundurkan diri pada 10 November di bawah tekanan dari angkatan bersenjata, menyusul aksi protes keras menentang terpilihnya ia kembali. Sementara mantan presiden itu mengklaim kemenangan dalam pemilihan putaran pertama, yang diadakan pada 20 Oktober, oposisi bersikeras bahwa ada ketidakberesan dalam proses penghitungan suara, dengan Organisasi Negara-negara Amerika mengkonfirmasikan klaim tersebut. Meksiko, tempat Morales tinggal, berada di antara negara-negara yang menyebut peristiwa di Bolivia sebagai kudeta.
Setelah pengunduran diri Morales, anggota parlemen oposisi Jeanine Anez, yang adalah wakil ketua parlemen Bolivia, lantas menyatakan dirinya sebagai presiden sementara. Pada akhir 13 November, Anez menunjuk 11 menteri kabinet transisi untuk memastikan bahwa pekerjaan lembaga pemerintah berlanjut dan pemilihan umum berikutnya dapat diselenggarakan.
Kantor kejaksaan Bolivia mengumumkan setidaknya 10 orang telah tewas dalam protes massa sejak pemungutan suara bulan lalu, menambahkan para korban sebagian besar terbunuh karena senjata api.
(ian)