Kerap Dianggap Aman, Tren Pemboman oleh Gangster Guncang Swedia
A
A
A
STOCKHOLM - Swedia selama ini kerap dianggap sebagai negara yang aman dan damai. Namun status itu kini terancam. Negara Skandinavia itu tengah menghadapi tantangan yang tidak biasa karena pemboman menjadi kejadian biasa.
Swedia mengalami gelombang pemboman yang belum pernah terjadi sebelumnya tahun ini. Gangster di negara itu kerap menggunakan bahan peledak untuk menyelesaikan masalah.
Dalam sepekan terakhir saja, sebuah bom meledak di tangga sebuah gedung apartemen Malmo, sebuah alat peledak ditemukan di luar pusat perbelanjaan di kota selatan Kristianstad, dan ledakan mengguncang balkon di blok apartemen di Hassleholm di Swedia selatan.
Sementara beberapa ledakan telah menyebabkan cedera serius, pasukan bom nasional telah dipanggil untuk menyelidiki 99 ledakan dalam 10 bulan pertama tahun ini.
Jumlah itu lebih dari dua kali lipat untuk periode yang sama tahun lalu. Selain itu, 76 perangkat tidak meledak telah diselidiki.
"Anda harus menyimpulkan bahwa ini telah menjadi tren, tren yang semakin meningkat," kata kepala unit intelijen kriminal kepolisian nasional, Linda Staaf kepada AFP yang dinukil Channel News Asia, Jumat (8/11/2019).
Bangunan apartemen, usaha kecil dan kantor polisi telah menjadi sasaran pemboman.
Bom-bom itu memiliki ukuran yang bervariasi, dengan beberapa diantaranya setara dengan kembang api yang besar sementara yang lain lebih besar. Pada bulan Juni sebuah ledakan merobek bagian luar dua bangunan apartemen di kota Linkoping.
Menurut Staaf pemboman sebagian besar dilatarbelakangi aksi balas dendam antar gang kriminal.
"Para penjahat semakin menggunakan bahan peledak selama beberapa tahun terakhir, tetapi sementara mereka sebelumnya lebih suka granat tangan dan bahan peledak buatan pabrik lainnya, mereka baru-baru ini beralih ke perangkat buatan sendiri dan lebih kuat," terang Staaf.
"Alasan pergeseran itu tidak jelas, tetapi polisi telah menetapkan pola dalam pemilihan senjata para penjahat," tambahnya.
Sementara mereka menggunakan bom untuk mengancam, mengintimidasi dan memeras target, mereka juga menggunakan senjata untuk membunuh dan menghilangkan musuh.
Dalam 10 bulan pertama tahun 2019, ada 268 aksi penembakan dengan 33 korban tewas, dibandingkan dengan 248 aksi penembakan dengan 37 korban tewas pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Harian utama Swedia Dagens Nyheter juga melaporkan pada Oktober bahwa aksi penembakan mematikan terhadap pria berusia 20 hingga 29 meningkat 200 persen antara 2014 dan 2018.
Dikatakan oleh Staaf aksi kekerasan dalam lingkaran kriminal semakin parah dari waktu ke waktu, karena dendam yang biasanya berasal dari perdagangan obat bius. Aksi ini sering ditujukan untuk mengalahkan pihak lain daripada merespons dengan cara tit for tat.
"Kadang-kadang perselisihan awal telah lama dilupakan, dan itu hanya tentang pembalasan," ujar Staaf.
Anehnya beberapa ledakan hanya menyebabkan beberapa orang mengalami cedera serius.
"Dalam kebanyakan kasus itu adalah keberuntungan murni bahwa lebih banyak orang yang tidak terluka atau terbunuh," kata Staaf, menambahkan bahwa para pelaku tampaknya tidak terlalu peduli dengan orang-orang yang tidak bersalah.
Namun ada beberapa kasus kematian, dan kematian dua anak kecil dalam dua insiden terpisah pada 2016 dan 2015 memicu kemarahan.
"Sebagian besar aksi kekerasan menargetkan para penjahat atau semakin banyak keluarga mereka, tetapi pemboman juga dilakukan karena cinta segitiga dan bahkan hanya untuk bersenang-senang," tukas Staaf.
Swedia mengalami gelombang pemboman yang belum pernah terjadi sebelumnya tahun ini. Gangster di negara itu kerap menggunakan bahan peledak untuk menyelesaikan masalah.
Dalam sepekan terakhir saja, sebuah bom meledak di tangga sebuah gedung apartemen Malmo, sebuah alat peledak ditemukan di luar pusat perbelanjaan di kota selatan Kristianstad, dan ledakan mengguncang balkon di blok apartemen di Hassleholm di Swedia selatan.
Sementara beberapa ledakan telah menyebabkan cedera serius, pasukan bom nasional telah dipanggil untuk menyelidiki 99 ledakan dalam 10 bulan pertama tahun ini.
Jumlah itu lebih dari dua kali lipat untuk periode yang sama tahun lalu. Selain itu, 76 perangkat tidak meledak telah diselidiki.
"Anda harus menyimpulkan bahwa ini telah menjadi tren, tren yang semakin meningkat," kata kepala unit intelijen kriminal kepolisian nasional, Linda Staaf kepada AFP yang dinukil Channel News Asia, Jumat (8/11/2019).
Bangunan apartemen, usaha kecil dan kantor polisi telah menjadi sasaran pemboman.
Bom-bom itu memiliki ukuran yang bervariasi, dengan beberapa diantaranya setara dengan kembang api yang besar sementara yang lain lebih besar. Pada bulan Juni sebuah ledakan merobek bagian luar dua bangunan apartemen di kota Linkoping.
Menurut Staaf pemboman sebagian besar dilatarbelakangi aksi balas dendam antar gang kriminal.
"Para penjahat semakin menggunakan bahan peledak selama beberapa tahun terakhir, tetapi sementara mereka sebelumnya lebih suka granat tangan dan bahan peledak buatan pabrik lainnya, mereka baru-baru ini beralih ke perangkat buatan sendiri dan lebih kuat," terang Staaf.
"Alasan pergeseran itu tidak jelas, tetapi polisi telah menetapkan pola dalam pemilihan senjata para penjahat," tambahnya.
Sementara mereka menggunakan bom untuk mengancam, mengintimidasi dan memeras target, mereka juga menggunakan senjata untuk membunuh dan menghilangkan musuh.
Dalam 10 bulan pertama tahun 2019, ada 268 aksi penembakan dengan 33 korban tewas, dibandingkan dengan 248 aksi penembakan dengan 37 korban tewas pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Harian utama Swedia Dagens Nyheter juga melaporkan pada Oktober bahwa aksi penembakan mematikan terhadap pria berusia 20 hingga 29 meningkat 200 persen antara 2014 dan 2018.
Dikatakan oleh Staaf aksi kekerasan dalam lingkaran kriminal semakin parah dari waktu ke waktu, karena dendam yang biasanya berasal dari perdagangan obat bius. Aksi ini sering ditujukan untuk mengalahkan pihak lain daripada merespons dengan cara tit for tat.
"Kadang-kadang perselisihan awal telah lama dilupakan, dan itu hanya tentang pembalasan," ujar Staaf.
Anehnya beberapa ledakan hanya menyebabkan beberapa orang mengalami cedera serius.
"Dalam kebanyakan kasus itu adalah keberuntungan murni bahwa lebih banyak orang yang tidak terluka atau terbunuh," kata Staaf, menambahkan bahwa para pelaku tampaknya tidak terlalu peduli dengan orang-orang yang tidak bersalah.
Namun ada beberapa kasus kematian, dan kematian dua anak kecil dalam dua insiden terpisah pada 2016 dan 2015 memicu kemarahan.
"Sebagian besar aksi kekerasan menargetkan para penjahat atau semakin banyak keluarga mereka, tetapi pemboman juga dilakukan karena cinta segitiga dan bahkan hanya untuk bersenang-senang," tukas Staaf.
(ian)