Pemerintah AS Resmi Keluar dari Kesepakatan Paris
A
A
A
PARIS - Pemerintah Amerika Serikat (AS) mulai mengajukan proses untuk keluar dari Kesepakatan Paris tentang upaya bersama menangkal perubahan iklim. Langkah Presiden Donald Trump tersebut dikecam para ilmuwan dan pemerintahan dunia lainnya karena menghindari dampak buruk perubahan iklim.
Padahal, AS merupakan penyumbang utama emisi gas rumah kaca dan produsen minyak serta gas alam. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengonfirmasi langkah tersebut dan menegaskan Washington telah mengalami penurunan gas emisi selama beberapa tahun terakhir. “AS dengan bangga catatan kita karena telah mengurangi semua emisi, memperkuat ketahanan, menumbuhkan ekonomi, dan menjamin ketersediaan energi untuk warga kita,”paparnya.
Uni Eropa (UE) menyatakan kekecewaannya. Menteri Lingkungan Dewan Eropa Krista Mikkonen mengungkapkan, penarikan AS dari kesepakatan Paris menjadikan seluruh dunia harus meningkatkan kerja sama. “Tidak menyerah dengan langkah Trump, UE akan melanjutkan kerja sama dengan negara bagian, kota-kota, dan masyarakat sipil di AS yang mendukung aksi mengurangi perubahan iklim,” jelasnya.
Dari Shanghai, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengungkapkan bahwa kerja sama Eropa dan China dalam mengurangi dampak perubahan iklim akan semakin kuat. Kedua negara juga membahas kontribusi memerangi perubahan iklim pada konferensi G20 tahun ini. “Komitmen kita harus diperkuat. Jika kita ingin mewujudkan kesepakatan Paris, mulai tahun depan harus mengurangi emisi dan memulai komitmen baru untuk 2030 dan 2050,” ujar Macron.
Berbicara di Beijing, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang mengaku kecewa dengan keputusan AS. Dia mengatakan, perubahan iklim menjadi tantangan yang dihadapi semua manusia. “Semua anggota komunitas internasional harus bekerja sama sesuai dengan kemampuan untuk menghadapi dampak perubahan iklim,” jelasnya.
Bukan hanya di luar negeri, di dalam AS, kebijakan baru Trump juga dikecam. Nancy Pelosi, Ketua DPR AS dari Partai Demokrat, mengecam langkah Trump sebagai keputusan bencana yang menjual masa depan anak-anak AS. Sementara mantan Wakil Presiden AS Al Gore menyebut keputusan Trump mengorban Bumi untuk ketamakan.
Kalau Bill McKibben, pemimpin kelompok prolingkungan 350.org, menyebutkan upaya Trump sebagai momen paling gelap dalam diplomasi AS. “Itu menjadi ledakan besar terhadap langkah global,” ungkapnya kepada BBC. Namun demikian, upaya Trump disambut anggota DPR dari Partai Republik Gary Palmer. “Ini menjadi saat yang tepat bagi AS untuk meninggalkan kesepakatan yang mengikat dan tidak bermanfaat bagi perubahan iklim,” jelasnya.
Pompeo menjelaskan, kesepakatan Paris tidak adil bagi ekonomi AS. “AS akan mengikut model yang pragmatis dan realistis dengan menggunakan seluruh sumber energi dan teknologi yang bersih dan efisien,” jelasnya. Sebelumnya, Trump berjanji akan menjadikan AS sebagai negara kuat dalam bidang energi. Dia juga menghapus legislasi tentang polusi yang menyebabkan produksi gas dan minyak, serta batu bara semakin mahal.
Dia menyebut mantan Presiden AS Barack Obama yang prolingkungan sebagai pemicu perang terhadap energi AS. Trump menyebut, kesepakatan Paris memberikan kesempatan bagi China dan negara penghasil polusi lain untuk mendapatkan keuntungan yang tidak adil. Dia menuding negara lain terus meningkatkan emisi gas rumah kaca.
“Saya dipilih mewakili penduduk Pittsburgh, bukan Paris. Saya akan keluar atau renegosiasi kesepakatan yang tidak memihak kepentingan rakyat AS,” kata Trump waktu mengumumkan penarikan dari kesepakatan Paris pada Juni 2017. Dia mengungkapkan, kesepakatan itu merugikan USD3 triliun ekonomi AS dan mengurangi 6,5 juta pekerjaan warganya.
Dengan keluarnya AS dari kesepakatan Paris, maka berdampak besar seperti merusak kesepakatan karena AS berkontribusi terhadap 15% emisi karbon secara global. Kemudian, China akan memiliki kesempatan besar untuk renegosiasi setelah keluarnya AS dari pakta tersebut. Batu bara akan kembali menjadi tren untuk membangkitkan generasi listrik pada 2025.
Namun, emisi karbon AS akan turun seiring penggunaan lebih banyak gas alam dibandingkan dengan batu bara. Padahal, kesepakatan Paris sebenarnya mendorong negara di dunia menjaga temperatur tidak mengalami kenaikan hingga 2 derajat Celsius.
Itu juga membatasi efek gas rumah kaca yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dan mengkaji kontribusi setiap negara untuk mengurangi emisi setiap lima tahun. Hal yang terpenting adalah negara kaya membantu negara miskin dengan memberikan bantuan keuangan untuk memitigasi dampak perubahan iklim.
Padahal, AS merupakan penyumbang utama emisi gas rumah kaca dan produsen minyak serta gas alam. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengonfirmasi langkah tersebut dan menegaskan Washington telah mengalami penurunan gas emisi selama beberapa tahun terakhir. “AS dengan bangga catatan kita karena telah mengurangi semua emisi, memperkuat ketahanan, menumbuhkan ekonomi, dan menjamin ketersediaan energi untuk warga kita,”paparnya.
Uni Eropa (UE) menyatakan kekecewaannya. Menteri Lingkungan Dewan Eropa Krista Mikkonen mengungkapkan, penarikan AS dari kesepakatan Paris menjadikan seluruh dunia harus meningkatkan kerja sama. “Tidak menyerah dengan langkah Trump, UE akan melanjutkan kerja sama dengan negara bagian, kota-kota, dan masyarakat sipil di AS yang mendukung aksi mengurangi perubahan iklim,” jelasnya.
Dari Shanghai, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengungkapkan bahwa kerja sama Eropa dan China dalam mengurangi dampak perubahan iklim akan semakin kuat. Kedua negara juga membahas kontribusi memerangi perubahan iklim pada konferensi G20 tahun ini. “Komitmen kita harus diperkuat. Jika kita ingin mewujudkan kesepakatan Paris, mulai tahun depan harus mengurangi emisi dan memulai komitmen baru untuk 2030 dan 2050,” ujar Macron.
Berbicara di Beijing, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang mengaku kecewa dengan keputusan AS. Dia mengatakan, perubahan iklim menjadi tantangan yang dihadapi semua manusia. “Semua anggota komunitas internasional harus bekerja sama sesuai dengan kemampuan untuk menghadapi dampak perubahan iklim,” jelasnya.
Bukan hanya di luar negeri, di dalam AS, kebijakan baru Trump juga dikecam. Nancy Pelosi, Ketua DPR AS dari Partai Demokrat, mengecam langkah Trump sebagai keputusan bencana yang menjual masa depan anak-anak AS. Sementara mantan Wakil Presiden AS Al Gore menyebut keputusan Trump mengorban Bumi untuk ketamakan.
Kalau Bill McKibben, pemimpin kelompok prolingkungan 350.org, menyebutkan upaya Trump sebagai momen paling gelap dalam diplomasi AS. “Itu menjadi ledakan besar terhadap langkah global,” ungkapnya kepada BBC. Namun demikian, upaya Trump disambut anggota DPR dari Partai Republik Gary Palmer. “Ini menjadi saat yang tepat bagi AS untuk meninggalkan kesepakatan yang mengikat dan tidak bermanfaat bagi perubahan iklim,” jelasnya.
Pompeo menjelaskan, kesepakatan Paris tidak adil bagi ekonomi AS. “AS akan mengikut model yang pragmatis dan realistis dengan menggunakan seluruh sumber energi dan teknologi yang bersih dan efisien,” jelasnya. Sebelumnya, Trump berjanji akan menjadikan AS sebagai negara kuat dalam bidang energi. Dia juga menghapus legislasi tentang polusi yang menyebabkan produksi gas dan minyak, serta batu bara semakin mahal.
Dia menyebut mantan Presiden AS Barack Obama yang prolingkungan sebagai pemicu perang terhadap energi AS. Trump menyebut, kesepakatan Paris memberikan kesempatan bagi China dan negara penghasil polusi lain untuk mendapatkan keuntungan yang tidak adil. Dia menuding negara lain terus meningkatkan emisi gas rumah kaca.
“Saya dipilih mewakili penduduk Pittsburgh, bukan Paris. Saya akan keluar atau renegosiasi kesepakatan yang tidak memihak kepentingan rakyat AS,” kata Trump waktu mengumumkan penarikan dari kesepakatan Paris pada Juni 2017. Dia mengungkapkan, kesepakatan itu merugikan USD3 triliun ekonomi AS dan mengurangi 6,5 juta pekerjaan warganya.
Dengan keluarnya AS dari kesepakatan Paris, maka berdampak besar seperti merusak kesepakatan karena AS berkontribusi terhadap 15% emisi karbon secara global. Kemudian, China akan memiliki kesempatan besar untuk renegosiasi setelah keluarnya AS dari pakta tersebut. Batu bara akan kembali menjadi tren untuk membangkitkan generasi listrik pada 2025.
Namun, emisi karbon AS akan turun seiring penggunaan lebih banyak gas alam dibandingkan dengan batu bara. Padahal, kesepakatan Paris sebenarnya mendorong negara di dunia menjaga temperatur tidak mengalami kenaikan hingga 2 derajat Celsius.
Itu juga membatasi efek gas rumah kaca yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dan mengkaji kontribusi setiap negara untuk mengurangi emisi setiap lima tahun. Hal yang terpenting adalah negara kaya membantu negara miskin dengan memberikan bantuan keuangan untuk memitigasi dampak perubahan iklim.
(nfl)