Polusi Udara Memburuk India Berlakukan Darurat Kesehatan
A
A
A
NEW DELHI - Jutaan warga New Delhi mengalami gangguan penglihatan akibat polusi udara yang memburuk. Pemerintah memberlakukan status darurat kesehatan dan membatasi jumlah mobil di jalanan. Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) menyatakan kualitas indeks udara di New Delhi menunjukkan status bahaya karena bisa merusak jantung dan menyebabkan penyakit paru-paru.
Kualitas udara di New Delhi juga bisa menyebabkan kematian dini bagi orang yang menderita penyakit tertentu dan para manula. Berdasarkan situs pemantau indeks kualitas udara online AirVisual, New Delhi memang menjadi kota paling berpolusi kemarin. Pada peringkat kedua adalah Lahore di Pakistan.
Meskipun ada pembatasan mobil yang beroperasi berdasarkan pelat ganjil dan genap, tetapi masih banyak pelanggaran. “Aturan pembatasan mobil itu memang membuat tidak nyaman. Saya tidak bisa tepat waktu mengikuti rapat,” kata Sagar Bajaj, 29, yang mengaku kesulitan menemukan taksi di New Delhi dilansir Reuters. Dia biasanya pergi ke kantor menggunakan mobil.
Jumlah mobil di New Delhi memang berkontribusi besar sebagai penyebab peningkatan polusi sebesar lebih dari 50%, sisanya adalah asap pabrik. Pemerintah kota juga memerintahkan penutupan sekolah karena kondisi darurat. Bahkan, semua proyek konstruksi gedung pun diminta untuk dihentikan. Para pejabat kesehatan meminta masyarakat New Delhi tetap berada di rumah. Warga pun diminta tidak melakukan aktivitas fisik di luar.
“Pembatasan mobil berplat ganjil-genap akan menyebabkan ratusan ribu mobil tidak aktif,” ujar Menteri Besar Delhi Arvind Kejriwal. Bagi warga yang melanggar aturan itu, mereka akan didenda USD56. Hanya transportasi publik, kendaraan publik, taksi, dan roda dua yang diizinkan. Pengendara perempuan juga dikecualikan dalam aturan tersebut.
Menurut para pakar, emisi mobil merupakan salah satu faktor yang menyebabkan polusi udara. Namun, penyebab polusi udara adalah banyaknya petani di negara bagian tetangga membakar sisa panen untuk membersihkan ladang pertanian. Hal itu menyebabkan peningkatan karbon dioksida, nitrogen dioksida, dan sulfur dioksida mengalami peningkatan. Polusi semakin memburuk setelah Festival Diwali sepekan lalu.
Kejriwal sudah berkoordinasi dengan pemerintah negara bagian Punjab dan Haryana untuk meminta para petani tidak membakar sisa hasil panen. Namun, Menteri Lingkungan India Prakash Javadekar justru tidak sepakat dengan langkah Kejriwal menyalahkan petani. “Kejriwal memolitisasi isu tersebut dan menyebut tentang negara bagian sebagai penjahat polusi udara,” kritiknya dilansir BBC.
Namun, sebagian besar penduduk India berharap hujan menjadi solusi terbaik mengatasi polusi udara. Jika tidak ada hujan, polusi akan menjadi ancaman paling berat bagi warga New Delhi. “Bau udara di Delhi seperti daun yang terbakar,” kata Siddharth Singh, peneliti kebijakan iklim. “Sungguh berasap. Mata perih. Tenggorokan sedikit sakit. Semua merasakannya,” ujarnya.
Tingkat partikel berbahaya di udara, dikenal sebagai PM2,5, jauh lebih tinggi dari yang direkomendasikan dan sekitar tujuh kali lebih tinggi daripada di ibu kota China, Beijing. Sementara seorang pejabat Kementerian Kesehatan India mengatakan pemantau polusi kota tidak memiliki angka yang cukup untuk secara akurat mencatat tingkat polusi.
Dia menyebut hal itu sebagai disebutnya sebagai “bencana”. Bahkan, Kejriwal menyamakan kota itu dengan “kamar gas”. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan sepertiga kematian akibat stroke, kanker paru-paru, dan penyakit jantung disebabkan oleh polusi udara. “Ini memiliki efek setara dengan merokok tembakau,” demikian WHO.
Kualitas udara di New Delhi juga bisa menyebabkan kematian dini bagi orang yang menderita penyakit tertentu dan para manula. Berdasarkan situs pemantau indeks kualitas udara online AirVisual, New Delhi memang menjadi kota paling berpolusi kemarin. Pada peringkat kedua adalah Lahore di Pakistan.
Meskipun ada pembatasan mobil yang beroperasi berdasarkan pelat ganjil dan genap, tetapi masih banyak pelanggaran. “Aturan pembatasan mobil itu memang membuat tidak nyaman. Saya tidak bisa tepat waktu mengikuti rapat,” kata Sagar Bajaj, 29, yang mengaku kesulitan menemukan taksi di New Delhi dilansir Reuters. Dia biasanya pergi ke kantor menggunakan mobil.
Jumlah mobil di New Delhi memang berkontribusi besar sebagai penyebab peningkatan polusi sebesar lebih dari 50%, sisanya adalah asap pabrik. Pemerintah kota juga memerintahkan penutupan sekolah karena kondisi darurat. Bahkan, semua proyek konstruksi gedung pun diminta untuk dihentikan. Para pejabat kesehatan meminta masyarakat New Delhi tetap berada di rumah. Warga pun diminta tidak melakukan aktivitas fisik di luar.
“Pembatasan mobil berplat ganjil-genap akan menyebabkan ratusan ribu mobil tidak aktif,” ujar Menteri Besar Delhi Arvind Kejriwal. Bagi warga yang melanggar aturan itu, mereka akan didenda USD56. Hanya transportasi publik, kendaraan publik, taksi, dan roda dua yang diizinkan. Pengendara perempuan juga dikecualikan dalam aturan tersebut.
Menurut para pakar, emisi mobil merupakan salah satu faktor yang menyebabkan polusi udara. Namun, penyebab polusi udara adalah banyaknya petani di negara bagian tetangga membakar sisa panen untuk membersihkan ladang pertanian. Hal itu menyebabkan peningkatan karbon dioksida, nitrogen dioksida, dan sulfur dioksida mengalami peningkatan. Polusi semakin memburuk setelah Festival Diwali sepekan lalu.
Kejriwal sudah berkoordinasi dengan pemerintah negara bagian Punjab dan Haryana untuk meminta para petani tidak membakar sisa hasil panen. Namun, Menteri Lingkungan India Prakash Javadekar justru tidak sepakat dengan langkah Kejriwal menyalahkan petani. “Kejriwal memolitisasi isu tersebut dan menyebut tentang negara bagian sebagai penjahat polusi udara,” kritiknya dilansir BBC.
Namun, sebagian besar penduduk India berharap hujan menjadi solusi terbaik mengatasi polusi udara. Jika tidak ada hujan, polusi akan menjadi ancaman paling berat bagi warga New Delhi. “Bau udara di Delhi seperti daun yang terbakar,” kata Siddharth Singh, peneliti kebijakan iklim. “Sungguh berasap. Mata perih. Tenggorokan sedikit sakit. Semua merasakannya,” ujarnya.
Tingkat partikel berbahaya di udara, dikenal sebagai PM2,5, jauh lebih tinggi dari yang direkomendasikan dan sekitar tujuh kali lebih tinggi daripada di ibu kota China, Beijing. Sementara seorang pejabat Kementerian Kesehatan India mengatakan pemantau polusi kota tidak memiliki angka yang cukup untuk secara akurat mencatat tingkat polusi.
Dia menyebut hal itu sebagai disebutnya sebagai “bencana”. Bahkan, Kejriwal menyamakan kota itu dengan “kamar gas”. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan sepertiga kematian akibat stroke, kanker paru-paru, dan penyakit jantung disebabkan oleh polusi udara. “Ini memiliki efek setara dengan merokok tembakau,” demikian WHO.
(don)