Puas Al-Baghdadi Tewas, Korban ISIS: Perang Belum Berakhir

Selasa, 29 Oktober 2019 - 14:59 WIB
Puas Al-Baghdadi Tewas,...
Puas Al-Baghdadi Tewas, Korban ISIS: Perang Belum Berakhir
A A A
PARIS - Kabar tewasnya pemimpin kelompok ekstrimis ISIS, Abu Bakr al-Bagdadi, disambut suka cita oleh sejumlah kalangan dan dunia internasional. Pun begitu dengan mereka para penyintas dan keluarga korban kekejaman ISIS. Meski begitu, mereka menilai tewasnya Abu Bakr al-Baghdadi bukanlah akhir dari segalanya.

George Salines mengaku puas dengan tewasnya al-Baghdadi. Putrinya yang berusia 28 tahun, Lola, adalah korban serangan kelompok ekstrimis itu di Paris medio 2015 lalu. Namun ia menekankan bahwa kematian pemimpinnya, Abu Bakr al-Baghdadi, tidak berarti perang melawan teroris telah berakhir.

Kelompok Negara Islam (IS atau ISIS) mengaku bertanggung jawab atas serangan 13 November 2015 terhadap kafe-kafe Paris, stadion nasional, dan aula konser Bataclan yang menewaskan 130 orang,

"Akan lebih baik jika al-Baghdadi ditangkap dan dikirim ke pengadilan," kata Salines seperti dikutip dari AP, Selasa (29/1/2019).

Ayah dari korban serangan ISIS di Paris lainnya Philippe mengatakan bahwa kematian al-Baghdadi bukan berita buruk.

"Salah satu pemain utama tindakan kelompok negara Islam itu telah menghinlang," ucap presiden asosiasi korban serangan Prancis itu, meskipun ia mengatakan kelompoknya tidak akan mengungkapkan kegembiraan atas kematian apa pun.

Sementara itu korban selamat dalam serangan teroris di Paris, Arthur Denouveaux, dengan tegas menuntut keadilan. Hal itu diungapkannya kepada surat kabar Prancis, Le Parisien.

"Kami, para korban, tidak mencari balas dendam tetapi menginginkan keadilan," ujar Denouveaux yang selamat dari pembantaian di Bataclan dan presiden kelompok korban Life for Paris.

"Kematian Al-Baghdadi secara simbolis merupakan pukulan besar bagi kapasitas operasional kelompok IS. Sangat penting untuk melanjutkan perjuangan demi keamanan kawasan dan juga negara-negara Eropa," tambah Denouveaux.

Selain bertanggung jawab atas serangan di Paris, ISIS juga menjadi dalang dalam serang tiga bom yang mengguncang Brussels pada 22 Maret 2016. Serangan itu menewaskan 32 orang di bandara dan di stasiun kereta bawah tanah.

Philippe Vansteenkiste, yang kehilangan saudara perempuannya dalam pengeboman di bandara, mengatakan dia tahu pertarungan belum berakhir.

"Ini adalah langkah baru dalam perang melawan Daesh, tapi saya tidak naif," kata Vansteenkiste, menggunakan akronim Arab untuk kelompok militan tersebut.

"Pemimpin spiritual mereka telah dihantam, tetapi Daesh dan banyak sel tidur masih ada, baik di Suriah atau di negara kita," imbuh direktur V-Eropa, sebuah asosiasi para korban serangan itu.

Orang tua Steven Sotloff, seorang jurnalis Amerika-Israel yang dibunuh oleh ISIS, berterima kasih kepada Trump dan pasukan AS yang melancarkan seranga dan berujung pada kematian al-Baghdadi.

"Sementara kemenangan tidak akan membawa putra kita yang tercinta Steven kembali kepada kita, itu adalah langkah penting dalam kampanye melawan ISIS," kata Shirley Sotloff kepada wartawan di rumah mereka di Florida.

Pada 2014 dan 2015, ISIS menahan lebih dari 20 sandera asal Barat di Suriah dan menyiksa mereka. Kelompok ini kemudian memenggal tujuh wartawan AS, Inggris, dan Jepang serta pekerja bantuan serta sekelompok tentara Suriah. Sotloff ada di antara mereka.

Di Yordania, Safi al-Kasasbeh, yang putranya dibunuh oleh kelompok ISIS pada tahun 2014, mengatakan ia "sangat senang" mengetahui kematian al-Baghdadi.

"Aku berharap aku membunuhnya dengan tangan kosong," kata al-Kasasbeh.

"Ini adalah salah satu impian saya, jika bukan menjadi orang yang membunuhnya, setidaknya untuk menyaksikan saat dia terbunuh. Tapi Allah tidak ingin itu terjadi," imbuhnya.

Muath al-Kasasbeh adalah seorang pilot pesawat tempur yang ditangkap oleh gerilyawan ISIS setelah ditembak jatuh ketika bertempur dalam koalisi yang dipimpin AS di Suriah. Para militan mengurungnya di dalam sangkar dan membakarnya hingga mati, dan kemudian menyiarkan video kematiannya di internet.

Di Suriah dan Irak, di antara korban utama ISIS, warga menyatakan kelegaan atas kematian lelaki yang memimpin "kekhalifahan".

Kabar kematian al-Baghadadi disambut di Mosul, Irak. Namun mereka menyadari bahwa perang belum berakhir.

"Kematiannya adalah sebagian kecil dari dosa dan kesalahan yang ia lakukan pada para korban yang kehilangan nyawa di daerah Kota Tua dan yang tubuhnya sampai sekarang masih di bawah puing-puing. Semua karena dia dan organisasinya," kata warga Mosul Mudhir Abdul Qadir .

"Kami berharap budaya al-Baghdadi dan Daesh terbunuh selamanya. Membunuh budaya ini adalah kemenangan nyata," kata Mehdi Sultan, seorang pegawai pemerintah di ibukota Irak, Baghdad.

Namun, seperti orang lain, ia tidak merasa optimis.

"Satu al-Baghdadi keluar, yang lain masuk. Itu cerita lama yang sama," ujarnya.

Mungkin kelompok yang mencerca al-Baghadadi adalah komunitas Yazidi Irak, yang masih tidak dapat kembali ke rumah atau menemukan ratusan wanita dan anak-anak yang diculik dan diperbudak oleh ISIS lima tahun lalu. Yazidi adalah pengikut agama kuno yang memiliki ikatan dengan Zoroastrianisme.

Militan ISIS mengamuk melalui wilayah Sinjar di Irak utara pada Agustus 2014, menghancurkan desa-desa dan situs-situs keagamaan, menculik ribuan wanita dan anak-anak, dan memperdagangkan mereka dalam perbudakan modern. PBB menyebut serangan genosida.

Nadia Murad, seorang wanita Yazidi yang termasuk di antara mereka yang diculik dan diperbudak, menyambut baik kabar kematiannya.

"Al-Baghdadi meninggal ketika dia hidup - seorang pengecut menggunakan anak-anak sebagai perisai. Biarkan hari ini menjadi awal dari perjuangan global untuk membawa ISIS ke pengadilan," tweetnya, menggunakan akronim lain untuk kelompok militan.

Murad, yang memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian karena kegiatannya melawan genosida dan kekerasan seksual, menyerukan agar semua anggota IS ditangkap hidup-hidup untuk diadili di pengadilan terbuka agar dunia dapat melihatnya.

"Kita harus menyatukan dan meminta pertanggungjawaban teroris ISIS dengan cara yang sama seperti dunia mengadili Nazi di pengadilan terbuka di pengadilan Nuremberg," tulisnya.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0703 seconds (0.1#10.140)