Buronan Pemerintah Veronica Koman Dapat Penghargaan di Australia
A
A
A
CANBERRA - Buronan pemerintah Indonesia, Veronica Coman, memenangkan penghargaan hak asasi manusia Australia yang prestisius. Penghargaan itu diberikan atas pekerjaannya dalam mengungkap dugaan pelanggaran HAM di Papua Barat.
Veronica Koman dianugerahi Penghargaan Hak Asasi Manusia Sir Ronald Wilson pada Rabu (24/10/2019). Ia mendapatkan penghargaan itu karena mendokumentasikan dan menyebarkan informasi tentang situasi di Papua dan Papua Barat, di mana baru-baru ini dilanda kerusuhan dan menewaskan belasan serta melukai ratusan orang dan terjadi pembakaran.
Penghargaan tersebut mengakui Koman atas keberanian yang telah ia tunjukkan untuk terus membela hak asasi orang Papua Barat meskipun terjadi pelecehan dan intimidasi yang intensif.
Penghargaan itu diberikan oleh Dewan Australia untuk Pembangunan Internasional (ACFID), sebuah badan organisasi non-pemerintah Australia yang bekerja di luar negeri dan dalam aksi kemanusiaan.
"Veronica telah menyoroti pelanggaran atas hak-hak orang Papua Barat dengan biaya pribadi yang besar," kata kepala eksekutif ACFID Marc Purcell dalam sebuah pernyataan seperti dilansir dari ABC.net.au, Kamis (24/10/2019).
Purcell mengatakan bahwa Pemerintah Australia harus memberikan perlindungan kepada Koman sebagai pembela hak asasi manusia dan mendorong Indonesia untuk membatalkan semua tuduhan terhadapnya.
Terkait penghargaan yang diberikan kepadanya, Koman mengaku tersanjung.
"Saya merasa sangat tersanjung akan hal itu tetapi saya sedikit merasa bersalah sebagai orang yang selamat," kata Koman kepada ABC.
"Razia yang menargetkan penduduk asli Papua masih terjadi hampir setiap hari," imbuhnya.
Ia menambahkan bahwa beberapa teman dan kliennya menghadapi hukuman penjara seumur hidup, setelah didakwa melakukan pengkhianatan.
Dalam kesempatan itu, ia pun menyoroti bantuan yang diberika pemerintah Indonesia kepada negara-negara Pasifik senilai USD60 juta.
Koman percaya program bantuan itu akan digunakan terutama sebagai alat diplomatik untuk membungkam negara-negara Pasifik, yang secara historis menjadi pendukung internasional paling vokal kemerdekaan Papua Barat.
Ia juga menyinggung terpilihnya Indonesia ke Dewan HAM PBB dari 2020 hingga 2022.
"Saya tidak bisa menyebutkan satu pun hak asasi manusia di Papua Barat yang tidak dilanggar," kata Koman.
"Saya tidak akan pernah menyerah karena cepat atau lambat Pemerintah pusat di Jakarta harus mengatasi masalah ini karena tidak akan ke mana-mana," tukasnya.
Polda Jatim menetapkan Veronica Koman sebagai tersangka penghasutan dalam peristiwa pengepungan asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Surabaya. Ia dianggap telah melakukan provokasi hingga terjadi kerusuhan dan menyebarkan hoaks. (Baca juga: Polda Jatim Tetapkan Veronica Koman Tersangka Penghasutan )
Pemerintah Indonesia juga mengancam akan mengeluarkan red notice Interpol untuk meminta Veronica Koman diekstradisi. (Baca juga: RI Ancam Veronica Koman dengan Red Notice Interpol, Ini Respons Australia )
Veronica Koman dianugerahi Penghargaan Hak Asasi Manusia Sir Ronald Wilson pada Rabu (24/10/2019). Ia mendapatkan penghargaan itu karena mendokumentasikan dan menyebarkan informasi tentang situasi di Papua dan Papua Barat, di mana baru-baru ini dilanda kerusuhan dan menewaskan belasan serta melukai ratusan orang dan terjadi pembakaran.
Penghargaan tersebut mengakui Koman atas keberanian yang telah ia tunjukkan untuk terus membela hak asasi orang Papua Barat meskipun terjadi pelecehan dan intimidasi yang intensif.
Penghargaan itu diberikan oleh Dewan Australia untuk Pembangunan Internasional (ACFID), sebuah badan organisasi non-pemerintah Australia yang bekerja di luar negeri dan dalam aksi kemanusiaan.
"Veronica telah menyoroti pelanggaran atas hak-hak orang Papua Barat dengan biaya pribadi yang besar," kata kepala eksekutif ACFID Marc Purcell dalam sebuah pernyataan seperti dilansir dari ABC.net.au, Kamis (24/10/2019).
Purcell mengatakan bahwa Pemerintah Australia harus memberikan perlindungan kepada Koman sebagai pembela hak asasi manusia dan mendorong Indonesia untuk membatalkan semua tuduhan terhadapnya.
Terkait penghargaan yang diberikan kepadanya, Koman mengaku tersanjung.
"Saya merasa sangat tersanjung akan hal itu tetapi saya sedikit merasa bersalah sebagai orang yang selamat," kata Koman kepada ABC.
"Razia yang menargetkan penduduk asli Papua masih terjadi hampir setiap hari," imbuhnya.
Ia menambahkan bahwa beberapa teman dan kliennya menghadapi hukuman penjara seumur hidup, setelah didakwa melakukan pengkhianatan.
Dalam kesempatan itu, ia pun menyoroti bantuan yang diberika pemerintah Indonesia kepada negara-negara Pasifik senilai USD60 juta.
Koman percaya program bantuan itu akan digunakan terutama sebagai alat diplomatik untuk membungkam negara-negara Pasifik, yang secara historis menjadi pendukung internasional paling vokal kemerdekaan Papua Barat.
Ia juga menyinggung terpilihnya Indonesia ke Dewan HAM PBB dari 2020 hingga 2022.
"Saya tidak bisa menyebutkan satu pun hak asasi manusia di Papua Barat yang tidak dilanggar," kata Koman.
"Saya tidak akan pernah menyerah karena cepat atau lambat Pemerintah pusat di Jakarta harus mengatasi masalah ini karena tidak akan ke mana-mana," tukasnya.
Polda Jatim menetapkan Veronica Koman sebagai tersangka penghasutan dalam peristiwa pengepungan asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Surabaya. Ia dianggap telah melakukan provokasi hingga terjadi kerusuhan dan menyebarkan hoaks. (Baca juga: Polda Jatim Tetapkan Veronica Koman Tersangka Penghasutan )
Pemerintah Indonesia juga mengancam akan mengeluarkan red notice Interpol untuk meminta Veronica Koman diekstradisi. (Baca juga: RI Ancam Veronica Koman dengan Red Notice Interpol, Ini Respons Australia )
(ian)