Polisi dan Demonstran Bentrok, Ekuador Nyatakan Keadaan Darurat

Jum'at, 04 Oktober 2019 - 10:27 WIB
Polisi dan Demonstran...
Polisi dan Demonstran Bentrok, Ekuador Nyatakan Keadaan Darurat
A A A
QUITO - Presiden Ekuador Lenin Moreno menyatakan keadaan darurat ketika bentrokan antara pengunjuk rasa dengan polisi pecah. Aksi demonstrasi berlangsung di Ekuador setelah pemerintah mencabut subsidi bahan bakar sebagai bagian dari paket reformasi fiskal senilai USD2 miliar.

Para demonstran melemparkan batu ke arah polisi dan mendirikan barikade yang terbakar. Sementara polisi merespons dengan gas air mata dalam kerusuhan terburuk selama bertahun-tahun di negara Andean yang memproduksi minyak itu.

Para pejabat mengatakan penghapusan subsidi bahan bakar itu diperlukan untuk mengangkat kesulitan ekonomi dan menghentikan penyelundupan.

Moreno mengatakan kepada wartawan bahwa subsidi yang “sesat” dan sangat mahal, yang berlaku selama 40 tahun, telah mendistorsi ekonomi dan aksi protes tidak akan diizinkan untuk melumpuhkan Ekuador.

"Untuk memastikan keamanan warga negara dan menghindari kekacauan, saya telah memerintahkan keadaan darurat nasional," kata presiden tentang tindakan yang menangguhkan beberapa hak dan memberdayakan militer untuk menjaga ketertiban.

"Saya memiliki keberanian untuk membuat keputusan yang tepat untuk bangsa ini," ujarnya seperti dikutip dari Reuters, Jumat (4/10/2019).

Dengan mulai berlakunya pemotongan subsidi bahan bakar pada Kamis waktu setempat, pengemudi taksi, bus dan truk memblokir jalan-jalan sejak pagi di Ibu Kota dataran tinggi Quito dan Guayaquil di pantai Pasifik.

Kelompok-kelompok pribumi, pelajar, dan serikat pekerja bergabung dalam aksi ini, menghalangi jalan dengan batu dan membakar ban.

"Turun bersama paket itu!" Teriak para demonstran, merujuk pada langkah-langkah fiskal yang diberlakukan minggu ini ketika Moreno menempatkan Ekuador di jalur tengah, ramah-pasar setelah bertahun-tahun kelompok kiri berkuasa.

Di Quito, pemuda bertopeng berhadapan dengan polisi anti huru hara yang mengusir mereka dengan gas air mata dan mengerahkan kendaraan lapis baja.

“Ini adalah tindakan yang tidak terbatas sampai pemerintah membatalkan keputusan tentang subsidi. Kami akan melumpuhkan negara," kata pemimpin transportasi bus Abel Gomez.

Saat malam tiba, beberapa ribu demonstran menuju ke istana presiden di pusat kota Quito, yang dikelilingi oleh polisi dan tentara. Para pengunjuk rasa akhirnya bubar.

Sementara itu di Guayaquil, beberapa toko dijarah, kata pihak berwenang. Di kota ketiga Ekuador, Cuenca, walikota yang berasal dari oposisi setempat memimpin aksi protes.

Menteri Dalam Negeri Ekuador Maria Romo mengatakan 19 orang ditangkap, tetapi jumlah itu diperkirakan akan meningkat.

Dalam kunjungan ke Guayaquil, Moreno mengatakan bahwa kerusuhan dengan kekerasan hampir sepenuhnya terkendali dan memuji pasukan keamanan karena memulihkan ketertiban.

Dengan populasi lebih dari 17 juta orang, Ekuador memiliki sejarah panjang ketidakstabilan politik. Aksi protes jalanan menggulingkan tiga presiden selama kekacauan ekonomi pada dekade sebelum Correa berkuasa pada 2007.

Ekuador berharap dapat menghemat sekitar USD1,5 miliar per tahun dari penghapusan subsidi bahan bakar. Seiring dengan reformasi pajak, pemerintah akan mendapat keuntungan sekitar USD2,27 miliar.

Awal pekan ini, Ekuador mengumumkan akan meninggalkan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk memompa lebih banyak minyak dan meningkatkan pendapatan. Ekuador memompa hampir 550.000 barel per hari.
Perusahaan energi negara, Petroecuador, mengatakan fasilitas minyak beroperasi secara normal meskipun terjadi kerusuhan.

Pemerintah ingin mengurangi defisit fiskal dari sekitar USD3,6 miliar tahun ini menjadi di bawah USD1 miliar pada tahun 2020.

Utang Ekuador bertambah di bawah mantan presiden Rafael Correa, yang mendukung Moreno dalam pemilihan umum 2017. Namun sejak itu ia menjadi pengkritik tentang suksesornya itu yang beralih ke kebijakan ekonomi yang lebih ramah pasar.

Pemerintah Moreno telah meningkatkan hubungan dengan Amerika Serikat (AS) dan mencapai kesepakatan pinjaman senilai USD4,2 miliar dengan Dana Moneter Internasional (IMF) pada bulan Februari, tergantung pada perubahan struktural yang tidak ditentukan.

Skeptisisme IMF berjalan kuat di Ekuador dan di seluruh Amerika Latin, di mana banyak orang menyalahkan kebijakan penghematan untuk kesulitan ekonomi.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1179 seconds (0.1#10.140)