Semua Anaknya Tewas, Shamima Begum Kini Benci ISIS
A
A
A
AL-HOL - Shamima Begum, 20, pengantin ISIS asal Inggris kini mengaku benci dengan kelompok teroris tersebut setelah semua anaknya tewas di kamp pengungsi di Suriah. Dia ingin pulang ke negara asalnya.
Shamima melarikan diri dari Bethnal Green, London, pada 2015 untuk bergabung dengan kelompok Islamic State atau ISIS di Suriah. Dia merasa kesehatan mentalnya sudah tidak baik dan membutuhkan terapi setelah semua anaknya meninggal.
Dalam sebuah wawancara, Shamima mengatakan orang-orang yang tinggal bersama dia tidak mengerti apa yang telah dia lalui setelah dilacak di sebuah kamp baru di Suriah.
Perempuan itu tidak lagi mengenakan kerudung dan memiliki anting-anting diamante di hidungnya. Namun, dia menolak untuk difoto.
Shamima adalah satu dari tiga pelajar yang melarikan diri dari London untuk bergabung dengan para petempur ISIS di Suriah pada tahun 2015. Dia belum berbicara dengan keluarganya sejak dia meninggalkan rumah dan mengatakan bahwa keluarganya marah padanya karena pergi dan berbicara dengan media.
Sejak bergabung dengan ISIS, dia dilaporkan pernah bertugas sebagai "polisi moral" di kelompok tersebut. Dia juga secara aktif mencoba merekrut perempuan lain untuk bergabung dengan ISIS sebelum "kekhalifahan" kelompok itu runtuh.
Dia sekarang ingin kembali ke rumah dan diadili di Inggris.
Setelah dia terlihat di sebuah kamp pengungsi pada bulan Februari lalu, pemerintah Inggris mencabut status kewarganegaraannya. Keputusan itu diumumkan Menteri Dalam Negeri pada saat itu, Sajid Javid.
Putra Shamima, Jarrah, meninggal beberapa hari kemudian. Tujuh bulan kemudian, dia telah dilacak berada ke sebuah kamp baru di Suriah, yang namanya dapat dengan mudah diterjemahkan sebagai Sunshine Camp.
Dia berbagi tenda dengan seorang wanita Kanada yang 30 tahun lebih tua darinya dan mereka memiliki televisi di mana mereka dapat menonton berita dan bahkan beberapa film, termasuk film baru Men in Black dan Spider Man.
Shamima mengatakan, menonton televisi adalah bentuk pelarian baginya dan dia juga menghabiskan waktunya mendengarkan musik pop.
Berbicara kepada Mail Online, Shamima mengatakan dia sangat membenci Dawla (nama lain untuk ISIS). Dia juga mengatakan tidak ada seorang pun dari Inggris yang berbicara dengannya selama enam bulan terakhir.
"Saya tidak punya teman sejati," katanya. "Saya telah kehilangan semua teman yang datang bersama saya. Sekarang saya tidak punya siapa-siapa," paparnya, seperti dikutip Mirror, Kamis (26/9/2019).
"Situasi kesehatan mental saya bukan yang terbaik. Kesehatan fisik saya baik-baik saja, saya masih muda dan tidak sakit. Itu bukan masalah saya. Namun secara mental, saya sangat buruk. Saya perlu terapi untuk menangani kesedihan saya, ini sangat sulit, saya kehilangan semua anak saya," imbuh dia.
"Tidak ada orang yang tinggal dengan saya di sini yang tahu apa yang telah saya alami. Mereka bukan seperti teman sekolah saya yang selalu bisa saya ajak bicara. Mereka tidak mengerti apa yang telah saya alami," katanya.
Dia menambahkan bahwa tidak ada ketentuan kesehatan mental, seperti di kamp-kamp lain, sehingga dia tidak ditawari bantuan psikiatris.
Setelah status kewarganegaraannya dicabut, pihak berwenang di Bangladesh, tempat dia mengira bisa mengklaim kewarganegaraan baru, mengatakan dia tidak akan bisa memasuki negara Asia selatan itu.
Ayah Shamima Begum, Ahmed Ali, mengatakan putrinya harus diadili di Inggris meskipun sebelumnya dia mendukung pencabutan status kewarganegaraan Shamima.
Shamima, yang menikah dengan petempur ISIS asal Belanda; Yago Riedijk, memiliki dua anak yang semuanya telah meninggal.
Dalam wawancara pertamanya awal tahun ini, dia mengaku tidak menyesal bergabung dengan ISIS. Dia bahkan mengaku melihat kepala orang yang dipenggal tidak mengganggunnya sama sekali.
Shamima melarikan diri dari Bethnal Green, London, pada 2015 untuk bergabung dengan kelompok Islamic State atau ISIS di Suriah. Dia merasa kesehatan mentalnya sudah tidak baik dan membutuhkan terapi setelah semua anaknya meninggal.
Dalam sebuah wawancara, Shamima mengatakan orang-orang yang tinggal bersama dia tidak mengerti apa yang telah dia lalui setelah dilacak di sebuah kamp baru di Suriah.
Perempuan itu tidak lagi mengenakan kerudung dan memiliki anting-anting diamante di hidungnya. Namun, dia menolak untuk difoto.
Shamima adalah satu dari tiga pelajar yang melarikan diri dari London untuk bergabung dengan para petempur ISIS di Suriah pada tahun 2015. Dia belum berbicara dengan keluarganya sejak dia meninggalkan rumah dan mengatakan bahwa keluarganya marah padanya karena pergi dan berbicara dengan media.
Sejak bergabung dengan ISIS, dia dilaporkan pernah bertugas sebagai "polisi moral" di kelompok tersebut. Dia juga secara aktif mencoba merekrut perempuan lain untuk bergabung dengan ISIS sebelum "kekhalifahan" kelompok itu runtuh.
Dia sekarang ingin kembali ke rumah dan diadili di Inggris.
Setelah dia terlihat di sebuah kamp pengungsi pada bulan Februari lalu, pemerintah Inggris mencabut status kewarganegaraannya. Keputusan itu diumumkan Menteri Dalam Negeri pada saat itu, Sajid Javid.
Putra Shamima, Jarrah, meninggal beberapa hari kemudian. Tujuh bulan kemudian, dia telah dilacak berada ke sebuah kamp baru di Suriah, yang namanya dapat dengan mudah diterjemahkan sebagai Sunshine Camp.
Dia berbagi tenda dengan seorang wanita Kanada yang 30 tahun lebih tua darinya dan mereka memiliki televisi di mana mereka dapat menonton berita dan bahkan beberapa film, termasuk film baru Men in Black dan Spider Man.
Shamima mengatakan, menonton televisi adalah bentuk pelarian baginya dan dia juga menghabiskan waktunya mendengarkan musik pop.
Berbicara kepada Mail Online, Shamima mengatakan dia sangat membenci Dawla (nama lain untuk ISIS). Dia juga mengatakan tidak ada seorang pun dari Inggris yang berbicara dengannya selama enam bulan terakhir.
"Saya tidak punya teman sejati," katanya. "Saya telah kehilangan semua teman yang datang bersama saya. Sekarang saya tidak punya siapa-siapa," paparnya, seperti dikutip Mirror, Kamis (26/9/2019).
"Situasi kesehatan mental saya bukan yang terbaik. Kesehatan fisik saya baik-baik saja, saya masih muda dan tidak sakit. Itu bukan masalah saya. Namun secara mental, saya sangat buruk. Saya perlu terapi untuk menangani kesedihan saya, ini sangat sulit, saya kehilangan semua anak saya," imbuh dia.
"Tidak ada orang yang tinggal dengan saya di sini yang tahu apa yang telah saya alami. Mereka bukan seperti teman sekolah saya yang selalu bisa saya ajak bicara. Mereka tidak mengerti apa yang telah saya alami," katanya.
Dia menambahkan bahwa tidak ada ketentuan kesehatan mental, seperti di kamp-kamp lain, sehingga dia tidak ditawari bantuan psikiatris.
Setelah status kewarganegaraannya dicabut, pihak berwenang di Bangladesh, tempat dia mengira bisa mengklaim kewarganegaraan baru, mengatakan dia tidak akan bisa memasuki negara Asia selatan itu.
Ayah Shamima Begum, Ahmed Ali, mengatakan putrinya harus diadili di Inggris meskipun sebelumnya dia mendukung pencabutan status kewarganegaraan Shamima.
Shamima, yang menikah dengan petempur ISIS asal Belanda; Yago Riedijk, memiliki dua anak yang semuanya telah meninggal.
Dalam wawancara pertamanya awal tahun ini, dia mengaku tidak menyesal bergabung dengan ISIS. Dia bahkan mengaku melihat kepala orang yang dipenggal tidak mengganggunnya sama sekali.
(mas)