Sengketa LCS, Jinping Rayu Duterte dengan Kontrak Minyak dan Gas
A
A
A
MANILA - Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengatakan ia ditawari saham dalam kesepakatan energi bersama oleh Presiden China Xi Jinping. Itu sebagai imbalan karena mengabaikan putusan arbitrase internasional yang menguntungkan Manila terkait sengketa di Laut China Selatan (LCS).
Pada tahun 2016, pengadilan di Den Haag memutuskan mendukung Filipina dalam sengketa maritim. Dalam putusannya, Arbitrase Internasional menyimpulkan bahwa China tidak memiliki dasar hukum untuk mengklaim hak bersejarah atas sebagian besar Laut Cina Selatan.
Duterte mengatakan Jinping telah menjanjikannya saham mayoritas dalam usaha eksplorasi minyak dan gas gabungan yang dapat jatuh dalam Zona Ekonomi Eksklusif Manila (EEZ), jika Filipina mengabaikan keputusan oleh Pengadilan Arbitrase.
"Sisihkan putusan arbitrase," kata Duterte, mengutip Xi.
"Sisihkan klaimmu. Kemudian izinkan semua orang terhubung dengan perusahaan China. Mereka ingin mengeksplorasi dan jika ada sesuatu, kata mereka, kami akan cukup ramah untuk memberi Anda 60%, mereka hanya akan mendapat 40%. Itulah janji Xi Jinping," kata Duterte seperti dikutip dari CNN, Jumat (13/9/2019).
Duterte mengeluarkan pernyataan ini setelah ia bertemu dengan Jinping di Beijing minggu lalu. Menurut kantor berita pemerintah China Xinhua, Jinping mengatakan kedua negara dapat mengambil "langkah lebih besar" dalam eksplorasi minyak dan gas lepas pantai bersama.
"Selama kedua pihak menangani masalah Laut China Selatan dengan baik, suasana hubungan bilateral akan baik, fondasi hubungan akan stabil, dan perdamaian dan stabilitas regional akan memiliki jaminan penting," kata Jinping kala itu.
Sementara itu dalam jumpa pers, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying tidak mengomentari langsung tawaran yang dilaporkan. Namun ia mengatakan Filipina siap untuk mempercepat kerja sama dengan China dalam eksploitasi bersama minyak dan gas.
"Kedua pihak mengumumkan pembentukan komite pengarah bersama antar pemerintah dan kelompok kerja antara perusahaan terkait dari kedua negara pada kerja sama minyak dan gas," ujarnya.
Beijing mengklaim sejumlah besar wilayah di Laut China Selatan, tumpang tindih dengan klaim dari Filipina, Vietnam, Brunei, dan Malaysia.
Pada tahun 2016, pengadilan di Den Haag memutuskan mendukung Filipina dalam sengketa maritim. Dalam putusannya, Arbitrase Internasional menyimpulkan bahwa China tidak memiliki dasar hukum untuk mengklaim hak bersejarah atas sebagian besar Laut Cina Selatan.
Duterte mengatakan Jinping telah menjanjikannya saham mayoritas dalam usaha eksplorasi minyak dan gas gabungan yang dapat jatuh dalam Zona Ekonomi Eksklusif Manila (EEZ), jika Filipina mengabaikan keputusan oleh Pengadilan Arbitrase.
"Sisihkan putusan arbitrase," kata Duterte, mengutip Xi.
"Sisihkan klaimmu. Kemudian izinkan semua orang terhubung dengan perusahaan China. Mereka ingin mengeksplorasi dan jika ada sesuatu, kata mereka, kami akan cukup ramah untuk memberi Anda 60%, mereka hanya akan mendapat 40%. Itulah janji Xi Jinping," kata Duterte seperti dikutip dari CNN, Jumat (13/9/2019).
Duterte mengeluarkan pernyataan ini setelah ia bertemu dengan Jinping di Beijing minggu lalu. Menurut kantor berita pemerintah China Xinhua, Jinping mengatakan kedua negara dapat mengambil "langkah lebih besar" dalam eksplorasi minyak dan gas lepas pantai bersama.
"Selama kedua pihak menangani masalah Laut China Selatan dengan baik, suasana hubungan bilateral akan baik, fondasi hubungan akan stabil, dan perdamaian dan stabilitas regional akan memiliki jaminan penting," kata Jinping kala itu.
Sementara itu dalam jumpa pers, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying tidak mengomentari langsung tawaran yang dilaporkan. Namun ia mengatakan Filipina siap untuk mempercepat kerja sama dengan China dalam eksploitasi bersama minyak dan gas.
"Kedua pihak mengumumkan pembentukan komite pengarah bersama antar pemerintah dan kelompok kerja antara perusahaan terkait dari kedua negara pada kerja sama minyak dan gas," ujarnya.
Beijing mengklaim sejumlah besar wilayah di Laut China Selatan, tumpang tindih dengan klaim dari Filipina, Vietnam, Brunei, dan Malaysia.
(ian)