Akui Yerusalem Ibu Kota Israel, Palestina Kecam Honduras dan Nauru
A
A
A
YERUSALEM - Palestina akan memberikan pengaduan kepada PBB terhadap Honduras atas keputusan kontroversialnya untuk membuka kantor diplomatik di Yerusalem. Negara Amerika Tengah itu menggambarkan langkah tersebut sebagai pengakuan kota yang disengketakan itu sebagai Ibu Kota Israel.
Awal pekan ini, Presiden Honduras Juan Orlando Hernandez mengatakan dia akan mengunjungi Israel dan menghadiri peresmian kantor diplomatik akhir pekan ini.
Misi itu akan menjadi perpanjangan dari kedutaan Honduras yang berbasis di Tel Aviv, tetapi Hernandez mengatakan pada hari Selasa bahwa itu pengakuan bahwa Yerusalem adalah Ibu Kota Israel.
Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri Palestina mengkonfirmasi akan mengajukan keluhan resmi terhadap Honduras kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.
Pernyataan tersebut menyatakan bahwa keputusan Honduras itu adalah sebuah agresi langsung terhadap rakyat Palestina dan pelanggaran secara terang-terangan terhadap hukum internasional dan legitimasi.
"Honduras telah bersekutu dengan negara-negara jahat yang mengabaikan hukum internasional dan dengan sengaja merusak pendiriannya," kata anggota komite eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina, Hanan Ashrawi, dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Al Jazeera, Jumat (30/8/2019).
Ia menambahkan kepemimpinan Palestina akan menilai kembali hubungannya dengan Honduras.
"Status Yerusalem sebagai kota yang diduduki didukung oleh sebagian besar negara, sejalan dengan kewajiban hukum dan moral mereka untuk menegakkan hukum internasional," kata Ashrawi.
Ashrawi juga mengecam negara kecil di kepulauan Pasifik, Nauru, yang baru-baru ini mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
"Nauru juga melanggar kewajibannya di bawah hukum internasional dan Piagam PBB serta harus bertanggung jawab atas pelanggaran ini," kata Ashrawi.
Nauru, yang tidak memiliki Ibu Kota resmi dan merupakan rumah bagi 13.000 orang, memberikan surat kepada misi Israel di PBB pada 16 Agustus yang menyatakan sebuah "kehormatan" dalam mengambil keputusan itu.
Direktur Jenderal Kementerian Luar Negeri Israel, Yuval Rotem, dalam cuitannya mengatakan tindakan Nauru "mencerminkan hubungan dekat dan persahabatan" antara kedua negara.
Israel menduduki Yerusalem Timur yang didominasi Palestina pada tahun 1967 dan kemudian mencaplok wilayah itu dalam sebuah langkah yang tidak pernah diakui oleh masyarakat internasional.
Sekitar 200.000 orang Israel sekarang tinggal di Yerusalem Timur yang diduduki di permukiman yang dianggap ilegal berdasarkan hukum internasional.
Pada Desember 2017, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengakui kota itu sebagai ibu kota Israel dan mengumumkan rencana untuk memindahkan kedutaan negaranya di sana dari Tel Aviv. Kebijakan Trump ini bertentangan dengan konsensus internasional yang telah berlangsung beberapa dekade bahwa status Yerusalem harus diputuskan dalam pembicaraan damai
Kedutaan AS kemudian dibuka pada 14 Mei 2018, pada hari yang sama ketika setidaknya 60 warga Palestina yang memprotes keputusan itu di Jalur Gaza dibunuh oleh pasukan Israel.
Baik AS dan Israel sejak itu mendorong negara-negara lain untuk memindahkan kedutaan mereka dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Sejauh ini hanya Guatemala dan Paraguay yang melakukannya, dengan yang terakhir kemudian mengembalikkan kedutaannya ke Tel Aviv tiga bulan setelah dipindahkan.
Awal pekan ini, Presiden Honduras Juan Orlando Hernandez mengatakan dia akan mengunjungi Israel dan menghadiri peresmian kantor diplomatik akhir pekan ini.
Misi itu akan menjadi perpanjangan dari kedutaan Honduras yang berbasis di Tel Aviv, tetapi Hernandez mengatakan pada hari Selasa bahwa itu pengakuan bahwa Yerusalem adalah Ibu Kota Israel.
Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri Palestina mengkonfirmasi akan mengajukan keluhan resmi terhadap Honduras kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.
Pernyataan tersebut menyatakan bahwa keputusan Honduras itu adalah sebuah agresi langsung terhadap rakyat Palestina dan pelanggaran secara terang-terangan terhadap hukum internasional dan legitimasi.
"Honduras telah bersekutu dengan negara-negara jahat yang mengabaikan hukum internasional dan dengan sengaja merusak pendiriannya," kata anggota komite eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina, Hanan Ashrawi, dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Al Jazeera, Jumat (30/8/2019).
Ia menambahkan kepemimpinan Palestina akan menilai kembali hubungannya dengan Honduras.
"Status Yerusalem sebagai kota yang diduduki didukung oleh sebagian besar negara, sejalan dengan kewajiban hukum dan moral mereka untuk menegakkan hukum internasional," kata Ashrawi.
Ashrawi juga mengecam negara kecil di kepulauan Pasifik, Nauru, yang baru-baru ini mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
"Nauru juga melanggar kewajibannya di bawah hukum internasional dan Piagam PBB serta harus bertanggung jawab atas pelanggaran ini," kata Ashrawi.
Nauru, yang tidak memiliki Ibu Kota resmi dan merupakan rumah bagi 13.000 orang, memberikan surat kepada misi Israel di PBB pada 16 Agustus yang menyatakan sebuah "kehormatan" dalam mengambil keputusan itu.
Direktur Jenderal Kementerian Luar Negeri Israel, Yuval Rotem, dalam cuitannya mengatakan tindakan Nauru "mencerminkan hubungan dekat dan persahabatan" antara kedua negara.
Israel menduduki Yerusalem Timur yang didominasi Palestina pada tahun 1967 dan kemudian mencaplok wilayah itu dalam sebuah langkah yang tidak pernah diakui oleh masyarakat internasional.
Sekitar 200.000 orang Israel sekarang tinggal di Yerusalem Timur yang diduduki di permukiman yang dianggap ilegal berdasarkan hukum internasional.
Pada Desember 2017, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengakui kota itu sebagai ibu kota Israel dan mengumumkan rencana untuk memindahkan kedutaan negaranya di sana dari Tel Aviv. Kebijakan Trump ini bertentangan dengan konsensus internasional yang telah berlangsung beberapa dekade bahwa status Yerusalem harus diputuskan dalam pembicaraan damai
Kedutaan AS kemudian dibuka pada 14 Mei 2018, pada hari yang sama ketika setidaknya 60 warga Palestina yang memprotes keputusan itu di Jalur Gaza dibunuh oleh pasukan Israel.
Baik AS dan Israel sejak itu mendorong negara-negara lain untuk memindahkan kedutaan mereka dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Sejauh ini hanya Guatemala dan Paraguay yang melakukannya, dengan yang terakhir kemudian mengembalikkan kedutaannya ke Tel Aviv tiga bulan setelah dipindahkan.
(ian)